Konten dari Pengguna

Profil Nahdya dan Febty, Founder Rumah Edukasi Komunitas Pilah Sampah

teman kumparan
Ayo gabung ke komunitas teman kumparan!
12 Juli 2024 17:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari teman kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nahdya Maulina, founder Rumah Edukasi Komunitas Pilah Sampah. Foto: Nahdya Maulina
zoom-in-whitePerbesar
Nahdya Maulina, founder Rumah Edukasi Komunitas Pilah Sampah. Foto: Nahdya Maulina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rumah Edukasi Komunitas Pilah Sampah tercpta berkat inisiatif dua sosok inspiratif, Nahdya Maulina dan Febty Febriani. Meski latar belakangnya berbeda, namun mereka memiliki misi yang sama untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemilahan sampah.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, Febty berprofesi sebagai peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN. Ia menceritakan bahwa ide mendirikan komunitas ini berawal dari kebiasaan positif yang dibangun oleh Nahdya.
"Ketika pandemi, kita punya banyak waktu di rumah. Nah, Mbak Nadia selalu rutin nawarin ke teman-teman di daycare untuk menitip sampah. Dari situ, teman kantor punya ide untuk bikin flyer dan Instagram sendiri," kata Febty.
Di lain pihak, Nahdya Maulina yang bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), memiliki motivasi yang kuat untuk mendirikan komunitas ini. Sejak kecil, ia memang peduli terhadap kelestarian lingkungan di sekitar.
"Aku dari kecil punya ketertarikan terhadap lingkungan. Pernah banjir di rumah akibat penyumbatan sampah di got. Sejak itu, aku selalu ingatkan keluarga untuk tidak buang sampah sembarangan," ujarnya.
ADVERTISEMENT

Perjalanan dan Tantangan Membangun Komunitas

Febty Febriani, founder Rumah Edukasi Komunitas Pilah Sampah. Foto: Febty Febriani
Febty, yang pernah tinggal di Jepang untuk menempuh S2 dan S3, terinspirasi dari sistem pemilahan sampah yang ketat di sana. Katanya, pemilahan sampah di Jepang sangat diprioritaskan.
Ketika Febty pulang ke Indonesia, ia pun merasa aneh dengan pemandangan sampah yang digabung begitu saja. Sementara Nahdya, selain bekerja di KLHK, dia juga berusaha mengedukasi masyarakat tentang pemilahan sampah.
"Membagi waktu antara pekerjaan utama dan kegiatan komunitas itu tantangan terbesar. Kami berempat PNS, jadi harus pandai-pandai membagi waktu," ungkap Nahdya.
Di balik layar, tim inti Rumah Edukasi Pilah Sampah hanya terdiri dari lima orang. Keterbatasan SDM itu membuat mereka sulit mengatur waktu.
Tantangan selanjutnya datang dari biaya operasional. Saat ini, Rumah Edukasi menyewa tempat yang strategis namun cukup mahal. Di awal, hal ini cukup memberatkan. Akhirnya, tim pun memutar otak untuk menutup kekurangan biaya tersebut.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu, mulai banyak kegiatan-kegiatan edukasi yang dilakukan Edukasi Komunitas Pilah Sampah. Akhirnya, mereka pun bisa mendapatkan uang dari kegiatan tersebut untuk menutupi biaya operasional, termasuk gaji tim teknis, sewa tempat, dan biaya pengembangan lainnya.
Tantangan lainnya adalah mencari orang-orang yang mau berkomitmen secara sukarela sambil bekerja atau kuliah. Banyak yang tertarik dan bergabung, tetapi tetap ada masa percobaan selama tiga bulan.

Cita-Cita dan Harapan Founder

Baik Nahdya maupun Febty sama-sama berharap Pilah Sampah bisa menjadi pusat rujukan pemilahan sampah dari sumber utama di Indonesia. Jadi, dampaknya pun bisa semakin terasa.
"Kalau setiap rumah tangga bisa memilah sampah, jumlah sampah yang terbuang ke TPA akan jauh berkurang," kata Febty.
Nahdya menambahkan, "Kami ingin masyarakat mudah dalam memilah sampah. Jika mereka mudah, mereka bisa konsisten, dan akhirnya gaya hidup mereka bisa berubah."
ADVERTISEMENT
Dengan visi dan misi yang kuat, serta semangat yang tak kenal lelah, Nahdya dan Febty terus berjuang untuk membuat perubahan positif bagi lingkungan Indonesia.