Coki Pardede dan Pentingnya Kesehatan Mental

Teguh Irawan
Industrial Engineer from Bhayangkara of University / Pekerja Swasta
Konten dari Pengguna
8 September 2021 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teguh Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source : dok Ronny / kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
source : dok Ronny / kumparan.com
ADVERTISEMENT
Disadari atau tidak kesehatan mental menjadi isu yang cukup marak dibicarakan beberapa waktu belakangan ini, terutama dalam lingkup-lingkup tertentu misalnya di dunia kerja, hubungan pekerja, dan bosnya atau dalam berbagai sektor industri lainnya.
ADVERTISEMENT
Kasus yang sedang ramai baru-baru ini yaitu penangkapan salah satu komika terkait penyalahgunaan narkoba beberapa hari lalu cukup menarik perhatian saya.
Setelah melihat video penangkapan tersebut saya langsung mencari info tentang seluk beluk komika tersebut aka Coki Pardede. Sebelumnya, saya juga sudah cukup menaruh perhatian kepada pelaku, materi-materi komedinya, beberapa interview-nya hingga cuitan-cuitannya yang menjadi kasus di luar kasus narkoba ini sendiri. Kesimpulan awal saat itu adalah bahwa Coki bisa dikenal hanya karena dia menggunakan “sesuatu yang baru” dalam komedinya tanpa dibarengi kualitas yang bagus. Kualitas yang saya maksud adalah cara dia mengambil referensi dan pengaruhnya terhadap audiens atau penontonnya. Kolaborasinya bersama Habib Jafar dan beberapa video bersama partner-nya, Muslim, yang beberapa kali saya tonton di YouTube (banyak yang tidak sampai tuntas) menegaskan kesimpulan saya. Alih-alih memberikan hiburan yang berdampak positif, mungkin hampir semua komedi yang Coki sampaikan mengandung sesuatu yang mudah disalahartikan dan sangat berpotensi berdampak negatif terhadap penontonnya.
ADVERTISEMENT
Mungkin, konten bersama Habib Jafar adalah salah satu atau satu-satunya yang menjadi pengecualian. Dalam konten “Pemuda Tersesat” Habib Jafar dapat menjadi nakhoda yang baik hingga beberapa isi konten tersebut menjadi sesuatu yang segar dalam katakanlah dakwah islam untuk anak muda. Saya lebih suka menyebutnya dengan istilah Fiqih Modern, karena di situ terdapat pertanyaan-pertanyaan yang nyentrik dan harus dijawab dengan menggunakan tools agama.
Kembali ke kasus narkoba yang dilakukan Coki Pardede (selanjutnya akan disebut CP), pertanyaan saya adalah alasan yang melatarbelakangi dia menggunakan barang haram tersebut (di luar dari penggunaannya yang membuat mual dan orientasi seksualnya), hal-hal yang pada akhirnya menuntun CP kepada jalur neraka.
Hingga kemudian tibalah saya kepada video Deddy Corbuzier yang juga membahas kasus ini. Dari kesaksian rekan kerjanya, sebenarnya mereka sudah mengetahui bahwa CP ini adalah seorang pecandu sejak lama (sebelum penangkapan langsung dari BNN) kemudian obrolan beralih ke masalah-masalah yang menimpa CP secara personal. Dan dari beberapa pernyataan-pernyataan mereka saya bisa menarik kesimpulan bahwa orang ini, Coki Pardede, mengalami gangguan kesehatan mental yang tidak bisa ia lawan hingga (mungkin) narkoba adalah salah satu cara dia untuk “mengobati” gangguan tersebut yang pada akhirnya mengantarkan dia untuk memakai "baju oranye".
ADVERTISEMENT
Seberapa pentingkah kesehatan mental ini, hingga ketenaran, uang yang cukup atau kemewahan hidup tak bisa menjamin seseorang untuk mempunyai mental yang sehat?
Dari berbagai sumber media, orang-orang saat ini saya rasa sudah menempatkan kesehatan mental sebagai sesuatu yang penting dan krusial dalam aspek hidup mereka. Terutama di kalangan milenial (termasuk saya) yang terkenal lebih santai dan gampang memilih jalan pintas, bekerja dengan gaji yang tinggi tetapi mendapatkan mental tertekan menjadi pilihan yang rasa-rasanya kurang diminati, beberapa cenderung memilih pekerjaan yang mempunyai proporsi kesehatan mental yang seimbang dengan beban kerja dan beranggapan gaji bukanlah faktor utama dalam memilih suatu pekerjaan (berdasarkan Survei Deloitte Indonesia Perspectives tahun 2019).
Dari faktor pentingnya kesehatan mental tersebut, beberapa perusahaan sudah mulai menyadari akan peran kesehatan mental ini. Perusahaan tempat saya bekerja misalnya, ia sudah memberikan pelayanan psikolog gratis untuk karyawan guna menampung masalah di dalam ataupun di luar pekerjaan, sesuatu yang layak untuk diapresiasi. Dan kabar baiknya masih banyak psikolog gratis yang mudah sekali kita temui di internet hanya dengan beberapa kali klik saja.
ADVERTISEMENT
Dari penangkapan CP, saya bisa mengambil pelajaran yang cukup penting. Kesehatan mental yang beberapa tahun lalu adalah sesuatu hal yang biasa saja bahkan cenderung kita sepelekan ternyata adalah sebuah hal yang patut kita prioritaskan, karena jika tidak ditangani dengan benar ia bisa membuat isu-isu baru dalam hidup kita, contoh nyatanya adalah penyalahgunaan narkoba oleh CP ini.
Ketika mental kita yang sedang porak-poranda tidak karuan, sejatinya banyak cara untuk meredamnya. Salah satunya layanan kesehatan mental seperti psikiater atau psikolog yang sudah dijelaskan sebelumnya. Atau mungkin dengan guru atau seseorang (bidang agama atau bidang lainnya) yang kita percayai dan kita yakini bisa menyelesaikan atau paling tidak bisa membantu masalah yang sedang kita alami.
ADVERTISEMENT
Intinya adalah kesehatan mental adalah sebuah masalah yang serius dan sudah sepantasnya kita mulai membuka diri terhadap permasalah ini. Sepatutnya, kita tidak menertawakan seseorang yang sedang bercerita tentang masalah hidupnya kepada kita atau menganggap permasalahan hidup mereka lebih ringan dari apa yang kita alami, dsb. Karena tentu saja kita tak pernah tahu seberapa besar kemampuan seseorang dalam menghadapi permasalahan dalam hidupnya.
Dan jika kita sendiri yang mengalami gangguan kesehatan mental, agar tak sungkan-sungkan untuk menghubungi profesional guna membantu kita, bukan berarti kita lemah atau tak mempunyai iman yang kuat untuk menjalani takdir dari Sang Pencipta, tetapi gunung yang sebesar itu saja bisa meletus ketika isi di dalamnya yang sudah terlalu panas. Apalagi dengan kepala kita yang jauh lebih kecil apalagi dengan kita manusia yang hakikatnya begitu lemah. Terlebih lagi agar kasus-kasus kriminal seperti yang dialami CP tidak terulang kembali.
ADVERTISEMENT