Konten Media Partner

Konon, Pacaran Merupakan Adat Asli Melayu

17 Desember 2019 3:39 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, aktivitas pacaran yang biasanya dilakukan oleh kaum muda, dianggap sebagai suatu hal yang tabu dan tidak sesuai dengan adat ketimuran di Indonesia. Padahal, pacaran sendiri merupakan adat asli masyarakat melayu. Tapi, budaya pacaran yang sudah jauh bergeser dari aslinya seperti saat ini lah yang membuat pacaran menjadi suatu hal yang dipandang buruk.
ADVERTISEMENT
Apabila merunut pada cerita, kisah, ataupun literasi melayu zaman dulu, yang banyak tersebar di jagad maya, pacaran sesungguhnya adalah aktivitas yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang belum menjadi pasangan yang sah.
Bagaimana ceritanya? Dulu, pacaran adalah suatu kondisi yang menerangkan bahwa sudah adanya itikad menuju jenjang yang lebih serius antara sepasang laki-laki dan perempuan yang kelak menjadi pasangan sah secara agama maupun negara. Mereka berdua, ditandai di masing-masing jari tangannya dengan olahan daun pacar.
Sebelum keduanya ditandai dengan daun pacar di jari tangan, biasanya akan dimulai dengan sang lelaki mendatangi rumah pujaan hatinya. Lalu, terdapat dua riwayat yang berbeda, selanjutnya sang lelaki akan berpantun atau meniupkan seruling untuk menarik perhatian bapak dari sang pujaan hati.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, saat perhatian sudah didapatkan, maka akan dipanggillah sang lelaki yang sedang dimabuk asmara tersebut kedalam rumah. Lalu ditanya tentang keseriusannya kepada anak gadisnya oleh sang bapak. Baru setelah itu, didatangkan anak gadisnya, dan apabila sang anak juga setuju, maka keduanya pun ditandai oleh pacar di tangannya. Supaya orang lain yang melihatnya tahu bahwa mereka sedang “pacaran”.
Gentle ya? Langsung datang ke rumah untuk menyatakan perasaan suka kepada sang anak gadis sekaligus didepan orangtuanya.
Selepas itu, sang lelaki akan diberi waktu 3 bulan untuk mempersiapkan diri, sesuai dengan lamanya pacar sampai luntur apabila sudah diwarnai ke jari tangan. Masa 3 bulan tersebut, dipakai untuk belajar ilmu pernikahan, rumah tangga, bekerja mencari materi, dan sebagainya. Bukan berduaan ber asyik-masyuk dengan gadis pujaan hatinya.
ADVERTISEMENT
Setelah melewati masa pacaran 3 bulan tersebut, sang lelaki dihadapkan pada dua pilihan sulit. Merelakan pujaan hatinya pacaran dengan lelaki lain karena dirinya ternyata belum siap menapaki tahap selanjutnya, atau memberanikan diri menuju tahap selanjutnya yaitu lamaran dan akhirnya menikah.
Hebat bukan pemuda melayu zaman dulu?
Kamu juga bisa mencontohnya dengan sedikit modifikasi kekinian, kalau bisa pacaran gentle seperti itu, kenapa harus seperti orang kebanyakan saat ini yang ujung-ujungnya ambyar?