Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
3 Mindset Powerful Soal Kerapuhan, Biar Nggak Larut Menyesal
15 Februari 2019 0:07 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
Tulisan dari Temali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Video TED yang berjudul "The power of vulnerability | Brene Brown" dinobatkan sebagai salah satu video TED yang banyak ditonton. Lantaran penasaran, akhirnya saya mencoba tonton video tersebut, sekira tiga atau empat tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Dan, guess what, apa yang dipaparkan oleh Ibu Brene ini bener-bener bikin adem. Ada cakrawala baru dalam cara saya memandang hidup. Di saat society malu untuk menunjukkan kerapuhan, Brown menyarankan sebaliknya: berani untuk terlihat rapuh! Lho, kenapa?
Berdasarkan hasil risetnya bertahun-tahun, orang-orang yang berani rapuh justru orang yang paling berani untuk menjalani hidup, mengambil risiko, serta mencintai.
Brene Brown, dalam video TED di menit ke 9 menekankan, orang-orang yang berani berbagi kerapuhannya-- justu bikin koneksi dengan orang lain lebih mudah.
Pemikiran-pemikiran Brene Brown ialah salah satu yang ngebantu saya untuk nggak berlarut dalam penyesalan.
Permasalahan-permasalahan saya, barangkali cetek, sama kayak yang lain. Seperti terlalu nge-gas ngobrol sama suami, lupa kerjain ini itu, lalai sebagai CEO perusahaan startup media, dan lain sebagainya. Ada beberapa mindset soal kerapuhan yang saya bangun supaya nggak tenggelam dalam penyesalan, di antaranya.
ADVERTISEMENT
1 - Mengakui kesalahan bikin saya rendah hati
Dulu, saya gelisah dengan kesalahan-kesalahan sendiri. Saya berusaha menutupinya. Atau pun kalau saya jujur mengakui, rasanya malu banget. Atau, secara nggak sadar, saya menyalahkan orang lain juga, biar saya nggak 'terlihat bersalah amat'. Ini persis yang dijelaskan Brown di menit ke-17, "Blame is a way to discharge pain and discomfort."
Namun saya jadi belajar, "Nggak gitu juga harusnya, Tristi. Wajar, kok, manusia berbuat kesalahan." Kan jadi ketahuan sisi manusiawinya, jadi semakin belajar rendah hati: betapa saya nggak sempurna. Justru butuh dilengkapi dengan pribadi-pribadi lainnya supaya utuh sejalan seirama.
Punya mindset ini, bikin saya lebih mudah untuk minta maaf.
2 - Kita nggak tercipta untuk sempurna. Tapi kita tercipta untuk bangkit dari kesalahan
Mengakui kerapuhan, bukan sekadar mengutuki diri sendiri. "Ah, apalah gue ini. Butiran biskut kalengan yang tersisa." Ya, nggak gitu juga. Mengakui kerapuhan, juga bukan jadi alasan untuk nggak bertanggungjawab atas kesalahan yang diri ini perbuat.
ADVERTISEMENT
Tapi, katakan "Saya akui kalau saya salah. Tapi saya berusaha perbaiki kesalahan ini."
3 - Berani 'malu-maluin' di depan umum, justru lebih mendekati keberhasilan
Ada pepatah dari David Packard, founder HP, yang mendasari mindset ketiga. “The greatest success goes to the person who is not afraid to fail in front of even the largest audience.”
Simpulan saya, orang yang berani 'malu-maluin' di depan umum, justru lebih berani mengakui apa adanya diri, justru lebih banyak mendapatkan pembelajaran pula. Baik itu dari kritik orang-orang, maupun dari 'rasa nggak enak' dilihat kesalahannya sama banyak orang. Jadi semakin tahan banting.
Ingat pula kata CEO Bukalapak Achmad Zaky, ketika saya ikutan ScaleUp Asia, 28 Maret 2018 lalu, "Banyak gagal menghasilkan banyak pembelajaran. Asal terkalkulasi aja kegagalannya untuk jadi bahan pembelajaran." Ah, sepakat!
ADVERTISEMENT
--
Sebagai penutup, izinkan saya mengutip quotes yang belum diketahui sumbernya, tapi saya pikir doi terinspirasi dengan Brene Brown.
“Heart to heart conversations are the best to me. Everyone’s vulnerable. Vulnerability attracts honesty, honesty attracts soul connections.”
[Penulis : Tristia]