Konten dari Pengguna

Silaturahmi: Kunci Umur Panjang

Adriyanto M
Pekerja mandiri, alumni Universitas Mulawarman, multi minat.
1 April 2025 16:35 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adriyanto M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Silaturahmi di hari raya Idul Fitri (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Silaturahmi di hari raya Idul Fitri (Sumber: Freepik)
ADVERTISEMENT
Ketika kita berkumpul dengan orang-orang tercinta, hati terasa hangat dan beban hidup seolah berkurang. Bayangkan suasana Idul Fitri: keluarga saling berpelukan, tetangga berjabatan tangan, dan teman lama berjumpa kembali dengan senyum dan tawa. Dalam momen-momen seperti itu, ada keajaiban silaturahmi yang menyelimuti – jalinan kasih sayang yang bukan hanya mendamaikan jiwa, tetapi diyakini dapat memanjangkan umur.
ADVERTISEMENT
Ungkapan “silaturahmi memperpanjang umur” bukan sekadar kiasan; ia lahir dari ajaran Islam yang sarat hikmah, dan menariknya, kini mendapat dukungan bukti ilmiah. Tulisan ini akan mengupas makna silaturahmi memperpanjang umur dari berbagai sudut pandang: agama, sains, hingga tradisi Idul Fitri. Semoga dapat menginspirasi siapa pun – tak peduli latar belakangnya – untuk semakin menghargai dan mengamalkan silaturahmi dalam keseharian.

Silaturahmi dalam Perspektif Islam

Silaturahmi berasal dari bahasa Arab: shilat berarti menyambung, dan ar-rahim berarti kasih sayang​. Artinya, silaturahmi bukan sekadar bertegur sapa atau berjabat tangan, melainkan upaya menyambungkan tali kasih sayang antarsesama manusia. Islam menempatkan silaturahmi sebagai amal yang amat mulia. Banyak sekali dalil yang menekankan keutamaannya. Dalam sebuah hadits yang masyhur, Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung silaturahmi”​.
ADVERTISEMENT
Pesan ini jelas – menjalin hubungan baik dengan keluarga dan sesama bisa mendatangkan rezeki berlimpah dan usia yang panjang. Sebaliknya, Islam memperingatkan keras agar jangan sampai memutus tali silaturahmi; Rasulullah ﷺ bahkan bersabda bahwa “tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim”​. Begitu besar nilai silaturahmi dalam ajaran agama, hingga rahmat Allah pun tergantung padanya.
Lantas, bagaimana silaturahmi bisa memperpanjang umur? Para ulama memberikan penafsiran yang indah atas hadits tadi. Imam An-Nawawi dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan setidaknya dua makna​.
Pertama, umur panjang di sini merupakan kinayah (kiasan) untuk keberkahan hidup. Silaturahmi menjadi sebab turunnya berkah: seseorang dimudahkan berbuat kebaikan dan dijauhkan dari menyia-nyiakan usia dalam hal tak berguna​. Dengan kata lain, hidupnya lebih bernilai dan produktif – penuh amal kebajikan, ilmu bermanfaat, serta dikelilingi orang-orang shalih yang mendoakannya, sehingga namanya harum bahkan setelah ia tiada. Inilah “panjang umur” dalam arti kualitas, bukan semata kuantitas.
ADVERTISEMENT
Kedua, sebagian ulama mengartikan umur panjang secara literal. Allah bisa saja benar-benar menambah usia seseorang sebagai ganjaran silaturahmi, misalnya menjadikannya mencapai usia 100 tahun padahal tadinya ditetapkan 60 tahun​. Hal ini terjadi dalam kerangka takdir mu’allaq (takdir yang tergantung amal): malaikat mencatat umur hamba sesuai amal silaturahminya, sementara dalam ilmu Allah yang Mahatinggi, hal itu sudah diketahui sejak awal.
Inti dari kedua pandangan ini sejalan: silaturahmi mendatangkan karunia Allah yang membuat hidup kita lebih panjang, baik secara maknawi (penuh keberkahan) maupun hakiki. Di samping itu, silaturahmi juga merupakan wujud ibadah sosial yang membawa kedamaian.
Dengan menjalin silaturahmi, kita meneladani akhlak Rasulullah ﷺ yang penyayang. Beliau selalu menyambung hubungan, bahkan dengan kerabat yang pernah menyakitinya. Ajaran Islam mendorong kita memaafkan kesalahan orang lain, mengunjungi keluarga, menjamu tamu, dan peduli terhadap tetangga. Semua itu adalah bentuk silaturahmi yang mempererat ukhuwah (persaudaraan) dan menebarkan kasih sayang. Hati yang dipenuhi kasih akan jauh dari dengki dan dendam, sehingga hidup terasa lebih tenang.
ADVERTISEMENT
Ketika hati tentram, konon raga pun sehat – di sinilah hikmah Islam selaras dengan temuan sains modern tentang manfaat silaturahmi bagi kesehatan dan umur manusia.

