Konten Media Partner

Politics of Fear: Bagaimana Manusia Dimanipulasi dengan Rasa Takut

28 Maret 2019 9:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Opini Redaksi

ADVERTISEMENT
Foto: crosswalk.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: crosswalk.com
“Hati-hati, nanti kalo si X yang terpilih, negeri ini bakal semakin banyak utang dan akhirnya dijual ke negara lain!” atau “Hati-hati, kali si Y yang terpilih, negara ini nggak akan maju-maju, soalnya mereka belom berpengalaman!”
ADVERTISEMENT
Pasti teman-teman sudah tidak asing dengan kalimat-kalimat seperti diatas. Memasuki tahun politik yang ditandai dengan pemilu serentak, Politics of Fear seperti itu banyak sekali digaungkan oleh pihak-pihak yang saling bersaing. Jelas ini bukanlah suatu persaingan yang sehat, tapi nyatanya banyak lapisan masyarakat yang justru dengan mudahnya mempercayai hal-hal tersebut.
Kira-kira mengapa demikian?

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ambrose Bierce, "Otak hanya organ yang kita pikir sesuai apa yang kita pikirkan."

Sebagaimana penelitian dalam kognisi manusia telah berkembang, sebagian besar dari apa yang dilakukan otak yang berubah menjadi penilaian dan perilaku kita terjadi secara tidak sadar, dan didasarkan pada emosi dan insting daripada logika dan nalar.
Salah satu pekerjaan insting itu adalah bertahan hidup. Tujuan utama otak, sejak kamu bangun dari tempat tidur di pagi hari, adalah membuat kamu tidur kembali dengan aman di malam hari, bukan untuk mendapatkan nilai bagus atau memenangkan hadiah Nobel.
ADVERTISEMENT
Jadi kita terus mencari tanda-tanda bahaya. Dan penelitian kognisi telah menemukan bahwa kita cepat menilai tanda-tanda itu. Sayangnya, kita tidak meluangkan waktu untuk mendapatkan semua fakta dibaliknya dan memikirkan semuanya.
Kita hanya menggunakan ‘jalan pintas’ secara cepat mengubah beberapa petunjuk awal menjadi penilaian singkat tentang apakah sesuatu terasa berisiko. Salah satu cara pintas ini disebut "heuristik ketersediaan". Sesuatu yang sebelumnya telah tersedia dalam otak dan kesadaran kita, yang berawal dari apa yang sering kita lihat dan kita dengar.

Politics of Fear ini menjadi semacam lingkaran setan, karena semakin banyak kita mengkonsumsinya, maka akan semakin menggerus kepekaan dan keinginan kita untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan fakta-fakta dibaliknya.

Kita lebih memilih mengambil kesimpulan secara singkat berdasarkan apa yang sudah kita ketahui sebelumnya, dan yang kita ketahui sebelumnya adalah Politics of Fear itu sendiri, hingga kita mengganggap itu semua adalah fakta dan enggan untuk menelaahnya kembali.
ADVERTISEMENT
Ketakutan itu baik, membantu menjaga kita untuk tetap hidup. Dan sebagian besar waktu kita digunakan untuk mengatasinya. Tetapi betapa sifat naluriah dari sistem persepsi risiko kita membuat kita mudah tertipu, dapat dimanipulasi, seperti ikan yang begitu terperdaya melihat umpan palsu yang mengkilap.
Kita mungkin membuat pilihan yang lebih cerdas jika kita waspada dengan godaan itu ketika kita melangkah ke bilik suara nanti.
[Penulis : Izzudin | Editor : Nadhira]