Teman Curhat: Kapan Harus Pergi ke Psikolog? Kenali 3 Tandanya!

teman kumparan
Ayo gabung ke komunitas teman kumparan!
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2021 14:50 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari teman kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Program Teman Curhat Bersama Nago Tejena. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Program Teman Curhat Bersama Nago Tejena. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Kapan sih kita harus pergi konsultasi ke psikolog? Ini adalah salah satu pertanyaan teman kumparan kepada Psikolog Klinis Nago Tejena di Program Teman Curhat. Psikolog yang kerap disapa Kak Nago ini sudah memberikan jawabannya lewat rangkuman di bawah ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu keuntungan bergabung di grup teman kumparan yaitu bisa bertanya dan konsul ke psikolog secara gratis. Program Teman Curhat hadir setiap hari Selasa agar member grup teman kumparan dapat mengungkapkan permasalahannya kepada Psikolog Klinis Nago Tejena secara gratis.
Jika teman-teman mau bergabung, bisa klik link berikut untuk join ke grup teman kumparan: kum.pr/Temankumparan.
Penasaran seperti apa curhatan teman kumparan dan bagaimana Kak Nago menjawabnya? Simak rangkumannya di sini!
Curhatan: Akhir-akhir ini sering overthinking, ingin bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa beban liat kesenangan orang lain. Bagaimana caranya ya Kak?
Jawab: Ketika kita mencoba meluaskan perhatian kita, secara otomatis akan banyak informasi yang masuk dan banyak hal yang menjadi pikiran kita.
ADVERTISEMENT
Entah kekhawatiran tentang masa depan, kehidupan orang lain, dan seterusnya. Namun pada akhirnya, kita hanya akan menjalani hidup kita sendiri. Kendali kita hanya akan ada di sana.
Coba lihat ke hidupmu sendiri saat ini, apa yang bisa kamu mulai lakukan?
Curhatan: Halo Kak, kondisi aku saat ini lagi cemas karena nggak ada seseorang yang bisa ngerti kondisi aku sekarang. Aku ingin menangis tapi nggak bisa. Aku jadi kehilangan motivasi buat ngelakuin sesuatu, contohnya seperti: mengerjakan PR, ibadah, dll. Aku bingung harus gimana lagi.
Jawab: Haloo.. terima kasih sudah bercerita :)
Pertama, mungkin kita bisa melihat dulu, mengapa mereka sulit untuk memahami kita. Kadang itu terjadi karena kita kurang membuka diri kita sepenuhnya, atau tidak menyampaikan dengan cara yang mereka pahami. Apabila kendala itu bisa diatasi, harapannya mereka lebih bisa paham
ADVERTISEMENT
Akan tetapi kalau ternyata mereka masih belum bisa memahami, aku rasa ada baiknya untuk mencoba menghubungi profesional yang bisa lebih membantu kamu.
Selamat mencoba ya.
Curhatan: Bagaimana sih tanda-tanda kalau kondisi mental health kita terganggu? dan apa bahayanya ya?
Jawab: Ada beberapa hal yang kamu bisa perhatikan dari dalam dirimu, untuk memeriksa apakah kondisi mentalmu sedang bermasalah atau tidak.
Pertama, lihat produktivitasmu. Apakah kamu bisa menyelesaikan deadline tugas / project? Apakah kamu bisa mengikuti jadwal pekerjaan dan pendidikanmu?
Kedua, lihat waktu istirahatmu. Apakah kamu bisa tidur dengan nyenyak? Apakah kamu bisa menikmati hobi-hobi yang kamu miliki?
Ketiga, lihat hubungan yang kamu miliki. Apakah kamu memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang yang kamu sayangi? Apakah kamu pernah merasa kesepian?
ADVERTISEMENT
Poin-poin di atas bisa menjadi landasan bagi seseorang untuk mulai menyadari permasalahan dalam diri, dan bisa menemui profesional apabila diperlukan.
Curhatan: Selamat sore Kak Nago, sebelumnya terima kasih banyak atas kesempatan yang diberikan di sesi curhat kali ini bersama Teman kumparan ya kak.
Langsung ke topiknya, ijin bercerita ya kak..
Saat ini saya sedang menjalin hubungan dengan seorang penderita BPD dan Bipolar Disorder. Sebenarnya sampai saat ini saya belum menghadapi masalah yang rumit dalam menghadapi "mood swing"-nya yang seringkali naik turun dan perasaan rejected-nya yang seringkali datang.
Masalah pekerjaan juga seringkali jadi alasan kita bertengkar. Sebenernya saya sih yang masih kurang bisa memahami gimana cara menghadapi "mood swing"-nya dan bereaksi agar dia tidak merasa rejected atau terabaikan.
ADVERTISEMENT
Saya sudah coba berkonsultasi dengan beberapa teman saya yang juga punya permasalahan yang sama, tapi mungkin karena teman saya perempuan, kontrol emosi yang dimiliki sepertinya cukup berbeda kak.
Di sini saya mau minta sedikit saran kak, dari sisi caregiver untuk menghadapi pasangan saya terutama di fase-fase depresinya. Saya tau saya tidak bertanggung jawab atas recovery dia, tapi di satu sisi saya juga ingin tetap bantu kasih semangat untuk dia bisa survive. Nah, di sini sebenarnya yang saya bingung karena-kadang di fase depresi, sedikit saja saya salah kata bisa jadi salah satu trigger dia merasa semakin down.
