Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tantangan terhadap Perkembangan Komunitas Mobile Legends di Indonesia
17 Desember 2021 15:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tegar Izzulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mobile Legends: Bang-Bang, atau yang biasa dikenal dengan singkatan MLBB ataupun ML merupakan permainan online berjenis Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Moonton. Game ini dapat dimainkan melalui smartphone, baik Android maupun IOS. Mobile Legends menawarkan permainan multiplayer yang dimainkan oleh 10 pemain yang akan dibagi menjadi dua tim. Masing-masing tim akan saling bertarung menggunakan karakter yang sudah dipilih untuk mempertahankan base turret, serta menghancurkan base turret milik lawan. Pada saat ini, game ini merupakan salah satu game online yang paling banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Komunitas Mobile Legends di Indonesia berkembang cukup pesat dalam kurun waktu terakhir. Tercatat semenjak rilisnya game Mobile Legends pada Juli 2016 lalu, Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi besar atas kepopuleran game ini. Dilansir dari Suara.com (11/08), Martinus Manurung selaku Head of Marketing & Business Development Esports Moonton Indonesia menjelaskan bahwa jumlah pemain aktif Mobile Legends bulanan (Monthly Active User) di tingkat dunia mencapai lebih dari 90 juta. Sementara jumlah pemain Mobile Legends di Asia Tenggara (pemain aktif bulanan) menyentuh angka 70 juta. Dan yang lebih menarik, dari angka tersebut, hampir 50 persen pemain Mobile Legends di Asia Tenggara merupakan pemain dari Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis Esport Charts, tim terpopuler Mobile Legends 2020 didominasi oleh tim Indonesia, di mana dari 10 tim teratas, tujuh tim merupakan tim esport Indonesia, meliputi: RRQ Hoshi, Alter Ego, Evos Legend, Onic Esport, Bigetron Alpha, Genflix Aerowolf, dan Geek Fam ID, kemudian tiga tim lainnya merupakan tim esport dari Filipina, meliputi: Execration, Onic PH, dan Bren Esport. Game online berjenis MOBA sendiri memang lebih cepat berkembang di Asia, terutama Asia Tenggara, dibandingkan region Amerika ataupun Eropa. Mobile Legends sendiri menduduki posisi mobile esport terpopuler di Indonesia dibandingkan dengan mobile esport populer lain, seperti PUBG Mobile, dan juga Free Fire.
ADVERTISEMENT
Statistik penonton turnamen Mobile Legends di Indonesia mengungguli negara dengan kontribusi besar lainnya, meliputi: Filipina, Kamboja dan Myanmar. Namun, sayangnya perkembangan komunitas Mobile Legends di Indonesia tidak diimbangi dengan sikap respect dari suporter. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya konflik SARA dan juga aksi saling jual beli hujatan antar suporter, baik pada saat menonton live pertandingan Mobile Legends, maupun kolom komentar media sosial pemain ataupun tim esport mobile legends. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan suasana suporter mobile legends pada 2019 lalu, di mana komunitas antara satu tim dengan tim lain masih saling mendukung dan menghargai satu sama lain.
Aksi saling menghujat biasanya terjadi karena ketidakadaannya sikap dewasa antar suporter, serta fanatisme yang berlebihan sehingga merasa tim ataupun pemain yang didukungnya harus selalu berada di posisi teratas. Saking parahnya, tuntutan konsistensi tersebut bukan semata-mata karena ingin tim atau pemain yang dibelanya menang, namun juga karena tidak ingin kekalahan tim atau pemain yang dibelanya menjadi bahan hinaan oleh pihak lain. Komunitas gamers sendiri pada umumnya memang seringkali berperilaku toxic (merusak kenyamanan orang lain secara sengaja) sebagai pelampiasan atas emosi yang dirasakan.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Hybrid (12/18), Menurut riset yang dilakukan oleh Haewoon Kwak (Qatar Computing Research Institute), ada beberapa hal yang membuat game online rawan menjadi tempat munculnya perilaku toxic, antara lain:
• Elemen kompetitif. Berbagai game online yang kompetitif membuat seseorang terdorong untuk mengutamakan kemenangan di atas segalanya, kita sebagai pemain ataupun penonton akan merasa bahwa game itu tidak menarik apabila kita tidak menang.
• Anonimitas. Karena berlindung di balik nickname dalam sebuah game, dan merasa kemungkinan besar tidak akan bertemu langsung dengan orang-orang yang bermain bersama kita, kita jadi merasa bahwa semua ucapan atau perbuatan kita di game online ataupun platform media lain tidak memiliki konsekuensi.
• Counterfactual thinking. Sebuah fenomena psikologi di mana ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, kita cenderung membayangkan kejadian alternatifnya. Sebagai contoh, “Andai kamu nggak maksa maju, saat ini kita pasti sudah menang!” Counterfactual thinking bisa berdampak positif (bahan evaluasi), tapi juga bisa mendorong kita untuk menyalahkan orang lain.
ADVERTISEMENT
• Kultur sosial negatif. Ketika kita tumbuh di kalangan masyarakat yang individualis, tidak mengajarkan empati, dan merasa senang melihat orang lain susah, tinggal menunggu kesempatan saja sebelum keburukan-keburukan itu muncul dari diri kita. Situasi pada game online banyak menawarkan kesempatan tersebut.
Jika situasi seperti ini dibiarkan terus terjadi, dikhawatirkan dapat merusak mental atau kejiwaan seseorang, dan yang lebih parah lagi dapat menjadi konflik dalam kehidupan nyata. Sinergi antara pemain, pemain profesional, konten kreator, dan juga media sangat diperlukan untuk saling menjaga nama baik komunitas. Selain itu, masyarakat sebagai individu juga perlu memiliki kesadaran bahwa dirinya hidup dalam suatu anggota kelompok tertentu sehingga setiap perbuatan yang dilakukan memiliki konsekuensi. Sebagai makhluk yang berakal, kita tentunya perlu menumbuhkan sikap empati agar tidak senonoh dalam berperilaku. Dengan begitu, harapannya komunitas Mobile Legends dapat berkembang dan berevolusi menjadi kesatuan yang bersifat positif.
ADVERTISEMENT