Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pemilu dan Demokrasi Sebagai Modal Sosial Negara Indonesia
2 November 2023 21:34 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Teguh Imam Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terhitung 75 hari lagi masyarakat Indonesia akan sama-sama meramaikan pesta demokrasi atau Pemilihan Umum. Tepatnya pada tanggal 24 Februari 2024, pesta demokrasi akan diselenggarakan. Pemilu pada tahun depan akan semakin semarak karena bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, dan DPD RI.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, tahun depan kita akan bersama-sama menghadapi pemilu serentak. Ini akan menjadi hajat besar bagi negara dan demokrasi di negeri ini. Mengingat pemilu tahun depan akan berdampak pada segala sektor, maka akan menarik jika kita menilik ke belakang dan melihat bagaimana pemilu dan demokrasi sebagai modal sosial bagi masyarakat.
Modal sosial pada dasarnya merupakan konsep yang merujuk pada sumber daya sosial yang memiliki oleh individu atau kelompok dalam masyarakat. Tiga tokoh sentral yang berhasil memperkenalkan pemikiran ini, yakni Pierre Bourdieu, Robert Putnam, dan James Coleman.
Pertama, Pierre Bourdieu sosiolog asal Prancis yang mengembangkan pemikiran modal sosial sebagai pecahan dari pemikirannya tentang kapitalis sosial. Secara sederhana, Bourdieu melihat bahwa modal sosial merupakan kumpulan nilai, norma, dan praktik sosial yang melekat pada individu dan kelompok masyarakat. Lebih lanjut, Bordieu menjelaskan bahwa interaksi akan menjadi bagian penting untuk meraih keuntungan pada bentuk informasi, dukungan, dan koneksi.
ADVERTISEMENT
Kedua, seorang ilmuwan politik asal Amerika kemudian mengembangkan pemikiran Bourdieu. Robert Putnam berpandangan modal sosial dalam konteks partisipasi politik dan keterlibatan masyarakat. Partisipasi politik masyarakat menjadi kunci dari pemikiran Putnam ini.
Partisipasi politik dalam balutan kegiatan sosial menjadi contoh yang dilakukan oleh masyarakat menurut Putnam. Karena pada partisipasi masyarakat akan bermuatan dengan jaringan sosial, norma, kepercayaan, dan kerja sama. Mutual trust atau rasa saling percaya merupakan kohesifitas yang dalam masyarakat penting dalam menurut Putnam.
Ketiga, sosiolog Amerika juga berpendapat juga ikut dalam mengembangkan pemikiran modal sosial. James Coleman melihat modal sosial dalam konteks pendidikan. Coleman melihat bahwa keluarga dan lingkungan menjadi modal sosial yang mampu memengaruhi pencapaian akademik. Kemudian, Coleman juga menjelaskan bahwa modal sosial pada pendidikan mencakup nilai sikap, sumber daya lingkungan, dan harapan keluarga.
ADVERTISEMENT
Kembali pada pembicaraan di awal, Pemilu merupakan hal di dalamnya terdapat modal sosial. Pesta demokrasi yang akan diselenggarakan tahun depan tersebut tentu akan membutuhkan promosi, koneksi, dan dukungan untuk menyukseskan Pemilu tahun depan. Sama halnya dengan pemikiran Bourdieu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan DPR akan bersinergi untuk mampu menyebarkan informasi dan dukungan dari masyarakat Indonesia.
Tidak hanya itu, mutual trust atau rasa saling percaya merupakan modal sosial yang harus dibangun oleh penyelenggara Pemilu di atas. Pemikiran Putnam akan modal sosial dan Pemilu tahun depan jelas menjadi hal yang tidak mudah diciptakan. Sebab hubungan kepercayaan antara penyelenggara Pemilu dan masyarakat menjadi salah satu poin krusial pesta demokrasi ini tidak kehilangan marwahnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian yang tidak penting yakni modal sosial akan dalam Pemilu tahun sosial sumber daya sosial dan lingkungan. Coleman menjelaskan bahwa modal sosial, seperti sumber daya lingkungan dan sosial akan berperan penting. Suksesnya Pemilu dari awal sampai perhitungan suara tentu akan membutuhkan tenaga-tenaga yang berkompeten.
Dalam hal ini Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) yang bertugas di lapangan, dari tingkat Provinsi sampai dengan kelurahan menjadi hal yang harus diperhatikan. Ketersediaan sumber daya yang mumpuni tentu akan membuat Pemilu akan terlaksana dengan jujur dan adil.