Perspektif Ilmiah: Hubungan Sosial dan Umur Panjang

Menakjubkannya, ilmu pengetahuan masa kini mengonfirmasi kebenaran petuah lama tentang silaturahmi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial yang erat memang berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik maupun mental, bahkan terhadap panjang pendeknya usia seseorang.
Sebuah meta-analisis komprehensif terhadap 148 studi (melibatkan lebih dari 300 ribu partisipan) menemukan fakta mengejutkan: individu dengan hubungan sosial yang kuat memiliki 50% peluang hidup lebih besar dalam kurun waktu tertentu dibanding mereka yang hidup lebih terisolasi​. Pengaruh positif silaturahmi ini sangat konsisten pada berbagai kelompok usia, gender, dan kondisi kesehatan​.
ADVERTISEMENT
Artinya, siapa pun Anda, menjaga hubungan baik dengan keluarga dan sahabat dapat memberikan Anda peluang hidup yang lebih lama secara signifikan. Para ilmuwan bahkan menyebut dampak hubungan sosial bagi umur panjang setara dengan faktor-faktor medis utama. Menjalin persahabatan dan dukungan sosial ternyata sama bagusnya dengan berhenti merokok 15 batang sehari dalam hal meningkatkan harapan hidup jangka panjang​! Bahkan, efek positifnya lebih besar daripada manfaat berolahraga atau menjaga berat badan ideal​. Dengan kata lain, kesepian bisa berbahaya bagi kesehatan layaknya kebiasaan merokok yang akut.
Dr. Julianne Holt-Lunstad, pakar psikologi dari Brigham Young University, menjelaskan bahwa banyak orang tak menyadari hubungan sosial punya dampak fisik selain emosional​. Padahal, tubuh kita merespons kehadiran orang-orang terdekat dengan cara yang menguntungkan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Riset telah mengungkap berbagai mekanisme bagaimana silaturahmi menyehatkan tubuh. Dukungan sosial diketahui dapat membantu meredam stres dan memberikan buffer dari situasi yang menekan​. Orang yang rutin bersilaturahmi cenderung lebih mampu menghadapi stres dan tekanan hidup​, sehingga terhindar dari dampak-dampak merusak stres kronis.
Secara fisiologis, interaksi sosial yang positif dikaitkan dengan penurunan tekanan darah dan kesehatan jantung yang lebih baik​. Sistem kekebalan tubuh pun mendapatkan manfaat – memiliki jaringan pertemanan yang beragam berhubungan dengan fungsi imun yang lebih kuat​. Bahkan, proses penyembuhan luka dan peradangan dapat berlangsung lebih cepat pada orang yang mendapatkan dukungan sosial​.
Dari sisi mental, kebersamaan dengan orang-orang terkasih terbukti mengusir rasa kesepian dan mencegah depresi. Tawa dan cerita hangat bersama sahabat atau keluarga meningkatkan hormon kebahagiaan dan menurunkan hormon stres. Hasilnya, kesehatan mental lebih terjaga. Jiwa yang gembira dan optimis tentu berdampak positif pada kesehatan fisik secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Berikut beberapa buah manis silaturahmi bagi kesehatan menurut penelitian:
