Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
kumparanTALK: Mengenali Inner Child di Masa Pandemi
9 April 2020 11:13 WIB
Tulisan dari teman kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa pandemi yang terus bergulir sering kali membuat kita tertekan dan merasa stress. Selain virus COVID-19 yang sering membuat cemas, keadaan sosial yang berubah juga bisa menjadi stressor di dalam diri yang dapat menekan kondisi mental kita.
ADVERTISEMENT
Salah satunya inner child, diketahui sebagai sisi kepribadian seseorang yang bereaksi seakan-akan seperti anak kecil. Inner child pada dasarnya bukan suatu kesalahan, tetapi merupakan pengalaman di masa kecil yang kita persepsikan masing-masing dan sering kali masih muncul tanpa kita sadari.
Inner child bisa menjadi berbahaya saat mulai menguasai emosi kita, sehingga kita merasa sulit mengontrol emosi. Terlebih, jika hal tersebut mulai mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengganggu hubungan kita dengan orang lain.
Padahal di masa seperti ini, sangat penting bagi kita untuk memperhatikan kesehatan fisik dan mental. Keadaan mental yang sehat juga dapat membantu memperkuat sistem imun dalam tubuh kita. Lantas, bagaimana caranya mengenali dan menangani inner child kita di masa pandemi ini?
ADVERTISEMENT
Pada kumparanTALK kali ini, teman kumparan berkesempatan berdiskusi dengan Adhesatya Ningsih, M.Psi yang merupakan psikolog dari layanan konseling @ibunda.id . Ternyata, mengatasi inner child di masa pandemi ini sangat penting lho, Moms .
Penasaran seperti apa keseruan kumparanTALK kali ini? Simak rangkumannya di bawah ini.
Tanya: Bagaimana caranya mengatasi inner child yang sudah terlanjur terjadi? Apa dampak buruk dari inner child yang sudah terbentuk?
Jawab: Cara pertama mengatasi inner child adalah menyadari terlebih dahulu, kemudian kenali inner child kita. Kebutuhan apa yang ingin dipenuhi melalui inner child ini. Baru kemudian kita bisa belajar mencintai melalui komunikasi dan penerimaan.
Dampak inner child bisa beragam, tergantung konteks masing-masing orang. Dampak paling sering muncul lewat emosi yang akhirnya tampak pada perilaku kita. Bisa jadi mempengaruhi hubungan kita dengan orang di sekitar, terlebih orang terdekat. Inner child yang tidak disadari bisa kita simpan di alam bawah sadar, sehingga tanpa sadar kita mengulangi pengalaman yang sama pada anak dan keluarga kita.
ADVERTISEMENT
Tanya: Bagaimana cara mengatasi inner child kita yang terluka agar tidak terulang kepada anak-anak kita?
Jawab: Sudah terjawab pada pertanyaan pertama. Sadari, kenali, lalu cintai. Tidak pernah ada sekolah menjadi orang tua, maka apresiasi hal-hal baik yang sudah kita lakukan untuk anak kita. Jika di waktu tertentu kita terlanjur menunjukkan emosi negatif, segera sadari dan kenali emosi ini. Jangan ragu untuk meminta maaf pada anak.
Tanya: Batasan inner child seperti apakah yang berbahaya dan harus dihindari? Jika terlanjur menjadi luka dalam, bagaimana penanganannya?
Jawab: Inner child yang berbahaya saat mulai menguasai emosi kita, sehingga kita merasa sulit mengontrol emosi. Terlebih jika mulai mengganggu aktifitas sehari-hari dan mengganggu hubungan kita dengan orang lain. Penanganannya sudah dijelaskan pada pertanyaan pertama.
ADVERTISEMENT
Segera hubungi layanan kesehatan mental terdekat bila kita merasa butuh bantuan.
Tanya: Misalnya begini, aku pernah mengalami inner child yang terluka dan aku bisa mengatasinya meskipun menyisakan pengalaman yang tidak baik. Kemudian hal tersebut terjadi pada anakku dan kemudian menganggap, ah enggak apa-apa buktinya aku bisa melewatinya dan baik-baik saja. Nah, gimana tuh mbak dengan perasaan yang abai? Apakah berdampak jika melakukan pembiaran yang lama?
Jawab: Inner child ini sebenarnya hadir dari pengalaman semasa kecil yang tanpa kita sadari, kita simpan di alam bawah sadar. Walaupun sekarang kita baik baik saja, bukan berarti pengalaman yang kita simpan tadi sudah clear. Oleh karena itu butuh untuk disadari, dikenali dan dicintai. Agar supaya tidak muncul melalui perilaku dan emosi kita.
ADVERTISEMENT
Terkait anak, sebelum kita membantu anak kita healing dulu inner child diri sendiri, baiknya kita lebih dulu healing inner child kita.
Bila dirasa butuh bantuan, bisa segera menghubungi layanan kesehatan mental terdekat.
Tanya: berarti penanganannya dengan belajar mencintai melalui komunikasi dan penerimaan ya, mbak?
Jawab: Benar sekali mbak. Diawali dari kita menyadari mana saja inner child kita. Selanjutnya kita mulai mengenali, kebutuhan apa yang diharapkan dari inner child ini, apa yang sebenarnya kita inginkan. Selanjutnya, kita belajar berkomunikasi dengan diri kita. Contohnya, "oh ternyata diriku gak nyaman kalo......., aku tuh sebenernya pengen diperlakukan seperti...."
