Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Produksi Ribuan APD Gratis dari Penjahit Rumahan di Yogyakarta
4 April 2020 0:06 WIB
Diperbarui 13 Mei 2020 16:45 WIB
Tulisan dari teman kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi penjahit ketika membuat pakaian hazmat, Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1585925526/gmu3e3omlscflqyxfv2r.jpg)
ADVERTISEMENT
“Saya senang melihat sukacita teman-teman penjahit di Yogyakarta yang mau ikut berkontribusi di masa krisis ini. Satu-satunya harapan terbesar buat saya dan teman-teman hari ini adalah petugas medis. Mereka adalah garda terdepan dari krisis COVID-19.
ADVERTISEMENT
Semakin mereka bisa menyembuhkan orang, maka kita semakin punya harapan untuk bangkit dari pandemi ini. Kalau semua paramedis pada semua tingkatan bisa terpenuhi kebutuhannya, maka mereka akan aman. Bahaya sekali jika mereka tidak terlindungi, seperti misi bunuh diri.”
Sejak pertengahan Maret lalu, Budhi Hermanto, warga asal Yogyakarta mengawali aksi nyatanya memerangi wabah COVID-19 dengan memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis di kotanya.
Bersama penjahit lokal di Yogyakarta, Budhi mengawal produksi APD berupa baju hazmat (hazardous materials) yang diproduksi langsung dari tangan-tangan penjahit rumahan kepercayaannya.
Mulanya Budhi hanya menggaet 3 penjahit lokal untuk membantu tenaga medis yang kekurangan APD, tetapi gerakan yang ia usung ternyata meluas dengan cepat. Kini, ada sekitar 60 penjahit rumahan yang ikut membantu supply APD bagi tenaga medis di Yogyakarta dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Cerita Budhi menggerakkan para penjahit rumahan bermula ketika ia berinisiatif melakukan tes COVID-19 seusai pulang dari Jakarta. Namun usahanya untuk mengikuti tes COVID-19 sia-sia. Ia malah mendapat penolakan karena disebut tidak memenuhi syarat untuk memperoleh tes. Padahal, Direktur Klinik Adiwarga Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) ini hanya khawatir jika ia membawa virus asing ke lingkungannya.
Pandangan Budhi berubah ketika salah satu perawat juga mengaku tak bisa mengikuti tes covid, padahal mereka setiap harinya berhadapan dengan pasien baru yang bisa saja sudah terpapar oleh virus corona. Sontak Budhi tertegun dan memikirkan nasib para pekerja medis.
Paramedis yang menjadi garda terdepan bahkan juga tidak mengetahui status kesehatan dirinya sendiri, apakah mereka terbebas dari COVID-19 atau tidak. Ditambah, perlengkapan pelindung diri bagi perawat dan dokter di rumah sakit yang tersebar di Yogyakarta pun tak cukup tersedia. Dengan kondisi seperti itu, Budhi bertanya dalam hati, bagaimana kita bisa memerangi wabah virus corona dan terlepas dari masa pandemi yang sekarang sedang terjadi?
ADVERTISEMENT
Budhi kemudian membayangkan begitu banyaknya APD yang dibutuhkan oleh paramedis dalam menangani pasien positif corona. Jika diakumulasikan selama beberapa bulan, maka dibutuhkan puluhan ribu APD bagi tenaga medis di Yogyakarta.
Sedangkan, kenyataan kelangkaan APD benar adanya. Kalaupun tersedia, harga yang tersedia di pasaran melonjak naik berkali-kali lipat. Ide membuat APD dari para penjahit rumahan kemudian muncul untuk dapat mengatasi permasalahan kelangkaan APD di Yogyakarta.
"Melihat kondisi paramedis di lapangan saat ini membuat saya teringat dengan para buruh. Tak hanya pakaian hazmat yang langka, hampir semua alat perlindungan diri seperti face shield juga tidak ada."
Bermula hanya dari 3 penjahit rumahan, kini sudah ada sekitar 60 penjahit yang memproduksi pakaian hazmat gratis bagi paramedis di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Proses yang dilalui selama produksi pun melewati trial and error.
ADVERTISEMENT
Budhi mengaku sempat mencari jurnal dan panduan tentang tata cara membuat APD. Ia kemudian membaca salah satu jurnal dari Universitas John Hopkins tentang pakaian hazmat yang ternyata rumit. Namun, hambatan tersebut tak menghalangi produksi APD yang diinisiasi Budhi, sebab ia sadar terdesak kondisi darurat.
"Setelah berhasil diproduksi sesuai dengan arahan dari jurnal, saya bawa APD-nya ke dokter bedah untuk dilihat kelayakannya. Katanya lebih layak dipakai daripada mereka harus memakai jas hujan, kondisinya darurat."
Di tengah-tengah perjalanannya memproduksi APD bersama para penjahit rumahan, banyak teman-teman dan kerabat Budhi yang ingin ikut menawarkan bantuan. Beberapa orang bahkan menawarkan donasi untuk produksi APD dari penjahit rumahan.
Untuk menampung itu, Budhi bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat dan LSM untuk mengumpulkan pendanaan dari para donatur supaya keuangannya terkelola dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Saya terharu sekaligus senang karena masih banyak sekali orang baik yang mau bantu. Di Surabaya, Kudus, Semarang, Depok, Bogor, Bandung, dan daerah lainnya sudah ada yang memulai melakukan ini juga."
"Kalau ada orang yang bertanya kepada saya, saya akan menyarankan mereka cari penjahit, produksi secepatnya. Kita tidak bisa hanya diam saja menunggu produksi pabrik yang besar-besaran. Cari penjahit, lakukan hal yang sama."
"Banyak cerita yang membuat saya terenyuh. Ada cerita seorang perempuan yang tiba-tiba menghubungi saya. Dia tinggal di pesantren dan bilang bisa bantu saya buat APD. Tapi dia hanya punya mesin jahit tangan, alat jahit sederhana, bukan yang dipakai para penjahit rumahan itu. Kemudian akhirnya dia bantu saya buat pelindung sepatu untuk para tenaga medis."
ADVERTISEMENT
Saat ini, pendistribusian APD secara berkala sudah dilakukan dan menyasar beberapa rumah sakit yang tersebar di Yogyakarta. Pendistribusian dipastikan menyebar ke setiap rumah sakit, sehingga pembagiannya merata. Budhi berharap, akan ada lebih banyak orang yang melakukan hal yang sama di daerah lain supaya kebutuhan APD bagi para tenaga medis dapat tercukupi, sehingga kita bisa segera melewati masa pandemi ini.