Konten dari Pengguna

RRI dan Tantangan Efisiensi: Catatan Hari Radio Sedunia

Teguh Tri Sartono
Pendengar RRI
13 Februari 2025 10:31 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teguh Tri Sartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi radio. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi radio. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Hari ini, 13 Februari 2025, ditetapkan oleh UNESCO sebagai Hari Radio Sedunia atau World Radio Day. Momen peringatan kali ini mungkin kurang menyenangkan bagi sebagian angkasawan dan angkasawati RRI. Mereka masih belum tenang karena dihadapkan dengan ancaman. Mereka, baik yang berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun Pegawai Bukan Pegawai Negeri Sipil (PBNS) terancam tak bisa lagi "mengudara" imbas kebijakan efisiensi anggaran.
ADVERTISEMENT
Walau kemarin, 12 Februari 2025, dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan pimpinan RRI, TVRI, dan Kantor Berita ANTARA. Saat itu, Dirut RRI Hendrasmo memastikan tak akan ada PHK untuk seluruh karyawan, tapi tetap saja kegundahan itu masih ada.
Di beberapa media, Direktur Layanan & Pengembangan Usaha sekaligus Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, pernah menyatakan:
Namun pendapat saya berbeda. Ketimbang peran yang "tidak rutin seperti ASN", justru merekalah "backbone" dari sebuah ekosistem penyiaran dalam tubuh organisasi RRI. Saya sulit membayangkan apa yang akan diisi dalam siaran jelang lebaran? RRI meliput mudik tanpa reportase kontributor di berbagai pelosok daerah?
Dengan segala keterampilannya, segenap crew siaran, mulai dari anchor, penyiar, produser, co-produser, kontributor, operator, teknisi studio, teknisi pemancar, dan yang lainnya adalah talenta dan sumber daya yang seharusnya tidak menjadi pihak yang paling dirugikan dalam kebijakan efisiensi anggaran. Think first think, sesungguhnya "core of the core" dari kerja kerja radio adalah siaran. Tidak selayaknya jika mereka harus dikorbankan dalam situasi ini.
ADVERTISEMENT

