Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Refleksi Hidup di Tahun 2022
4 Januari 2023 16:42 WIB
Tulisan dari Yayasan Teman Saling Berbagi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Farhanah Fitria (Ketua Yayasan Teman Saling Berbagi)
Menjadi dan memilih untuk membangun suatu hal selalu bernada tanda tanya. Pertanyaan di kepala yang selalu berujar, "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" yang hadir pada saat perancangan dan setelah terlaksana muncul begitu saja. Satu hal yang pasti adalah menjadi pemimpin diberikan anugerah untuk mengubah hal yang tak pasti menjadi pasti. Ketidakmungkinan menjadi kemungkinan. Terus terang, saya skeptis dengan hal ini. Namun, faktanya saya berhasil melampaui batas ketakutan dengan membuktikan hampir 5 tahun Yayasan ini berlayar.
ADVERTISEMENT
Selayaknya manusia biasa yang kebetulan tersemat label 'Managing Director', saya punya banyak kekhawatiran dan ketakutan. Anehnya selalu muncul di awal tahun pada saat semuanya berawal dari 'nol'. Mungkin, alam bawah sadar saya menyadari awal tahun adalah langkah terberat untuk siapapun yang berstatus sebagai pemimpin. Siasat saya adalah mengadu pada Sang Maha Kuasa. Sebab, jarak pandang manusia begitu terbatas di tengah semesta yang luas. Boleh dikatakan, ketika mengawali awal tahun 2022 saya juga sedang kalut. Saat itu, saya sedang menempuh peran ganda sebagai status mahasiswa magister.
Atas restu kebaikan semesta, faktanya saya bisa melewati tahun bukan hanya dengan satu pencapaian. Tetapi, diiringi oleh beragam pencapaian lain yang tak saya duga. Pada intinya, saya paham sekali bahwa kekhawatiran lebih kecil dibandingkan kekuatan dalam diri. Setidaknya, satu refleksi pertama telah saya pelajari. Saya belajar memimpin diri sendiri dengan tuntas & penuh tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan rasa cemas terhadap status kelulusan, saya juga pelik dengan urusan program di Panti Asuhan. Dari upaya yang maksimal, namun jawaban dampak masih stagnan. Beberapa kali, saya bolak-balik cek hasil analisis dimana letak kesalahan. Ah, sudah saya duga! Pasalnya, membantu orang lain berubah bukan dalam kendali saya sepenuhnya. Ada beragam faktor yang tercatat hingga sebaliknya yang membuahkan hasil baru. Dari sini, saya memahami bahwa sebagai seorang pemimpin perlu melepas ekspektasi untuk terus berdampak. Bukankah small act namun dikerjakan bermakna selalu menghasilkan hasil yang luar biasa?
Lalu, di pertengahan tahun saya mendapatkan offering di suatu tempat untuk paruh waktu berperan sebagai Konsultan. Saat itu, pekerjaan Yayasan hanya fokus pada program reguler seperti Webinar dan bisa berjalan dengan semestinya. Saya yang sudah belajar pada awal tahun, untuk melepas ekspektasi berlebihan mulai menjadi terbiasa. Pada saat itu, seketika muncul perasaan bersalah. Saya tidak punya banyak atensi waktu untuk Yayasan. Sebagian relung hati, memberi label pada diri bahwa saya tidak 'responsible'.
ADVERTISEMENT
Tengah tahun, saya merasa tak berdaya ditambah pekerjaan profesional di luar Yayasan mengalami kemunduran drastis. Saya yang baru saja optimis, seketika 'jatuh' kembali di lubang yang sama. Sejatinya, saya merasa hampa dan tidak tahu harus bagaimana menyikapi kehidupan. Pikiran saya saat itu adalah merancang pembuktian pada mereka yang meremehkan. Apakah saya mendapatkan balasan? Tentu saja, tidak. Buktinya, manusia berjalan dengan urusannya masing-masing.
Kemudian, di sisa tahun 2022 dengan segenap upaya tak berujung ditambah energi yang semakin tersisa. Saya menyadari bahwa proses ini tidak sendirian. Setidaknya, untuk melanjutkan mimpi tahun 2022 saya dibantu oleh banyak pihak. Tanpa mereka, entah bagaimana saya bisa berharap & bertahan. Mungkin kita jarang menyadari, kalau keberadaan satu sama lain punya peran yang saling memberdayakan selama diiringi oleh niat yang murni.
Semakin menjelang akhir tahun, saya belajar juga untuk hidup melunak dengan memahami perbedaan generasi berarti berbeda cara hidup. Kedatangan 20 anak magang yang diamanahkan oleh Kampus Merdeka tidak hanya sekedar membantu mereka belajar sesuatu. Lebih daripada itu, saya pun berefleksi terhadap banyak hal. Dari adaptasi kerja setiap individu, menghindari micro managing dan ternyata malah kejadian, hingga alasan individu untuk berubah. Jika, sebelumnya saya berhak memilih ingin bekerja sama dengan siapa. Ketika dititipkan jumlah anak yang cukup banyak, saya yang harus lebih banyak 'mengalah' (dalam artian positif).
Bagaimanapun juga, kehadiran anak magang punya kesan tersendiri yang membuat saya bertumbuh menjadi lebih berarti. Seiring berjalannya waktu, saya memaknai tahun 2022 bukan sekedar hubungan dengan diri sendiri dan sesama. Tapi, juga bagaimana saya sepatutnya menempakan Tuhan di setiap keputusan. Dan, ini yang menjadi resolusi tambahan di tahun 2023. Tentang bagaimana hidup lebih bersahaja, melunak, dan mengucap kalimat baik.
ADVERTISEMENT