Kata Psikolog tentang Pengguna Layanan Sexual Room Chat 'Nth Room'

Konten Media Partner
3 April 2020 20:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cho Joo Bin salah satu tersangka kasus Nth Room/ Foto: Allkpop
zoom-in-whitePerbesar
Cho Joo Bin salah satu tersangka kasus Nth Room/ Foto: Allkpop
ADVERTISEMENT
Beberapa saat lalu, media sosial dihebohkan dengan kasus sexual slavery room chat atau dikenal dengan Nth Room di Korea Selatan. Nth Room menjadi trending topic dunia setelah salah satu operator chat room Telegram bernama Cho Joo Bin yang memiliki julukan Baksa ditangkap di kediamannya pada Kamis (19/03) lalu.
ADVERTISEMENT
Nth Room bergerak di room chat aplikasi telegram yang menyajikan berbagai video seksual dan kekerasan terhadap perempuan. Pelaku dan asistennya diduga mengeksploitasi 74 orang perempuan, termasuk 16 diantaranya adalah anak di bawah umur. Mereka dipaksa dan diancam untuk melakukan tindakan seksual dan membagikannya secara online dengan imbalan pembayaran sejak Desember 2018.
Dilansir dari AsiaOne, Nth Room telah berhasil menjerat sebanyak 260 ribu pengguna atau anggota dengan jenis room yang berbeda-beda. Setiap anggota yang ingin masuk room dikenakan tarif dari mulai 200 ribu won hingga 250 ribu won (sekitar Rp3 juta - Rp3,5 juta) untuk room standar.
Sementara itu untuk room level 1 sampai tiga dihargai 700 ribu won sampat 1,5 juta won (sekitar Rp8,9 juta - Rp20 juta rupiah). Semakin tinggi tarif, semakin banyak video kekerasan seksual sadis yang dipertontonkan. Sampai saat ini, kepolisian masih mengusut dan mencari dalang lain dari kasus Nth Room.
ADVERTISEMENT
Salah satu akun Twitter @may1695 juga ikut menjelaskan kronologi Nth Room dari berbagai sumber dan perkembangannya hingga sekarang.
Menanggapi hal ini, Temali tertarik membahasnya dari segi konsumen atau pengguna layanan Nth Room. Menurut pakar psikologi Gianti Gunawan M. Psi., Psikolog, perilaku seksual yang menyimpang dari norma sosial dengan menyakiti orang lain dan menyebabkan distress secara personal dapat dianggap sebagai perilaku yang abnormal.
"Konsumen Nth Room membayar mahal untuk video pelecehan dan kekerasan seksual, bahkan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Perilaku tersebut bisa dikatakan sebagai perilaku abnormal dengan ketertarikan seksual yang berbeda dari orang pada umumnya," jelas Gianti.
Ia juga menambahkan, para konsumen atau pengguna layanan Nth Room kemungkinan memiliki kesulitan untuk memenuhi hasrat seksualnya atau sulit menemukan pasangan yang bisa memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, wajar mereka mau membayar mahal untuk bergabung dan menjadi pelanggan Nth Room.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang membuat mereka begitu menikmati dan kecanduan menonton video kekerasan dan pelecehan seksual?
Foto: Kristina Flour dalam Unsplash
Pada dasarnya, seseorang atau individu yang memiliki ketertarikan seksual kepada objek-objek yang tidak wajar ataupun pada aktivitas seksual yang tidak seperti pada umumnya dapat dikatakan sebagai orang yang menderita gangguan seksual. Dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat pengelompokkan pola perilaku yang termasuk gangguan seksual dalam psikologi abnormal, diantaranya sadism dan masochism; voyeurisme dan pedopilia.
Sadism adalah pola perilaku seseorang yang digambarkan ketika seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual dengan memicu rasa sakit. Sedangkan, masochism adalah pola perilaku seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual dengan menjadikan dirinya sebagai objek dari rasa sakit tersebut.
Kedua voyeurisme adalah kondisi di mana seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melihat orang lain yang tidak menggunakan busana ataupun sedang berhubungan seksual.
ADVERTISEMENT
"Jika sebatas melihat gambar porno merupakan kondisi yang normal. Beda dengan orang yang memiliki gangguan voyeurisme di mana mereka akan menggantikan aktivitas seksual yang normal dengan melihat orang lain melakukan hubungan seksual," tutur Gianti.
Lalu yang terakhir, pedophilia yaitu tindakan yang menginginkan rangsangan seksual dari anak-anak.

Cara mengatasi dan penanganan orang dengan gangguan seksual

Foto: Stefanos Orovas dalam Unsplash
Untuk mengatasinya, seseorang harus segera menyadari bahwa apa yang dilakukannya tersebut adalah perilaku yang salah. Kemudian, ia dapat melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan kemungkinan munculnya gangguan dengan mengembangkan kesehatan mental yang positif.
"Bisa dengan melakukan hal-hal positif seperti berolahraga atau melakukan hobi yang disenangi. Kedua, tingkatkan self control. Mengontrol dorongan dengan penuh kesadaran dan didukung pengetahuan akan dampak-dampak buruk dari perilaku tersebut. Ketiga, tidak menonton konten yang berbau pornografi dari internet ataupun media lainnya," jelas Gianti.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dari lingkungan keluarga atau komunitas dapat melakukan deteksi dini pada ciri-ciri perilaku maladaptif dalam keluarga atau komunitas tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak dan berkembangnya gangguan yang telah ada, agar tidak menjadi semakin parah.
"Orang terdekat bisa memberitahukan berbagai cara dan jenis-jenis perawatan untuk mengontrol perilaku. Utamanya memberikan wawasan mengenai efek negatif yang timbul apabila tidak dilakukan penanganan," tambahnya.
Jika sudah tidak bisa ditangani sendiri, disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog untuk mengurangi dorongan seksual dan perilaku melalui terapi serta arahan perilaku serta cara-cara efektif yang sesuai dengan norma di masyarakat.
"Penanganan yang dilakukan bergantung pada individu yang bersangkutan. Seberapa besar keinginan dari dalam diri individu untuk mengubah perilaku seksual yang menyimpang dan motivasi yang dimiliki oleh individu untuk mengubah tingkah laku seksual yang menyimpang," tutup Gianti***
ADVERTISEMENT