Talenta dan Sumber Daya

Peraturan Direktur Utama RRI No 3/2023 tentang Pedoman Sistem Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip Dinamis di RRI yang sesungguhnya bisa saja dihadapi dengan UU No. 14/2008 tentang keterbukaan Informasi Publik, utamanya Pasal 17 tentang informasi yang dikecualikan yang memungkinkan dilaksanakannya uji konsekuensi untuk mengetahui informasi berapa besaran alokasi anggaran, dari pos mata anggaran mana saja sebuah program berjalan, berapa biaya pengadaan, biaya perawatan, biaya operasional seluruh stasiun dan pemancar di setiap wilayah.
Namun tetap saja saya kesulitan untuk mengetahui sesungguhnya berapa jumlah pegawai RRI atau peralatan, equipment, dan fasilitas apa saja yang merupakan aset RRI yang terdampak akibat kebijakan efisiensi anggaran ini.
Hasil rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan pimpinan RRI, TVRI, dan pimpinan ANTARA 12 Februari 2025 kemarin, teridentifikasi pagu awal anggaran RRI untuk tahun anggaran 2025 menurun yang semula sekitar Rp1,07 triliun berkurang karena terpotong efisiensi sehingga setelah proses rekonstruksi dan refocusing anggaran jumlahnya menjadi sekitar Rp899 miliar. Begitu juga dengan asumsi PNBP yang terkonfirmasi turun sehingga jumlahnya menjadi sekitar Rp14 miliar. Sedangkan untuk tugas fungsi, operasional, dan belanja modal RRI tahun anggaran 2025 dialokasikan sekitar Rp337 miliar.
ADVERTISEMENT
Data yang dihimpun, di tahun 2023 tercatat setidaknya jumlah PBPNS di RRI mencapai 776 personel atau 17% dari 4.670 pegawai RRI, sedangkan untuk PPPK jumlahnya mencapai 1.590 personel, setara dengan 35% jumlah pegawai RRI yang tersebar di 69 satuan kerja dan 33 studio produksi yang merupakan perpanjangan siaran di daerah remote.
Mereka semua mengabdi menjalankan tugasnya, karya kerja mereka tersebar di 168 program yang ada, publik lebih mengenalnya dengan sebutan RRI Pro 1, RRI Pro 2, RRI Pro 3, dan RRI Pro 4. Semua itu diamplifikasikan oleh 659 pemancar yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Bahkan siaran luar negeri.
Saya berpendapat, efisiensi demi keberlanjutan siaran bisa mulai dilakukan dengan melakukan refocusing anggaran, selektif dalam belanja, baik belanja barang maupun belanja modal, optimalisasi sumber daya yang ada dan memaksimalkan anggaran yang tersedia.
ADVERTISEMENT
Efisiensi anggaran menurut saya juga bisa dieksperimenkan di variabel kelas jabatan RRI, misalnya melakukan pemotongan tunjangan kinerja, dengan menerapkan subsidi silang sesuai kelas jabatan yang berlaku dalam lingkungan RRI. Usulan simulasi subsidi silang ini juga harus melibatkan koordinasi lintas sektoral kementerian agar pelaksanaannya sesuai dengan UU dan mengacu pada regulasi Kemenpan RB juga BKN.
Usulan ini tentunya juga harus memperhatikan evaluasi kinerja karyawan sesuai bobot KPI yang di bebankan dengan parameter yang terukur, objektif, dan transparan serta tentunya tetap fokus melihat beban kerja dan tanggung jawab masing masing karyawan di setiap satuan kerja RRI.
Sesuai dengan lampiran 1 peraturan Dirut RRI No 1/2024 saat ini ada 16 kelas jabatan di RRI dengan besaran tunjangan kinerja bervariasi, interval Rp 1,7 jutaan untuk kelas jabatan terendah hingga angka Rp 17 jutaan untuk kelas jabatan tertinggi di RRI.
Ilustrasi radio. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Penulis juga mencoba membandingkan RRI dengan radio swasta yang lebih "easy listening" di telinga masyarakat dalam siarannya. Ada radio swasta yang memiliki jumlah pendengar lebih banyak dari RRI. Radio swasta kerap menyajikan program dan konten yang lebih variatif dan menarik, siaran yang lebih dekat dan memiliki proximity dengan audiens serta informasi yang disampaikan memenuhi rasa ingin tahu pendengar.
ADVERTISEMENT
Apalagi jika bicara iklan, walaupun RRI dalam konteks Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tidak diperkenankan untuk bermain di ranah komersil jauh lebih dalam, namun tak ada salahnya jika RRI berani sedikit berkreasi, berimprovisasi, dan berinovasi tetap dalam koridor dan rambu kerangka yang ada karena ada juga target asumsi PNBP yang tersematkan di LPP RRI.
Sekarang mari kita lihat ajang pencarian bakat menyanyi melalui pemilihan Bintang Radio, Pekan Tilawatil Quran, Sandiwara Radio, Pentas Wayang Kulit Semalam Suntuk, atau pertunjukan seni lain dan sejenisnya yang mahal ongkos produksinya dan masih disiarkan oleh beberapa stasiun daerah RRI. Think twice, atas nama pelestarian nilai nilai luhur keagungan dan keanekaragaman budaya bangsa, saya sepakat untuk tetap menyiarkan itu sebagai perekat pemersatu sekaligus menggali dan memaksimalkan potensi segenap anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Namun di tengah kondisi keuangan negara saat ini, yang fokus pada asta cita refocusing, anggaran adalah keniscayaan. Karenanya program ini menurut hemat saya sebaiknya dihentikan sementara kecuali ongkos produksi tidak dibebankan kepada RRI seraya mengintip adakah peluang masuknya iklan dalam program ini untuk memangkas biaya produksi.