Menurunkan stres dan tekanan darah - Ikatan sosial dapat menenangkan sistem saraf kita, sehingga kadar stres menurun dan tekanan darah lebih terkontrol​. Berbagi cerita dan dukungan dengan teman membantu melepaskan beban pikiran yang menekan.
Menguatkan imunitas tubuh - Perasaan dicintai dan didukung membuat tubuh memproduksi hormon-hormon yang baik bagi imun. Tak heran, studi menemukan orang dengan jejaring pertemanan luas memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat​, sehingga tidak mudah sakit.
Meningkatkan peluang hidup lebih lama - Secara statistik, orang yang aktif bersosialisasi memiliki kemungkinan hidup lebih panjang. Penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup 50% lebih tinggi pada mereka yang memiliki hubungan sosial erat​. Sebaliknya, isolasi sosial meningkatkan risiko kematian dini secara signifikan – bahkan disebut bisa 3 kali lipat lebih tinggi dibanding orang yang .
ADVERTISEMENT
Manfaat di atas menjelaskan mengapa silaturahmi disebut “obat mujarab” panjang umur. Tubuh dan jiwa kita diciptakan untuk terhubung dengan orang lain. Ketika kita menjalin persahabatan, merawat hubungan keluarga, atau aktif dalam komunitas, kita sebenarnya sedang merawat diri sendiri. Kita memberikan “nutrisi” bagi kesehatan emosional yang berimbas pada raga.
Tak mengherankan bila banyak dokter dan pakar kesehatan masyarakat kini mengkampanyekan melawan epidemi kesepian. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap isolasi sosial sebagai krisis kesehatan publik karena dampaknya yang sebanding dengan faktor risiko medis klasik.
Fenomena ini tampak nyata pula dalam komunitas masyarakat berumur panjang di berbagai belahan dunia. Para peneliti yang mempelajari zona biru – daerah-daerah dengan penduduk berusia sangat panjang – menemukan pola yang sama: kehidupan sosial yang erat adalah kuncinya​.
ADVERTISEMENT
Di Okinawa, Jepang, misalnya, terdapat tradisi “moai” yaitu kelompok pertemanan yang rutin berkumpul untuk saling mendukung, ngobrol sore hari sambil minum teh, dan bersenda gurau. Kebiasaan ini diyakini sebagai salah satu resep panjang umur warga Okinawa​.
Hal serupa terlihat di Sardinia, Italia, di mana keluarga-keluarga besar rajin berkumpul setiap hari untuk makan bersama dan berbincang akrab​.
Komunitas yang hangat, penuh tawa dan kasih sayang, ternyata membuat anggotanya jauh lebih sehat dan berumur panjang. Bukankah ini selaras dengan ajaran Rasulullah tentang silaturahmi memperpanjang umur? Ternyata di mana pun, manusia memerlukan cinta dan persahabatan sebagai rahasia usia panjang. Sains hanya memperkuat apa yang sudah menjadi kearifan leluhur kita: hubungan yang baik adalah obat terbaik.
ADVERTISEMENT