Saya kira kurang lebih seperti itu Kak Nago sedikit curhatan saya, semoga tidak membebani dan mohon maaf kalau ada salah kata atau maksud yang ingin disampaikan ya kak. Terima kasih banyak Kak Nago, selamat sore :)
ADVERTISEMENT
Jawab: Halo, terima kasih sudah cerita ya :)
Betul yang kamu katakan, kita harus memegang dulu bahwa tanggung jawab tidak berada di kita. Karena tak jarang ada caregiver yang merasa "burnout" dan bersalah apabila tidak bisa membantu pasangannya, padahal sebenarnya dibutuhkan intervensi profesional yang intensif
Beberapa hal yang kamu bisa lakukan adalah :
1. Encourage dia untuk tetap konsisten dalam menemui profesional. Tentunya dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan dia
2. Ajak dia bersama untuk memproses perasaan tersebut. Apabila dia mungkin berada di kondisi depresif, sedih, menangis, dan lainnya.. kamu bisa mengajak dia berdiskusi. Tanyakan apa yang membuat dia sedih, apa yang mungkin membuat dia merasa tidak nyaman, apa yang bisa dilakukan untuk merasa lebih baik. Harapannya ini bisa membantu dia memahami perasaan serta dirinya sendiri
ADVERTISEMENT
3. Hadir untuk dia. Kamu tidak perlu untuk bisa "memperbaiki" mood dia, kadang cukup menemani dia saja cukup untuk membantu.
Semoga membantu :)
Curhatan: Curhatan saya ini adalah kegelisahan saya dalam bekerja secara WFH. Saya baru pindah ke kantor baru ini pasca resign dari kantor sebelumnya. Saya baru bekerja di kantor ini selama 3 bulan. Nah, problematika nya adalah bekerja WFH ini kadang membuat perasaan saya terisolasi, tanpa pengawasan dan masih belum bisa menyesuaikan diri dengan tanggung jawab baru juga.
Di sisi lain saya senang bisa belajar ilmu-ilmu baru, di sisi lain juga kadang saya butuh bekerja bareng di kantor secara fisik karena saya selama 3 tahun di kantor lama terbiasa bekerja langsung di kantor sekalipun tahun lalu kantor lama saya masih menerapkan WFO.
ADVERTISEMENT
Jadi pertanyaannya adalah :
1. Bagaimana mengatur perasaan terisolasi, bingung, overthinking, merasa bersalah dan berprasangka buruk selama bekerja secara WFH? Lebih tepatnya mengelola perasaan yang naik-turun ini.
2. Bagaimana menjalin dengan teman-teman baru di kantor? (Untungnya kantor masih mengajak bertemu setidaknya sebulan 1 kali)
Semoga saya bisa menemukan jawabannya yang pas. Terima kasih!
Jawab: Halo, terima kasih sudah bercerita :)
Dari berbagai situasi yang kamu jelaskan, sepertinya memang permasalahan utama yang saat ini sedang kamu hadapi berhubungan dengan perasaan isolasi atau kesepian. Berada di lingkungan kerja baru, ditambah lagi kondisi WFH juga memberikan hambatan baru
Bagaimana pun juga, solusi dari masalah kesepian adalah koneksi sosial. Coba jalin kembali hubungan dengan orang-orang yang kamu rasa penting di hidup kamu. Mungkin mulai dari keluarga, teman lama, atau komunitas tempat kamu terlibat
ADVERTISEMENT
Nah, untuk teman kantor.. aku rasa salah satu hal yang bisa kamu lakukan adalah dengan membuka sisi personalmu terlebih dahulu. Biasanya kita menjaga hubungan dengan kantor hanya sebatas profesional saja, akan tetapi untuk membentuk hubungan yang lebih dalam.. kita perlu terkoneksi secara emosional. Oleh karena itu aku rasa sesekali membuka aspek personal dirimu (yang tentunya kamu nyaman) bisa membantu
Selamat berjuang.
Program Teman Curhat dibuat khusus untuk member yang tergabung di grup online resmi komunitas teman kumparan. Lewat Teman Curhat, teman kumparan bisa berkonsultasi, diskusi, dan curhat dengan Nago Tejena, Psikolog Klinis yang sedang bekerja di Biro Psikologi Universitas Udayana. Psikolog Klinis lulusan Universitas Padjajaran tahun 2018 ini juga sedang aktif memberikan edukasi lewat beberapa webinar.
ADVERTISEMENT
Pria yang kerap disapa Kak Nago ini berfokus mendalami psikologi klinis, pengembangan diri, dan psikologi anomali (penjelasan psikologi mengenai fenomena supranatural). Bagi teman kumparan yang aktif di media sosial Twitter, pasti enggak asing lagi dengan thread yang membahas isu psikologi dan cerita supra natural dari akun @nagotejena.
(tan)
====================
Teman curhat merupakan program khusus yang diadakan di grup teman kumparan. Lewat Teman Curhat, teman kumparan bisa berkonsultasi, diskusi, dan curhat dengan para expert yang ahli di bidangnya. Yuk, gabung ke grup teman kumparan di Telegram melalui kum.pr/Temankumparan. Jangan lewatkan keseruannya, ya!