3 Pepatah Cinta BJ Habibie Sebagai Bekal Pernikahan Saya

Konten Media Partner
12 September 2019 13:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Ingatan pertama saya soal B.J. Habibie adalah profesor yang disebut dalam lirik lagu Joshua Suherman. Kerjanya bikin pesawat terbang. Mendengar lagu tersebut, saya baru menyadari, betapa beliau seorang pionir dalam kebangkitan teknologi negeri.
ADVERTISEMENT
Jelang dewasa, di masa pertengahan perkuliahan, orang-orang saat itu terdampak "Habibie-Ainun" fever. Film tersebut tayang di layar lebar. Saya ikut menonton. Tetapi, karena saya sedang muak dengan segala macam karya seni perbucinan-- film tersebut tidak membuat saya mengharubiru.
Beberapa tahun kemudian, saya menikah. Ajaibnya pernikahan adalah merubah diri yang dulu skeptis terhadap romansa-- menjadi sedemikian gandrung. Bukan tipe gandrung yang hanya menikmati manisnya saja. Namun, belajar apa resep-resep untuk menjaga romansa, di kala cerah maupun mendung dalam rumah tangga.
Saya baru menghayati, betapa berharganya Ainun dalam hidup Habibie. Begitupun sebaliknya. Seorang kawan menyejajarkan bakti Ainun terhadap Habibie, serupa dengan bakti Ani Yudhoyono terhadap Susilo Bambang Yudhoyono.
Saya, ganjilnya, teringat Yoko Murakami yang dengan setia namun cerdas mendampingi Haruki Murakami (suaminya) dalam melahirkan novel-novel bestseller. Yoko adalah editor yang pertama kali mengecek karya-karya Haruki. Tentu teringat pula bagaimana Ibunda Khadijah, perempuan tangguh nan lembut, mengokohkan tugas suci Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Melihat pepatah-pepatah cinta dari Habibie, rasanya cukup membuat batin ini 'kesetrum'. Namun, apalah arti nasihat dan pepatah, jika tidak berdampak bagi kehidupan kita. Akhirnya, saya mengumpulkan 3 pepatah cinta B.J. Habibie yang berkesan bagi saya. Kemudian saya menghayatinya untuk pernikahan saya.
Pepatah-pepatah tersebut, ialah:
"Cinta tidak berupa tatapan satu sama lain, tetapi memandang ke luar bersama ke arah yang sama."
Foto: Unsplash.com
Dalam awal perjalanan rumah tangga, adalah wajar jika satu sama lain saling mengangumi. Istri tersengat aura suami, suami terdekap pesona istri. Namun, beberapa bulan setelahnya, ada realita-realita yang mesti dihadapi oleh keduanya.
Saya mengamati, dalam keberjalanan berbagai rumah tangga-- ada pasangan suami istri yang kompak selaras seirama. Seolah mereka tahu hendak kemana mereka pergi.
ADVERTISEMENT
Ada pula yang berjalan sendiri-sendiri. Baik yang sama-sama saling bekerja, maupun yang 'suami kerja-istri di rumah, tetapi tidak terhubung satu sama lain'. Menjalani kehidupan pun sekadar rutinitas. Tidak ada mimpi-mimpi, sederhana maupun mega, yang menjadi ruh dari pernikahan mereka.
Sedangkan B.J. Habibie memiliki misi hidup mulia. Ia tak menyimpan ambisinya sendiri sebagai bentuk 'passion lelaki yang tak mau diganggugugat, perempuan tahu beres saja dan kerjakan hal yang lain'. Habibie berbagi misi mulianya pada istri, kemudian sang istri setia menopang.
Hal ini menjadi pembelajaran bagi saya-- untuk menemukan apa misi hidup suami saya. Tes minat bakat kami berdua lakoni. Kami sering berdiskusi akan masa depan yang akan bersama ditempuh. Masa depan yang ditempuh, tentu berdasarkan hasil kesepakatan bersama, dengan suami sebagai nakhoda.
ADVERTISEMENT
"Seorang pria tidak akan pernah menjadi seorang pria yang besar tanpa adanya perempuan hebat di sisinya yang selalu memberi dukungan dan dan harapan dalam setiap langkap dan keputusan yang diambil."
Selama ini saya acapkali dibenturkan dengan wacana kaum feminis dan antifeminis. Seolah, titel perempuan hebat-- adalah seseorang yang bebas menentukan jalan hidupnya. Atau justru sebaliknya, sehebat-hebat perempuan, tugasnya tetap di rumah.
Mengamati bagaimana pasutri-pasutri hebat membina rumah tangganya, justru berlainan dengan dua kontradiksi di atas. Termasuk rumah tangga Habibie dan Ainun.
Semua orang, termasuk perempuan, tentu punya potensi hebatnya masing-masing. Satu sama lain unik. Penelitian dari Gallup mengatakan, ketika potensi hebat diasah terus, produktivitasnya akan meningkat 3 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Apakah dengan menikah, lantas potensi perempuan diabaikan begitu saja. Tentu sayang sekali jika ya. Sebaliknya, apakah potensi perempuan kemudian digunakan semau yang ia mau-- walau sudah bersuami. Tidak juga.
Mujur, saya dan suami sangat sadar jika satu sama lain memiliki potensi unik. Hal yang saya lakukan adalah menyalurkan segenap potensi saya untuk mendukung misi hidup suami.
Suami bekerja sebagai pekerja sosial di Program Keluarga Harapan (PKH). Saya mendengarkan kisah-kisah seru pekerjaannya. Saya yang punya bakat futuristic, juga menawarkan opsi-opsi pengembangan karir suami untuk ke depannya. Passion saya di bidang entrepreneurship, saya coba salurkan agar misi hidup suami dalam menyejahterakan masyarakat kian kokoh.
Aktualisasi potensi paling menyenangkan bagi saya, ialah menyalurkannya pada aktivitas suami.
ADVERTISEMENT
"Cinta sejati itu memandang kelemahan lalu dijadikan kelebihan untuk saling mencintai"
Foto: Unsplash.com
Seiring berjalannya pernikahan, akan terbit kelemahan-kelemahan satu sama lain. Termasuk dalam pernikahan saya dan suami. Kelemahan-kelemahan ini, acapkali merupakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pasangannya. Hal ini bisa jadi merupakan sumber petaka.
Padahal kelemahan yang ada pada pasangan saya, adalah sarana amal shalih bagi saya untuk melengkapi. Kelemahan yang ada pada diri, adalah sarana amal shalih bagi pasangan saya untuk melengkapinya. Kelemahan bisa jadi kelebihan, jika dijadikan sebagai sarana untuk saling melengkapi dan menguatkan.
--
Akhirul kalam, semoga romansa Habibie-Ainun tidak hanya kita rayakan secara dangkal. Semoga bukan giungnya saja yang didapat. Semoga dimampukan untuk mempelajari bagaimana Ainun menyokong Habibie, dan Habibie mengapresiasi Ainun-- hingga terciptalah romansa yang menghebatkan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
[Penulis: Tristia]