Terakhir baru kita belajar menerima. Menerima bahwa pengalaman tidak menyenangkan di masa kecil memang pernah ada, dan sekarang kita belajar dari pengalaman tersebut sebagai pribadi yang telah bertumbuh dan berkembang
ADVERTISEMENT
Tanya: Untuk mengenali dengan mudah inner child kita bagaimana ya, Mbak? Apakah bisa untuk dikomunikasikan dengan pasangan agar bisa membantu dalam mengatasi hal tersebut, karena paling dekat kan tentunya suami.
Jawab: Biasanya inner child ini muncul dalam bentuk perilaku yang cenderung seperti anak kecil. Contohnya, kita selalu marah bahkan menangis bila barang kita dipinjam oleh orang lain. Perilaku ini biasanya ditunjukkan oleh anak kecil saat mainan atau barangnya dipinjam oleh orang lain.
Cobalah review ke belakang, kenapa kita tidak suka bila barang kita dipinjam? Apa yang sebenarnya kita rasakan bila barang kita dipinjam? Apa yang kita inginkan sebenarnya?
Mungkin dari kasus seperti ini, kita enggan meminjamkan barang yang kita punya karena punya pengalaman barang kita diambil secara paksa. Kita merasa tidak dihargai. Sebenarnya kita hanya ingin barang kita dipinjam dengan baik, dikembalikan tepat waktu dan diucapkan terima kasih.
ADVERTISEMENT
Ini baru contoh sederhana, masih banyak contoh lain dari bentuk inner child ini.
Sangat baik bila dikomunikasikan dengan pasangan. Dengan begitu, pasangan menjadi lebih memahami keadaan kita dan meminimalisir miskomunikasi karena inner child ini.
Tanya: apa saja cara-cara yang bisa ditempuh untuk bisa healing inner child kita mbak?
Jawab: Menyadari bahwa inner child ini ada dalam diri kita. Memahami kebutuhan yang diharapkan dari inner child ini. Lalu mengkomunikasikan pada diri sendiri terkait kebutuhan ini. Kebutuhan dasar manusia biasanya terkait cinta dan penerimaan.
Prosesnya butuh waktu. Sehingga baik jika kita terus melakukan evaluasi, sudah sejauh mana kita mampu mengkomunikasikan kebutuhan kita pada diri sendiri.
Bila dibutuhkan silahkan menghubungi layanan kesehatan mental terdekat. Healing inner child dapat pula dibantu melalui terapi psikologi.
ADVERTISEMENT
Tujuannya sama, mengajak "anak kecil" ini bertumbuh dan berkembang.
Tanya: Berarti inner child pada dasarnya bukan suatu kesalahan ya, Mbak?
Jawab: Tidak sama sekali. Inner child ini adalah pengalaman yang kita persepsikan masing-masing. Inner child pun tidak selamanya negatif. Namun yang lebih banyak muncul menjadi masalah adalah inner child dari pengalaman negatif.
Tanya: Apakah jika masih belum menyadari inner child masing-masing bisa jadi bumerang ketika anak-anak mulai beranjak dewasa?
Jawab: Bisa dikatakan seperti itu, inner child yang diabaikan bukan berarti selesai. Saya selalu mengibaratkannya seperti balon yang ditekan. Semakin lama ditekan, tentu akan meledak.
Di saat pandemi seperti ini, stressor kita semakin banyak. Selain virus itu sendiri, keadaan sosial yang berubah tentu menjadi stressor juga. Bila kita analogikan seperti balon tadi, maka tekanannya semakin berat.
ADVERTISEMENT
Kami menyebutnya berdamai dengan inner child. Setiap orang prosesnya berbeda, saat anak kecil ini sudah menyadari kebutuhannya dan mulai belajar bertumbuh dan berkembang. Ukuran selesainya tiap orang pun beda. Bisa jadi muncul dalam bentuk perubahan perilaku, bisa juga muncul dalam bentuk emosi yang lebih stabil.
Oleh karena itu di masa seperti ini baik sekali jika kita memperhatikan kesehatan fisik dan mental. Keadaan mental yang sehat, dapat membantu memperkuat sistem imun dalam tubuh kita.
Tanya: Apakah kita sebagai orang tua bisa mengenal inner child anak kita dan membantu untuk healing inner child tersebut? Atau hanya diri sendiri saja yang bisa merasakan?
Jawab: Kalau pada orang lain, butuh komunikasi 2 arah. Nah khusus untuk anak kita sendiri, lebih memungkinkan kita mengenalinya karena kita hadir dalam tumbuh kembangnya.
ADVERTISEMENT
Bisa dimulai dengan misalnya, "Dek, mamah liat tiap..... adek responya...... adek enggak suka ya?"
Nah saat muncul jawaban, cobalah untuk probing/tanyakan lebih lanjut. 3 pertanyaan yang perlu turut ditanyakan,
Nah, dengan demikian kita bisa pelan pelan mengenali inner child anak kita dan membantu untuk healingnya.
Prosesnya tidak perlu diburu buru yaa, Moms. Untuk anak anak maupun remaja, proses membuka diri pada orang diluar dirinya perlu waktu dan trust. Bangun trust satu sama lain dulu.
Bisa juga saling sharing pengalaman Moms. Supaya muncul trust dan anak punya kemauan untuk sharing.
Sebelum menutup perbincangan, Adhesatya sempat mengirimkan closing statement kepada teman kumparan.
Jika ada pertanyaan lebih lanjut, Moms juga bisa menghubungi Psikolog Adhesatya lewat Instagram pribadinya di bawah ini.
ADVERTISEMENT
kumparanTALK Mom akan membahas topik lain dengan narasumber yang enggak kalah menarik lainnya loh, Moms.
Tertarik ikut keseruannya? Yuk, join Grup WhatsApp Teman kumparan Mom .