Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Dosen Psikologi: Berkata Kasar Sama Kejamnya dengan Kekerasan Fisik
5 Februari 2020 16:20 WIB
Diperbarui 5 Februari 2020 16:36 WIB
ADVERTISEMENT
Kamu pasti akan dimarahi saat tak sengaja mengucapkan kata-kata kasar waktu kecil. Orang tuamu bilang bahwa berkata kasar tak sopan untuk dilakukan. Setuju nggak?
ADVERTISEMENT
Beranjak dewasa, kamu yang dulu dibungkam justru semakin heran dengan budaya yang ada di masyarakat. Apalagi, kamu tengah berada di era milenial. Budaya berkata kasar seakan menjadi kebiasaan yang sudah diwajarkan. Malah kalau tak berkata kasar, seseorang bisa dibilang cupu dan kurang pergaulan.
Menurut Dosen Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Gianti Gunawan, memang sangat memprihatinkan kondisi saat ini. Kata-kata kasar seolah dijadikan kebiasaan, terutama pada anak-anak dan remaja.
Pada remaja, biasanya kebiasaan mengumpat atau berkata kasar lebih dilatarbelakangi keinginan konformitas dengan teman-temannya, supaya dianggap gaul.
Kebiasaan mengumpat atau berkata kasar lebih berpotensi pada individu yang tinggal di lingkungan yang sama, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Anak-anak di lingkungan dengan kebiasaan mengumpat atau berkata kasar akan menganggap hal tersebut adalah hal yang wajar. Sedangkan individu yang tinggal di lingkungan sebaliknya, akan lebih memahami bahwa hal itu merupakan perilaku tidak baik.
ADVERTISEMENT
Berkata kasar atau mengumpat bisa juga terjadi pada orang dengan kepribadian negativistic. Hal tersebut dilakukan untuk menjatuhkan harga diri lawan bicaranya karena ada perasaan takut, sebelum dia yang dijatuhkan oleh lawan bicaranya.
Dampak dari berkata kasar sebetulnya akan lebih dahsyat daripada kekerasan yang dilakukan secara fisik. Selain itu, memiliki dampak negatif pada yang berkata kasar, terlebih pada yang menjadi sasaran kata-kata tersebut.
Apakah berkata kasar dapat menunjukkan level pendidikan seseorang?
Menurut Gianti, orang yang mudah sekali mengumpat atau berkata-kata kasar bisa jadi menunjukkan individu tersebut lebih banyak memiliki perbendaharaan kata-kata. Hanya saja apakah kata-kata yang diucapkan tersebut sesuai dengan kondisi atau tidak?
ADVERTISEMENT
Nah, kesesuaian dengan kondisi di lingkungan inilah yang menentukan pendidikan atau tingkat inteligensi seseorang.
Inteligensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul dari padanya.
Orang yang berkata kasar menunjukkan ketidakmampuannya dalam menghadapi lingkungan dengan baik. Kita boleh saja merasa marah, kesal, kecewa terhadap perilaku orang lain atau lingkungan terhadap kita, namun kita seharusnya mampu berpikir secara rasional sebelum bertutur kata untuk menyampaikan emosi-emosi negatif tersebut.
Kata-kata baik atau buruk, akan memiliki dampak yang besar bagi yang mendengarnya. Semua perkataan baik atau buruk akan kembali pada diri sendiri. Kalau kita terus-terusan mendengar kata-kata negatif yang mengancam harga diri kita, lama-lama kita akan meyakini bahwa diri kita memang seperti itu dan mulai berperilaku negatif.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah pepatah Jepang mengatakan "Sebuah lidah panjangnya tiga inci, tetapi dapat membunuh orang tingginya enam kaki".
Yuk, mari mulai untuk menjaga lisan, bicara yang baik, yang positif, yang memotivasi mulai dari sekarang. Ayo guys!***
[Penulis: Risky Aprilia]