Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Foto Cerita Prosesi Upacara adat Labuhan Keraton Yogyakarta
12 Agustus 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tegar Ismail Bagaskara Pramudita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Upacara adat Labuhan di Pantai Parangkusumo memang tidak akan lepas dari sejarah tentang pertemuannya Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul sebagai penguasa laut selatan dipercaya hidup sepanjang masa, Oleh sebab itu para Raja Mataram pengganti Panembahan Senopati tetap melestarikan tradisi adat Labuhan. Tradisi Upacara Labuhan dilestarikan dengan tujuan untuk meminta keselamatan dan Kesejahteraan Sri Sultan, Keraton Yogyakarta, dan masyarakat Yogyakarta.
Pada foto tersebut memperlihatkan sosok Abdi Dalem yang mengabdikan dirinya kepada keraton dan raja dengan segala aturan yang ada. Abdi dalem berasal dari kata abdi yang merupakan kata dasar dari "mengabdi" dan dalem atau ndalem yang bisa diartikan sebagai kata ganti untuk penyebutan "susuhunan/sultan (raja)".
Pada foto tersebut, memperlihatkan bagian dari prosesi labuhan Keraton Yogyakarta, mereka melakukan ritual berdoa dengan khusyuk untuk meminta berkah dari sang Maha Kuasa. Dalam kehidupan beragama dan proses mengarungi kehidupan, doa merupakan komponen yang penting. Kepentingan itu terlihat manakala seseorang sedang dilanda rasa tidak nyaman. Disitulah muncul naluri keberagamaan yang sudah menjadi ritual agama dan disebut dengan berdoa. Kebutuhan tersebut meliputi perlindungan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan serta hubungan manusia dengan sesama atau dengan alam sekitar, kaitannya dengan ”peluang” memenuhi kebutuhan dalam kehidupan. Oleh karena itu mengetahui posisi doa khususnya dalam konsep ajaran Islam dan Kejawen sangat penting.
ADVERTISEMENT
Di Foto tersebut terlihat ada 3 Abdi Dalem sedang melakukan pengecekan terhadap Uba rampe yang akan dibawa ke tepi pantai. Seluruh Uba rampe Labuhan Alit dikeluarkan dari ancak. Ketelitian sangatlah penting dikarenakan acara yang akan dilaksanakan bisa lebih mudah dan para masyarakat bisa menikmati atau melihat proses demi proses tersebut.
Pada foto tersebut setelah semua Uba rampe dikeluarkan dari ancak, di perlihatkan para penandu sedang melakukan pengemasan Uba rampe dan dipindahkan ke tandu bambu yang akan digunakan untuk melabuhnya.
Pada foto tersebut terlihat satu sosok Abdi Dalem yang bernama Iwan Heru Nuryanto melakukan pembungkusan Uba rampe dengan menggunakan daun pisang untuk diangkut atau dibawa dengan tandu dan Uba rampe tersebut kembali diletakkan di ancak atau jodhang untuk di bawa ke Cepuri Prangkusumo.
Sebelum ke Halaman Cepuri akan diikuti sebagian masyarakat dengan beriringan yang menunjukan bahwa kebersamaan adalah hal yang bagus, berbagai kalangan pun serta ikut membantu agar tercapainya kesuksesan dalam acara tersebut. Mereka dikawal oleh para pembantunya dan para pemikul tandu-tandu yang seluruhnya berjumlah seratus orang. Dahulu, sebelum ada kereta api dan mobil, mereka sebagian naik kuda , sebagian lagi berjalan kaki. Sehingga untuk mencapai tempat-tempat yang jauh, perjalanan mereka pulang-pergi, memakan waktu dua pekan lebih.
Pada foto tersebut para penandu sedang berjalan menuju halaman cepuri, ritual selanjutnya diadakan di halaman Cepuri, di mana terdapat dua bongkah batu keramat yang dipercaya sebagai tempat bertemunya raja raja Jogja dan Ratu Kidul, sejak zaman Panembahan Senopati.
Usai ritual di Cepuri, Uba rampe dibawa menuju tepi pantai oleh para Abdi Dalem dan Tim SAR Kawasan Parangtritis untuk dilarung ke laut. Sejumlah abdi dalem membawa sesaji untuk prosesi Labuhan Parangkusumo di Pantai parangkusumo, Bantul DI Yogyakarta. Prosesi adat yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta setiap satu tahun sekali tersebut merupakan bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilaksanakan dalam yang rangkaian Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Setibanya di tepi pantai, para Abdi dalem melakukan ritual doa. prosesi ini salah satu hal yang bisa menyukseskan ritual yang di tunjukan untuk lebih menonjolkan bahwa kelestarian dari adat labuhan keraton masih berjalan dengan baik.
Setelah ritual doa selesai dilanjutkan dengan melarung Uba rampe dengan dibantu masyarakat sekitar yang menghormati adat labuhan, hampir seluruh warga turut serta dalam kirab dengan mengenakan berbagai macam busana. Uba rampe yang diusung dengan tandu juga beraneka ragam. Ini adalah Titik akhir kirab yang menjadi tempat dilabuhnya berbagai macam Uba rampe yaitu Pantai Parangkusumo.
Pada foto ini terlihat Abdi Dalem yang membawa sesaji untuk dilarung atau dihanyutkan ke Laut Selatan. Melarung sejumlah sesaji dan Uba rampe ke laut di bawah terang matahari, acara labuhan mencapai puncaknya.
ADVERTISEMENT