4 Saripati Kehidupan dari Fotografi Jalanan

Konten Media Partner
22 Februari 2019 7:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(Foto: Tristia R.)
zoom-in-whitePerbesar
(Foto: Tristia R.)
ADVERTISEMENT
Saya bukan fotografer. Apalagi fotomodel. Saya hanyalah anak ingusan (halah) yang diamanahi DSLR pemberitan orang tuaku. DSLR-ku ini sayangnya belum kugunakan maksimal. Namun, sesekali saya sok-sok menjadi turis di kota sendiri dan berburu foto menggunakan benda itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa orang lebih suka menyebutnya aktivitas "street photography" atau "fotografi jalanan". Walaupun tidak sering-sering amat melakukannya, ada beberapa manfaat yang saya dapat ketika melakukan aktivitas "fotografi jalanan" tersebut, diantaranya:

1. Melihat detail yang tidak biasa dilihat ketika memandangnya selintas

Apakah itu adalah paruh eksotis dari kawanan bangau yang kupotret di kebun binatang, atau kelopak bunga yang berserakan di jalan, atau bias cahaya kendaraan pada malam hari... Yang jelas keajaiban-keajaiban-Nya yang awalnya tersembunyi, tiba-tiba menampakkan diri secara indah lewat fotografi.
(Foto: Tristia R.)

2. Menemukan sudut pandang yang tidak biasa dari objek foto

Mungkin, seorang ibu yang menggendong anaknya akan menjadi pemandangan yang biasa-biasa saja. Namun, jika kamu memotretnya dari sudut pandang yang pas, maka pemandangan tersebut dapat menghangatkan hati.
ADVERTISEMENT
(Foto: Tristia R.)
Saya sendiri pernah berburu foto di gang dekat Pasar Baru Bandung. Saya lihat plang-plang merk elektronik bertebaran di atas bangunan. Saya pun memotretnya dari jembatan penyebrangan. Voila! Tiba-tiba saya merasa sedang berada di Tokyo tahun 80-an!

3. Melatih interaksi antar manusia

(Foto: Tristia R.)
Biasanya, interaksi dimulai ketika ada seseorang yang meminta saya untuk mengambil potret dirinya (karena melihat DSLR terkalung pada leher saya). Kemudian saya menanggapi dengan tiga hingga lima jepretan. Setelah itu, saya tunjukan kepada mereka hasil jepretan saya sembari berkata "Cantik euy si Ibu/ Gagah lah Bapak/ Ih lucuu si Adee!"
Atau yang terjadi sebaliknya. Aku yang meminta duluan untuk memotret seseorang/sekelompok orang. Terkadang ajakan itu bersambut respon positif. Aku mendapat beberapa potret unik dari mereka. Jika beruntung, ada bonus cerita dari manusia yang kufoto. Namun terkadang ajakan itu ditolak mentah-mentah. It's okay.
ADVERTISEMENT

4. Mengurangi hasrat berlebih untuk mengekspos diri

Bukan. Saya bukan tipikal orang yang 'mengharamkan' selfie. Namun, melakoni fotografi jalanan membuatku semakin malas untuk men-selfie-kan diri. Serius. Haha.
Entah mengapa, ikan mujair yang meliuk-liuk di timbangan menjadi lebih menarik untuk dieksplor ketimbang paras elok mukaku (pret). Atau bagaimana becak yang dibuat dari bungkus kopi menandakan semangat go-green ternyata sudah menjalar di kalangan tukang becak. Contoh lain, saya antusias mengeksplor romantisme pasangan yang tengah memanen padi di suatu desa.
(Foto: Tristia R.)
Mungkin, fotografer tidak begitu suka difoto karena ia ingin agar orang tidak menilai ia dari bagaimana rupanya, dan bagaimana ia menampilkan diri kepada publik.
Melainkan, ia ingin agar orang lain memahami ide-ide dan pandangannya tentang dunia lewat panorama-panorama yang ia rekam dalam lensanya. Tidak hanya sekedar ingin “dipahami” idenya, tapi ia ingin agar orang lain merasakan seni dari ide-idenya itu.
ADVERTISEMENT
Ayo, saling berbagi apa yang kau dapat dari fotografi!
[Penulis & Editor: Tristia]