Konvergensi dan Multiplatform

Disrupsi informasi di era digitalisasi meniscayakan radio kini tak cukup lagi hanya mengamplifikasi bunyi, konvergensi dan transformasi menjadi kunci. Berubah atau mati.
Masalahnya adalah konvergensi yang meniscayakan pelibatan teknologi itu ongkosnya tidak murah. Dan pilihan antara ongkos produksi yang tinggi dengan diksi mati sesungguhnya juga kurang sepadan, karena teknologi adalah investasi yang pada akhirnya justru memperkecil biaya ongkos produksi.
Apresiasi harus penulis berikan kepada RRI yang sudah menggagas agar setiap produknya terkonvergensi, termultiplatform, kini transformasi itu terus berevolusi dan berkembang menjadi lebih baik, RRI.NET dan RRI Digital dengan tagline "Lihat yang Anda Dengar" adalah langkah visioner menjawab tantangan.
ADVERTISEMENT
Sebuah cara baru dihadirkan kepada masyarakat untuk menikmati produk RRI di berbagai layanan platform, walau sejumlah teman sayamenyindirnya dengan kelakar satir menyalahi "khitah siaran" karena sesungguhnya hakikat keunggulan radio dari media lain adalah fleksibilitas dalam menikmati siaran. Pendengar bisa tetap menjalankan apa saja kegiatan rutinnya sambil tetap mendengarkan radio tanpa khawatir akan terganggu aktivitasnya seperti berolahraga, sambil menyetir, sambil bekerja, atau aktivitas lainnya.
Teknologi lainnya terkait efisiensi adalah mulai diperkenalkannya Digital Radio Mondiale (DRM). Ini adalah sebuah sistem pemancar penyiaran digital universal dan terbuka untuk semua frekuensi penyiaran. Sistem ini mengkombinasikan siaran terestrial analog yang selama ini boros biaya produksi dengan sistem siaran digital. Dalam satu kanal frekuensi DRM dapat menampung hingga 4 program siaran full audio, atau 3 program siaran audio beserta text data. Lalu pertanyaan selanjutnya apa kabar wacana penggabungan TVRI, RRI, dan ANTARA? Apa kabar rencana penyusunan RUU RTRI?
ADVERTISEMENT
Selain digunakan sebagai media penyampaian konten siaran baik berita maupun kepentingan komersial sesuai aturan, seharusnya RRI bisa saja memaksimalkan fungsi DRM dengan sesuatu yang bermanfaat dan memiliki potensi nilai tambah, baik untuk kepentingan nasional maupun kepentingan keuangan RRI. Misalnya mengkolaborasikan perangkat itu dengan sistem peringatan dini/early warning system BMKG dan berkoordinasi dengan BNPB di daerah rawan bencana untuk membantu mitigasi, atau percepatan menjangkau siaran RRI di daerah fakir signal seperti daerah terpencil, terdepan dan daerah terluar di mana infrastruktur internet belum merata.
Dokumen pribadi Teguh Tri Sartono Foto: Teguh Tri Sartono

Peran Para Petinggi RRI

Koreksi dengan tetap mempertahankan harmoni antara Dewan pengawas (Dewas) RRI dan Jajaran Direksi RRI dalam konteks rekonstruksi dan refocusing anggaran memang layak dilakukan. Sehingga narasi yang muncul di masyarakat seolah membenturkan efisiensi anggaran RRI dengan Asta Cita tidak lagi terjadi.
ADVERTISEMENT
Sinergi yang sudah tercipta antara keduanya selama ini tidak harus terhenti karena koreksi ini. Kolaborasi keduanya untuk melewati masa sulit RRI masih dibutuhkan, karena koreksi dalam relasi kuasa adalah dinamika yang biasa dalam interaksi organisasi. Walau dalam proses pemilihan para anggotanya, baik Dewas RRI maupun Direksi RRI, kedua kelompok petinggi RRI ini meninggalkan catatan tersendiri yang membuat saya tersenyum. How come Ketua Dewas RRI periode terdahulu bisa "bertukar tempat posisi jabatan " dengan posisi Direksi di periode saat ini? Seolah tak ada lagi talenta dan potensi anak negeri yang layak untuk berpartisipasi berkontribusi di Lembaga Penyiaran Publik ini.
Akhirnya, saya berharap semoga RRI bisa melewati masa sulit ini, dengan tetap menjadi alat perjuangan Republik, mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI, penjaga serta perekat persatuan dan kesatuan, pelestarian keluhuran budaya Nusantara, seraya terus bergegas mengeluarkan jurus mengakselerasi menyegerakan transformasi RRI agar setara dengan BBC, VOA, NHK, ABC, CRI, atau world class broadcasting lainnya. Boleh kaaan yaaaa berharap, yang penting masih samakan slogan kita semua: "Sekali di udara tetap di udara" atau sudah berubah "Sekali streaming tetap streaming".
ADVERTISEMENT