Tough Love : Menunjukkan Kasih Sayang dengan Ketegasan

Konten Media Partner
8 Agustus 2019 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tough Love : Menunjukkan Kasih Sayang dengan Ketegasan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cinta identik dengan kelembutan. Mereka yang saling mencintai akan menunjukkan kasih sayang kepada yang dicintainya dengan penuh kelembutan. Tapi, pernahkah kamu melihat orangtua yang tegas bahkan keras terhadap anaknya dengan alasan mereka mencintai anaknya? Apakah betul itu adalah ekspresi cinta orangtua kepada anaknya?
ADVERTISEMENT
Ada 2 cara memberikan cinta kepada siapapun. Ada yang namanya Tender Love (Cinta dengan Kelembutan) dan Tough Love (Cinta dengan Kekerasan). Menurut Diah Mahmudah, seorang Psikolog dan juga pemilik biro psikologi Dandiah, Tough Love ini cocok apabila diaplikasikan dalam pendidikan anak, tapi kurang tepat dalam hubungan suami istri.
“Saya setuju kalau Tough Love itu memang di aplikasikan dalam pendidikan anak tapi kalau dalam romantisme sebuah pernikahan atau sebuah pasangan suami-istri sepertinya kurang tepat ya.” Ucap Diah saat diwawancarai Temali (7/7/2019).
Menurut Diah, Tough Love bisa diaplikasikan dalam pendidikan anak, tapi bukan dalam periode pengasuhan pada rentang usia 0-7 tahun, di usia tersebut anak harus diberikan kelembutan dan kasih sayang.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan dimulai dari usia anak itu 7 tahun dan metodenya beragam, mulai dari metode role model dimana orang tua menjadi sosok pendidik yang bisa dijadikan cermin dan bisa dijadikan suri teladan untuk anak sehingga anak memunculkan perilaku yang memang sesuai dengan harapan atau sesuai dengan tujuan pendidikan.” Ujar Diah.
“Metode lain bisa dengan metode yang memang sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan sebelumnya. Jadi di sini ada kurikulum yang disusun dimana kita menyiapkan beberapa aktivitas, beberapa program yang memang sesuai dengan kebutuhan anak.” Lanjut Diah.
Contoh Tough Love yang benar dari orang tua kepada anak, misalnya adalah saat proses belajar mengendarai sepeda. Sosok Ayah harus penuh ketegasan. Ketegasan yang terkadang dinilai sebagai perilaku yang tega. Kenapa perilaku yang tega? karena pada proses ini dibutuhkan dorongan dari kita untuk melepaskan rasa kasihan dan rasa melindungi pada anak.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pendidikan, tanpa rasa tega anak akan sulit mencapai keterampilan hidup yang dibutuhkan. Kembali ke proses naik sepeda, tanpa adanya rasa tega melepas anak dari rasa ketakutan, anak tidak akan bisa bersepeda. Kapan rasa tega muncul? Misalnya ketika melepaskan roda bantuan disaat kita telah yakin bahwa anak kita sudah siap untuk mengayuh sepeda dengan dua roda.
Namun kita tetap melakukan pengamatan apakah anak sudah siap dan kita juga yakinkan anak bahwa dia bisa. "Ayo Nak kamu bisa.." Apabila dalam proses belajar ternyata anak jatuh, kita harus tetap berada di dekatnya. Saat ia mengaduh kesakitan, kita menemani dan menghiburnya.
Dalam dunia pernikahan, sebenarnya Tough Love juga bisa diaplikasikan. Bertujuan mempersiapkan pasangan supaya memiliki kesiapan dan kemandirian dalam mengarungi pernikahan. “Misal dalam konteks LDM (long distance marriage) atau LDR (long distance relationship), di mana bisa jadi suatu hari suami kita memang ditugaskan ke luar kota yang jauh. Nah disini tentunya dibutuhkan skill-skill, dibutuhkan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang istri untuk dia menjadi sosok Ayah juga sosok Ibu untuk anak-anaknya.” Ujar Diah memberikan contohnya,
ADVERTISEMENT
“Dalam kondisi ini saya melihat Tough Love itu dibutuhkan karena memang sosok suami mengambil peranan yang lain yang menuntutnya untuk berjauhan dengan pasangan.” Lanjut Diah.
Memang ada banyak cara untuk kita mengekspresikan cinta kepada orang yang kita sayangi dan cintai. Bagaimanapun cara yang kita lakukan, alangkah baiknya apabila tidak menyakiti fisik dan perasaan orang yang kita sayangi. Kunci praktik Tough Love yang benar menurut Diah adalah tetap melakukannya dengan penuh rasa cinta, ketulusan, serta empati, sehingga terhindar dari adanya pihak yang tersakiti.
[Penulis: Izzu | Editor: Nurul]