Kata Konsultan Pernikahan soal Usulan Fatwa Orang Kaya Nikahi Orang Miskin

Konten Media Partner
21 Februari 2020 9:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko PMK Muhadjir Effendy.  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko PMK Muhadjir Effendy. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan usulan kepada Kementerian Agama terkait fatwa tentang pernikahan dengan status ekonomi. Lebih spesifik lagi, Muhadjir meminta agar fatwa orang kaya menikahi orang miskin diterbitkan. Hal ini bertujuan untuk bisa mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Di Indonesia ini kan ada ajaran agama yang kadang-kadang disalahtafsirkan. Kalau mencari jodoh yang se-kufu, setara, apa yang terjadi? Orang miskin cari juga sesama miskin. Akibatnya ya jadilah rumah tangga miskin baru, inilah problem di Indonesia,” kata Muhadjir Effendy, dikutip dari kumparan.
“Maka mbok disarankan sekarang dibikin Pak Menteri Agama bikin fatwa; yang miskin wajib cari yang kaya, yang kaya cari yang miskin, jadi kalau ada ajaran agama mencari jodoh,” ujarnya lagi.
Menanggapi hal tersebut, berbagai pihak menyampaikan tanggapannya, termasuk Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi. Ia mengatakan pernikahan tidak bisa dipaksakan hanya karena urusan miskin dan kaya. Sebab menurutnya pernikahan itu berawal dari cinta yang tumbuh dari hati.
ADVERTISEMENT
Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Diah Mahmudah, selaku psikolog dan marital counselor (konsultan pernikahan) dari Dandiah Consultant. Ia mengatakan fatwa mengenai orang kaya harus menikahi aturan miskin bukan hal yang bisa dijadikan aturan, karena pernikahan bukan sebatas keputusan logika ataupun berdasarkan rasa iba.
"Menurut saya, pernikahan adalah keputusan hati yang berdasarkan cinta yang berlandaskan kasih sayang, sehingga ini tidak bisa dijadikan aturan yang akhirnya mengatur bahwa orang kaya harus menikahi orang miskin," ucap Diah.
Jika aturan tersebut dipaksakan, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lain. Diah mengatakan akan banyak polemik dan ganjalan karena pernikahan merupakan urusan personal yang tidak bisa diatur oleh pihak-pihak tertentu termasuk pemerintah.
"Permasalahan pun tidak akan berhenti sampai di situ. Bisa saja, katakanlah jika orang kaya memang akhirnya harus menikahi miskin, kemudian mereka melakukan perjanjian pra nikah tentang pembagian harta. Tetap saja yang kaya dengan asetnya kemudian yang miskin dengan status kemiskinannya. Ambigu dan tidak bisa menjadi solusi untuk kemiskinan," tegas Diah
Ilustrasi buku nikah. Foto: Nugroho Sejati/Kumparan
Untuk mengentaskan kemiskinan lebih baik dituntaskan dengan solusi yang lain yang lebih jelas dan efektif. Baik itu lewat program perekonomian di berbagai bidang ataupun aturan lain yang disusun oleh pihak yang paham perihal masalah ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sebagai konsultan pernikahan, Diah merasa keberatan dengan adanya fatwa ini. Soalnya, jika kembali pada aturan pernikahan dalam agama, yang harusnya dipertimbangkan salah satunya adalah materi. Hal ini berarti semua orang berhak memilih secara personal bukan diatur oleh sosial ataupun negara.
"Boleh dicari berbagai aturan pernikahan dalam agama, di antaranya adalah mempertimbangkan soal rupa, keturunan, harta dan agama. Kalau pilih yang ke-4 menurut saya itu lebih beruntung," lanjutnya.
Diah juga berpesan untuk pemerintah yang berwenang agar mengaji ulang dan mempertimbangkan kembali soal usulan pembuatan peraturan. Utamanya tidak melibatkan ranah personal, karena dengan melibatkan urusan personal seperti pernikahan, akan timbul pemaksaan. Padahal pernikahan itu tidak bisa dilakukan secara paksa dan keputusannya datang dari hati.
ADVERTISEMENT
"Mungkin aturan yang bisa dibuat untuk orang dengan harta yang berlebih bisa dengan mengadakan berbagai gerakan sosial atau pengelolaan lahan sosial di daerah sekitarnya. Ingat mensejahterakan itu tugas dan kewajiban negara, meski memang warga juga ada kewajiban untuk saling tolong menolong tapi bentuknya bukan dalam pernikahan yang ranah urusannya sudah masuk ke area personal," tutup Diah.
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock