Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
“aku yang dulu, bukanlah yang sekarang…” mungkin saat membaca lirik tersebut, yang terngiang dalam otak kita adalah lagu yang biasa dinyanyikan pengamen jalanan di tahun 2000-an.
ADVERTISEMENT
Kini, rasanya lirik tersebut relate dengan kondisi aktivis tahun 1998 yang sekarang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Baru saja kemarin, gelombang besar demonstrasi mahasiswa berlangsung di depan gedung DPR RI. Para mahasiswa tersebut menyampaikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam 7 gugatan atas isu kekinian.
Uniknya, banyak dari mahasiswa tersebut yang menyuarakan reformasi kembali di saat yang mereka demo, alias para anggota DPR RI, beberapa diantaranya juga adalah para pejuang reformasi di tahun 1998.
Namun, posisi mereka saat ini adalah yang didemo bukan lagi sebagai pendemo seperti 20 tahun silam. Siapa sajakah mereka?
Fahri Hamzah
Politisi kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini, telah menjadi anggota DPR RI selama 3 periode beruntun alias 15 tahun lamanya. Fahri mengawali karir politiknya pertama kali dengan menjadi staf ahli MPR hingga tahun 2002. Lalu, 2 tahun berselang ia mengikuti pemilu legislatif di tahun 2004 sebagai calon dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
ADVERTISEMENT
Karir aktivisnya sudah ia mulai semenjak di bangku kuliah. Sempat mengenyam kuliah di Universitas Mataram pada 1990-1992, Fahri memilih pindah kuliah ke Univesitas Indonesia (UI) pada tahun 1992. Disana, ia pernah menjadi Ketua Umum Forum Studi Islam di Fakultas Ekonomi UI.
Fahri pun mencatatkan diri menjadi ketua departemen penelitian dan pengembangan di senat mahasiswa UI pada periode 1996-1997. Fahri juga turut berperan dalam kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang dan menjabat Ketua I pada periode 1998-1999.
Hal ini seiring bergulirnya reformasi pada 1998. Ia bersama aktivis lainnya turun ke jalan untuk melawan hegemoni orde baru, sampai akhirnya menduduki gedung MPR DPR pada saat itu.
Fadli Zon
Fadli saat ini menjabat sebagai salah satu wakil ketua DPR RI. Ia pun kembali terpilih sebagai anggota DPR RI pada pemilu kemarin, sehingga otomatis menempati kembali gedung DPR RI hingga 2024.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, pria yang kerap menuai kontroversi terutama saat mengeluarkan puisi berbau kritiknya kepada pemerintah yang berjudul “Sontoloyo” ini, adalah seorang Intelektual muda yang berprestasi.
Semenjak belajar di di SMA Negeri 31, Jakarta Timur, ia pernah mendapat beasiswa dari AFS (American Field Service) ke Harlandale High School, sebuah sekolah menengah umum yang terletak di kota San Antonio, Texas, Amerika Serikat.
Selanjutnya, saat berkuliah di UI, ia juga pernah terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi I Universitas Indonesia, Mahasiswa Berprestasi III tingkat Nasional dan memimpin delegasi mahasiswa Indonesia dalam ASEAN Varsities Debate IV di Malaysia di tahun 1994.
Berkat kecemerlangan otaknya, Fadli berhasil mengenyam pendidikan di London School of Economics and Political Science (LSE), salah satu universitas terbaik dunia. Di bawah bimbingan John Harris, salah satu professor politik terkemuka dunia dan Robert Wade, juga salah satu Professor Global Political Economy terkemuka dunia.
ADVERTISEMENT
Karir politik nasionalnya dimulai pada tahun 1997, saat ia menduduki kursi MPR perwakilan dari utusan golongan. Namun, dari beberapa foto yang beredar di media sosial, ia juga turut berdemonstrasi saat gelaran reformasi menggulingkan orde baru Soeharto
Budiman Sudjatmiko
Pria yang sempat menjadi trending topic di media sosial Twitter ini, masih tercatat sebagai salah satu anggota sah DPR RI. Pada 2014 silam, ia terpilih lewat daerah pemilihan Jawa Tengah 8 (Kabupaten Banyumas,Kabupaten Cilacap) dengan kurang lebih 68 ribu suara.
Karir politiknya ia mulai dari jalanan. Pada tahun 1996, Budiman mendeklarasikan PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang kemudian menyebabkannya dirinya dipenjara oleh pemerintah Orde Baru dan divonis 13 tahun penjara karena dianggap sebagai dalang insiden peristiwa 27 Juli 1996, yang sering disebut peristiwa Sabtu Kelabu.
ADVERTISEMENT
Namun akhirnya dirinya mendapat amnesti sehingga hanya dikurung selama 3,5 tahun dari Presiden Abdurahman Wahid.
Setelah keluar dari penjara, ia tidak langsung terjun kembali ke dunia politik. Tapi, memilih melanjutkan sekolah ke Ilmu Politik di Universitas London dan Master Hubungan Internasional di Universitas Cambridge, Inggris.
Setelah kembali ke Indonesia, pada akhir 2004 bergabung ke PDI Perjuangan, dan membentuk REPDEM (Relawan Perjuangan Demokrasi), sebuah organisasi sayap partai.
Adian Napitupulu
Sosok Adian sebagai seorang politisi kerap menghiasi layar kaca Indonesia. Sempat beberapa kali hadir di Indonesia Lawyers Club dan acara-acara serupa, Adian tampil dengan ciri khas dengan kaca matanya serta kata-katanya yang menusuk lawan bicara.
Pria kelahiran Manado 9 Januari 1971 ini memulai karir aktivis dan politiknya semenjak kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI). Saat itu, dia juga bekerja sebagai seorang buruh di sebuah pabrik di Kawasan Industri Berikat Nusantara Marunda (KBN).
ADVERTISEMENT
Sampai suatu peristiwa saat salah seorang buruh disana kehilangan dua jari akibat terpotong gergaji mesin namun perusahaan hanya memberikan kompesasi sangat minim sekitar Rp15.000.
Adian kemudian mengorganisasi buruh lain untuk melakukan mogok kerja dan demonstrasi sebagai wujud protes atas tindakan sewenang-wenang manajemen pabrik.
Aksinya mendapatkan tindakan represif dari pihak pabrik yang membuatnya ditangkap polisi dan ditahan di Polres Cakung. Serta mendapatkan interogasi dengan kekerasan dan dia dipecat secara tidak hormat.
Hal ini membuat Adian bertekad membela penderitaan kaum miskin dengan menjadi aktivis kampus.
Pada tahun 1996, Adian mendirikan posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati sebagai satu-satunya organisasi non partai yang menggalang dukungan kepada Megawati Soekarno Putri dimana pada saat terjadi penyerbuan kantor DPP PDI pada tanggal 27 Juli 1996.
ADVERTISEMENT
Adian menggalang perlawanan dari organisasi kampus dan luar kampus yang dipimpinnya, dan turut menggulingkan rezim orde baru Soeharto pada saat itu.
[Penulis: Izzudin | Editor: Nurul]