Pendidikan Tinggi Cetak Lulusan Pengangguran?

Teguh Imam Wahyudi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga.
Konten dari Pengguna
26 Agustus 2023 13:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teguh Imam Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Para pencari kerja memadati arena Job Fair Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
zoom-in-whitePerbesar
Para pencari kerja memadati arena Job Fair Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan di Indonesia tidak henti-hentinya menarik perhatian bagi kita semua. Pendidikan yang seharusnya mampu menjadi tempat kritis, aman, dan mudah di akses bagi anak-anak di Indonesia, tetapi menjadi tempat yang sulit untuk dijajaki anak-anak negeri.Akses pendidikan di negeri ini masih menjadi kendala bagi anak-anak di pelosok negeri.
ADVERTISEMENT
Alih-alih mendapatkan kualitas pendidikan yang berkualitas, banyak anak-anak negeri yang kesulitan dalam mengakses pendidikan. Tidak hanya akses pendidikan yang sulit didapat, masalah akan ketidaksesuaian antara kegiatan belajar atau kurikulum dengan dunia kerja sering kali menjadi perdebatan panjang bagi siapa pun.
Khususnya dalam perguruan tinggi acap kali pemilihan program studi dan minat mahasiswa tidak selaras. Kemudian, hal tersebut akan menyebabkan materi yang didapatkan tidak sesuai dengan potensinya. Untuk itu, perlu tindakan yang berkesinambungan antara siswa dan pemerintah, dan kebutuhan pasar.
Dikeluarkannya Perpres Nomor 68 Tahun 2022 sebagai bagian dari kerangka regulasi UU Cipta Kerja nyatanya masih belum mampu menekan angka pengangguran khususnya bagi mereka yang duduk di bangku pendidikan paling atas. Data terbaru dari BPS, tahun 2022, data tersebut tersebut berhasil di dapat dari (Sakernas) Survei Angkatan Kerja Nasional.
ADVERTISEMENT
Data tersebut menyebutkan bahwa angka pengangguran terbuka bagi lulusan diploma dan sarjana menyentuh angka 9,39%. Apa yang sebenarnya terjadi dengan sistem pendidikan kita saat ini? mengapa masih banyak lulusan pendidikan tinggi yang susah mendapat pekerjaan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Helmiati Basri, mengatakan bahwa link and match antara dunia pendidikan, industri, dan kebutuhan kerja sangat diperlukan. Hal tersebut penting agar lulusan lembaga pendidikan dapat terserap di dunia kerja.
Ia juga meminta untuk Politeknik Ketenagakerjaan mengupayakan link and match dengan mengatasi masalah under qualification yang berada di perguruan tinggi. Kompetensi hard and soft skill yang sesuai dengan bidangnya diharapkan mampu mendorong penyerapan di dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Kasus yang terjadi di atas merupakan masalah yang ada di sistem pendidikan Indonesia. Tantangan dunia industri dan penyiapan dunia kerja sering kali menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan. Celah antara kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dengan lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi juga menjadi masalah sampai saat ini. Hal tersebut dapat menjadi masalah sosial yang serius nantinya. Pasalnya dunia kerja akan langsung berhubungan dengan realitas masyarakat.
Kasus di atas dapat di lihat dari teori pendidikan represif oleh Paulo Freire. Ia menyoroti bagaimana pendidikan yang digunakan sebagai alat kontrol sosial oleh kaum elite untuk menjaga status quo mereka. Sementara kebutuhan dan hak-hak kaum miskin di abaikan.
Sering kali kurikulum dan metode pengajaran cenderung memaksakan pengetahuan tanpa memperhatikan konteks sosial dan budaya siswa, dan lebih fokus pada kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan industri dan pasar kerja. Untuk itu, masalah Link and Match di atas masih belum bisa di selesaikan.
ADVERTISEMENT
Teori ini juga menyoroti pendekatan Banking education atau pendidikan perbankan, artinya menempatkan siswa sebagai penerima informasi pasif dan menempatkan guru atau dosen sebagai pengetahuan otoriter. Freire menekankan bahwa harusnya pendidikan dapat menjadi alat pembebasan di mana siswa dan tenaga pengajar harus mampu bekerja sama untuk mengatasi masalah sosial. Dalam konteks Indonesia, pendidikan harus memperhatikan kebutuhan dan kondisi sosial siswa, dan menekankan pada kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan kreatif serta membangun kemampuan untuk berkolaborasi dan memecahkan masalah.
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia segera dibutuhkan, dengan mengakui hak-hak dan kebutuhan siswa yang berbeda, melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran. Di sisi lain hubungan antara pendidikan dan dunia kerja harus diperkuat, di antaranya seperti memperluas akses magang, program pelatihan, jejaring kemitraan lembaga pendidikan dengan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, siswa akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman yang relevan dengan permintaan pasar kerja, dan sistem pendidikan dapat berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia.