Konten Media Partner

Alasan Kenapa Korupsi Masih Terus Terjadi di Indonesia

21 September 2019 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: pexels.com
ADVERTISEMENT
Indonesia masih memiliki rapor merah dalam pelajaran memberantas korupsi. Menurut laporan Transparency International, Indonesia berada pada urutan 90. Nilai Indonesia adalah 37 dari maksimal 100. Korupsi memang masih menjadi pelajaran yang remedial terus bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Merujuk data KPK, selama kurun waktu 2004-2016 jenis perkara yang ditangani komisi antirasuah paling banyak adalah kasus suap. Dari 514 jenis perkara yang ditangani KPK, 262 di antaranya soal suap.
Sementara di urutan kedua adalah pengadaan barang atau jasa dengan jumlah 148 perkara, perizinan 19 perkara, pungutan 21 perkara, penyalahgunaan anggaran 44 perkara, merintangi proses KPK 5 perkara, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tercatat 15 perkara.
Pertanyaannya, mengapa korupsi masih terus terjadi di Indonesia?
Banyak teori yang coba dipakai untuk menjawabnya. Seperti misalnya karena , faktor budaya politik setempat. Birokrasi di Indonesia memiliki ciri-ciri campuran antara birokrasi feodal yang merupakan warisan dari pemerintahan kerajaan dan birokrasi rasional yang diperkenalkan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda.
ADVERTISEMENT
Max Weber dalam Economic and Society: An Outline of Interpretive Sociology (1978) menyebut perpaduan ini sebagai "Birokrasi Patrimonial."
Foto: unsplash.com
Seorang pemimpin dalam birokrasi bertipe patrimonial punya kecenderungan untuk menganggap kekuasaan politik sebagai bagian dari milik pribadi, sehingga dalam penggunaannya banyak melakukan diskresi (kebebasan mengambil keputusan sendiri).
Pemahaman atau persepsi pemimpin terhadap kekuasaan akan mempengaruhi perilaku kepemimpinannya, jelas Weber.
Namun, alasan utama penyebab korupsi yakni faktor individual. Syed Hussein Alatas lewat Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer (1996) menegaskan korupsi di Indonesia bukanlah akibat buruknya implementasi undang-undang dan peraturan.
Melainkan faktor-faktor yang ada di luar struktur pemerintahan, dalam hal ini yaitu individu-individu. Jika orang-orang korup menguasai pemerintahan apapun jabatannya, maka dipastikan struktur tersebut niscaya akan tercemar.
ADVERTISEMENT
Foto: pexels.com
Budaya korupsi bermula dari perilaku sederhana yang lalu berkembang. Seperti hal nya penyakit kanker, korupsi menyebar dan menjerat seluruh organ masyarakat, maka pemberantasan korupsi harus dimulai dengan reformasi sosial dan mental seluruh komponen masyarakat.
Menurut data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), peringkat pertama pelaku korupsi di Indonesia menurut ICW berasal dari kalangan birokrasi.
Umumnya melakukan tindakan korupsi berupa pemerasan, memanipulasi tender, menganggarkan kegiatan fiktif, hingga korupsi kecil-kecilan seperti memanipulasi uang transportasi, hotel dan uang saku.
Penyakit tersebut bisa dihentikan dari mulai diri sendiri. Caranya adalah dengan menghentikan perilaku korupsi sekecil apapun. Salah satunya adalah perilaku suap atau menyogok yang ternyata sering juga dilakukan oleh rakyat biasa.
ADVERTISEMENT
Sehingga seperti yang dikatakan Syed Hussein, apabila orang-orang yang terbiasa melakukan praktek suap atau menyogok, kedepannya menduduki pemerintahan, maka akan mencemari struktur lembaganya.
Selain itu kebiasaan berbohong dan manipulasi juga yang menjadi cikal-bakal korupsi level tinggi yang merugikan negara.
[Penulis: Izzudin | Editor: Nurul]