Kata Psikolog, Remaja Pembunuh Bocah Memiliki Gangguan Kepribadian Psikopat

Konten Media Partner
12 Maret 2020 20:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo P. Condro menunjukkan goresan yang dibuat remaja pembunuh bocah di Jakarta Pusat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo P. Condro menunjukkan goresan yang dibuat remaja pembunuh bocah di Jakarta Pusat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi menetapkan remaja 15 tahun berinisial NF yang membunuh bocah berusia 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
“Sudah (ditetapkan sebagai tersangka),” ucap Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto saat dikonfirmasi oleh kumparan, Rabu (11/3).
Usai jadi tersangka, NF akan menjalani penahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jakarta karena masih di bawah umur. Tersangka juga mendapat pendampingan pihak Badan Pemasyarakatan (BAPAS).
Sementara itu, saat ini, NF masih menjalani pemeriksaan kejiwaan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Hasil pemeriksaan tersebut baru akan diketahui setelah 14 hari.
Sebelumnya, netizen digemparkan dengan sosok NF yang merasa tidak bersalah dan puas setelah melakukan tindakan pembunuhan terhadap bocah 5 tahun. Netizen berspekulasi bahwa NF merupakan seorang psikopat. Namun apakah benar demikian?
Menanggapi hal ini Temali berbincang dengan Gianti Gunawan M.Psi., pakar psikologi dari Universitas Kristen Maranatha. Gianti mengatakan, menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), psikopat adalah tipe gangguan mental yang berada di bawah naungan Antisocial Personality Disorders (ASPD).
ADVERTISEMENT
Individu yang mengalami psikopat pada umumnya berperilaku kasar (condong ke arah kriminal) dan cenderung beraksi menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
"Orang psikopat memiliki kecerdasan di atas rata-rata, cukup pintar menutupi jejaknya, tampil normal dan tidak menonjol di lingkungan. Bahkan psikopat sangat manipulatif dan bisa mendapatkan kepercayaan serta disukai orang lain," kata Gianti.
Ciri lain dari psikopat adalah tidak memiliki empati. Pembeda psikopat dari manusia normal adalah dasar moral atau hati nurani. Seorang psikopat dikenal sebagai orang yang tidak memiliki hati nurani atau empati, sehingga meskipun tindakan yang dilakukan dapat merugikan orang lain, ia tidak akan merasa bersalah bahkan merasa puas.
"Beberapa teori menjelaskan bahwa psikopat hanya ingin menempatkan diri mereka dalam situasi yang berbahaya atau situasi yang dapat membuat mereka tertangkap, karena adrenaline rush yang mereka alami. Mereka juga ingin membuktikan bahwa mereka lebih pintar dari semua orang, termasuk polisi, sehingga tidak akan tertangkap kalaupun melakukan tindak kriminal," jelas Gianti.
ADVERTISEMENT
Hasil pengamatan Gianti berdasarkan bukti laporan polisi, pendapat tetangga sekitar mengenai penilaian NF yang cukup baik karena jarang main di luar serta tindakannya yang mengakui telah melakukan pembunuhan tanpa rasa bersalah, bisa dikatakan remaja NF cenderung memiliki gangguan kepribadian psikopat.
"Hasil pemeriksaan juga mengatakan alasan remaja ini melakukan pembunuhan, karena melihat film tentang pembunuhan sadis serupa dan bukan karena adanya halusinasi atau waham. Sehingga lebih sesuai digolongkan ke dalam gangguan kepribadian psikopat," tambah Gianti lagi.
Gambar hasil goresan tangan NF/ Foto: Ricky Febrian/kumparan
Faktor-faktor yang bisa menjadikan seseorang anak bertindak layaknya seorang psikopat adalah pertama karena lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Ketidakharmonisan tersebut, bisa dalam bentuk adanya pelecehan dan penelantaran anak. Kemudian orang tua yang kecanduan alkohol atau perkelahian orang tua.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa memiliki dampak lebih besar dari kekerasan secara fisik terhadap anak. Selain itu ketidakmampuan orang tua dalam mengontrol perilaku anak juga bisa menjadi faktor anak melakukan tindakan yang cenderung kepada gangguan psikopat.
Kedua, masa ramaja adalah masa storm and stress. Masa remaja adalah masa yang sangat kritis, yaitu masa pencarian identitas diri. Remaja mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan emosi tingkat tinggi.
Biasanya mereka lebih sensitif menunjukan sikap reaktif yang kuat dan tempramental. Seperti mudah tersinggung, marah, sedih dan murung. Remaja yang berkembang di lingkungan yang kurang kondusif akan terhambat kematangan emosinya.
Ketiga, modelling adalah faktor yang paling rawan dialami pada masa kini. Remaja sering “ikut-ikutan” dalam rangka mencari jati diri, melakukan sesuatu tanpa mengetahui apakah tindakan tersebut sesuai dengan norma atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Bisa dengan mengikuti teman ataupun seseorang yang diidolakan yang dijadikan tokoh panutan yang diidolakan. Pada kasus ini, remaja NF mengaku terinspirasi dari film pembunuhan sadis," tutur Gianti.

Gejala umum gangguan psikopat pada anak dan penanganannya

Ilustrasi kegelisahan anak-anak/ unsplash.com
Gejala gangguan kepribadian antisosial ini memang bisa muncul sejak anak-anak. Umumnya gejala akan kian jelas pada usia antara 20 hingga 30 tahun. Pada anak-anak, gejala yang biasanya muncul bisa berupa perilaku kejam terhadap hewan, marah yang meledak-ledak, tidak mau bergaul dan suka mengintimidasi atau melakukan ‘bullying’ terhadap teman-temannya.
Oleh karena itu, orang tua harus bisa berkomunikasi dengan anak dengan baik. Lalu, menerapkan berbagai aturan yang telah didiskusikan juga dengan anak. Agar anak merasa menjadi bagian dari pengambilan keputusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pihak sekolah juga perlu lebih aware dengan kecenderungan-kecenderungan seperti ini, tidak hanya fokus pada persoalan akademis. Jika gejala disertai dengan tindakan yang membahayakan, Gianti menyarankan agar orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan ahli.
Sementara itu, untuk pencegahannya sendiri, Gianti berpesan agar orang tua bisa cepat tanggap. Hal ini karena orang tua adalah pihak yang utama untuk melakukannya. Mereka harus bisa melakukan pengawasan yang efektif terhadap anak. Misalnya dengan membatasi anak dalam penggunaan gadget.
"Penting untuk memperbaiki pola asuh dengan meningkatkan komunikasi supaya anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang," tutup Gianti***