Konten Media Partner

Temukan Jati Diri, Mantan Direktur Utama Ini Hentikan Bisnisnya

31 Maret 2019 5:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Temali bersama Abah Rama (kedua dari kiri) / Foto: Dokumentasi Temali
zoom-in-whitePerbesar
Tim Temali bersama Abah Rama (kedua dari kiri) / Foto: Dokumentasi Temali
ADVERTISEMENT
Saat ini, banyak di antara kita yang mengalami kegalauan saat menginjak usia dewasa. Sebut saja, ketika kita menginjak masa SMA. Pilih IPA, atau IPS? Memasuki masa perkuliahan, hati bimbang hendak menentukan pilihan studi. Pada awal karir pun demikian, mau kerja apa, di mana?
ADVERTISEMENT
Naasnya, seringkali kita memilih tanpa perhitungan. Akhirnya yang terjadi ketika sudah masuk dunia kerja adalah timbulnya perasaan capek karena bekerja tidak sesuai dengan kemampuan, hanya mengandalkan ijazah yang bisa jadi juga dulu di saat memasuki dunia kuliah, kita merasa salah jurusan.
Ada pula yang sebaliknya. Sejak awal ia sudah mengetahui dengan jelas apa yang menjadi potensi dan talenta dirinya. Sehingga, mulai dari memilih jurusan kuliah, sampai memilih pekerjaan, semua sesuai dengan kata hati. Tak ada istilah "muak bekerja." Jika pun merasa lelah, ia hanya butuh refreshing sebentar untuk bersemangat lagi. Toh, yang ia jalani adalah pekerjaan yang ia senangi.
Dari dua kasus di atas, apakah hasilnya akan sama?
ADVERTISEMENT
Jumat (29/3) tim Temali berbincang dengan Rama Royani, penemu sekaligus praktisi Talents Mapping. Sosok yang akrab disapa Abah Rama ini, ternyata pernah mengalami kebimbangan yang sama. Berikut kisahnya yang menginspirasi:
______________________________________________________________
Abah Rama Royani, penemu metode Talents Mapping. Pernah bekerja sebagai Direktur Utama perusahaan kontraktor, dan supplier di bidang elektrikal, mekanikal dan elektronik. Abah Rama mengaku baru menemukan passion mengajar di usia 59 tahun, dan mulai mendalami ilmu penggalian bakat sejak saat itu. Foto: liputan6.com
"Dulu, saya pernah mengalaminya. Saya bekerja sebagai direktur utama selama 27 tahun, dan akhirnya menjadi pengajar di 15 tahun terakhir," ujar Abah, panggilan akrab Rama Royani ketika diwawancarai Temali.
Sebagai direktur saat itu semua berjalan baik. Terkadang stres, tapi itu dianggap sesuatu yang wajar. Kala itu Abah punya 7 perusahaan kecil menengah dengan jumlah pegawai total 400 karyawan.
"Semua berubah ketika saya tidak sengaja 'menemukan diri'. Lantas saya menjadi paham, kenapa waktu jadi direktur terkadang stres, mengapa partner saya tidak membolehkan saya bernegosiasi dan mengapa saya gagal terus berjualan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Tahun 2005 Abah mulai hijrah dan bekerja sesuai bakat dan potensi saya. Perusahaannya jadi jauh lebih kecil karena jumlah karyawan hanya 6 orang, termasuk Abah. Revenue hanya 1 persen dibandingkan dari perusahaan sebelumnya. Tapi ternyata, selama sepuluh tahun menjalankan bisnis yang lebih kecil itu, Abah tidak pernah rugi.
"Saya dikenal oleh banyak orang jauh dibandingkan dulu, dan saya pun merasa jauh lebih bermanfaat," ujar Abah.
Menurut Abah, ketika bicara soal "Hasil", perlu kita sepakati dulu definisinya. Jika "Hasil" berupa materi, sepertinya masa-masa terdahulu lebih baik. Tetapi dulu itu Abah bersama tiga temannya, mengurus perusahaan. Secara tidak sengaja kami berbagi tugas sesuai dengan kelebihan masing-masing. Setelah salah seorang partner Abah wafat, kondisi perusahaan mulai "kurang gas".
ADVERTISEMENT
"Namun kalau "Hasil" diartikan dengan seberapa besar manfaatnya bagi orang lain, maka bekerja sesuai bakat dan kekuatan, tentu hasilnya akan jauh berbeda," ujar Abah.
______________________________________________________________
Nah, seperti itu sahabat Temali, di mana pun kalian berada. Pelajaran yang bisa kita ambil adalah, “Life is too short to spend it at a job you hate." So, selamat menyelam dan mengenali dirimu sendiri dengan lebih dalam lagi 