Tradisi Silaturahmi saat Idul Fitri

Dua sahabat saling bersalaman, salah satu bentuk silaturahmi untuk mempererat hubungan.
Bagi umat Muslim, waktu paling semarak untuk merajut silaturahmi adalah saat perayaan Idul Fitri. Di Indonesia, tradisi mudik – pulang ke kampung halaman – menjadi momen tahunan yang dinanti. Jarak ratusan kilometer ditempuh demi bertemu orang tua, kakek-nenek, serta sanak saudara. Semua bermuara pada satu niat tulus: mempererat kembali tali silaturahmi yang mungkin renggang oleh kesibukan sehari-hari​.
Pemandangan indah tersaji ketika keluarga besar berkumpul di rumah leluhur, saling bersalaman seraya mengucap “mohon maaf lahir dan batin.” Tradisi halal bi halal pun digelar, di mana tetangga dan teman saling mengunjungi setelah Lebaran, melepaskan rindu dan kekakuan dengan senyum dan jamuan sederhana. Setiap pelukan, jabatan tangan, dan ucapan maaf di hari nan fitri itu sejatinya adalah terapi bagi jiwa. Beban kesalahan yang lalu terangkat, digantikan ketulusan maaf. Hubungan yang mungkin sempat retak direkatkan kembali. Silaturahmi Idul Fitri menyembuhkan luka batin dan menyegarkan hubungan yang lelah.
ADVERTISEMENT
Tradisi silaturahmi saat Lebaran juga memiliki dampak psikologis yang mendalam. Setelah setahun penuh bergelut dengan rutinitas, bisa berkumpul dengan orang-orang terdekat laksana oase di tengah padang kehidupan. Canda tawa bersama keluarga mengembalikan keceriaan yang hilang. Bagi yang merantau sendirian di kota besar, momen pulang kampung bertemu sahabat lama menghadirkan kebahagiaan tak ternilai.
Penelitian psikologi menunjukkan bahwa memaafkan dan berdamai dengan orang lain dapat mengurangi stres dan kemarahan yang terpendam, sehingga meningkatkan kesehatan mental. Itulah yang terjadi saat Idul Fitri: kita saling memaafkan dengan sepenuh hati, melepaskan ganjalan emosi negatif, dan hasilnya jiwa terasa ringan. Ketika hati gembira dan damai, tubuh pun merespons dengan imun yang lebih baik dan tekanan darah yang lebih stabil.
ADVERTISEMENT
Sungguh menakjubkan melihat bagaimana ritual keagamaan yang sederhana seperti saling berkunjung dan bermaafan ternyata selaras dengan prinsip-prinsip well-being modern. Idul Fitri menjadi momen katarsis – menyucikan hati, memperbarui hubungan, dan memompa semangat hidup baru bagi setiap insan.
Tentu, esensi silaturahmi tak boleh berhenti di hari raya saja. Idul Fitri seakan sebuah puncak perayaan silaturahmi, namun selepas itu kita diajak untuk terus memelihara jembatan-jembatan kasih yang telah dibangun. Islam mengajarkan silaturahmi setiap saat, tidak terbatas waktu.
Begitu pula psikologi modern menyarankan agar kita rutin terhubung dengan support system kita: luangkan waktu menelepon orang tua, berkunjung ke rumah saudara, atau sekadar ngopi bersama kawan baik. Hal-hal sederhana seperti ini dapat menjadi sumber kebahagiaan harian.
ADVERTISEMENT
Selepas Lebaran, banyak keluarga di Indonesia melanjutkan tradisi arisan keluarga atau pertemuan rutin agar silaturahmi tetap terjaga. Ada pula kebiasaan reuni sekolah atau kampus, yang meski bukan ritual agama, semangatnya sama – merawat persaudaraan. Semua upaya ini memperpanjang tali silaturahmi, yang pada gilirannya memperpanjang umur dalam arti membawa kebahagiaan dan kesehatan lebih lama.
Terlebih di era modern yang serba sibuk, kita perlu sengaja menyempatkan silaturahmi. Jangan sampai teknologi dan media sosial menggantikan interaksi hangat tatap muka. Ucapan lewat pesan singkat tentu baik, namun terkadang tidak sebanding dengan hangatnya bertemu langsung, bertukar cerita sambil melihat ekspresi wajah dan mendengar tawa.
Pengalaman pahit masa pandemi COVID-19 lalu menyadarkan kita betapa rindu dan berartinya perjumpaan fisik dengan orang-orang terdekat. Setelah dipaksa berjauhan, kini kita lebih menghargai makna berkumpul dan bersentuhan hati.
ADVERTISEMENT
Maka, mari manfaatkan kemudahan komunikasi modern untuk mengatur pertemuan, bukan untuk menghindarinya. Segera hubungi kembali sahabat lama yang terpisah jarak, jadwalkan kunjungan ke saudara yang sudah lama tak berjumpa, atau mungkin undang tetangga untuk makan malam sederhana. Tiap jalinan baru atau simpul yang tersambung kembali dalam tali silaturahmi adalah investasi emosional yang kelak akan menguatkan kita melewati suka dan duka kehidupan.

Merajut Kasih, Memetik Umur Panjang

Pada akhirnya, baik agama maupun sains sepakat bahwa manusia tak diciptakan untuk sendiri. Kita butuh kasih sayang, dukungan, dan kebersamaan. Silaturahmi memperpanjang umur mengajarkan bahwa dengan menjalin hubungan baik, kita bukan hanya membuat orang lain bahagia, tetapi juga memberikan kebaikan pada diri kita sendiri. Hati yang damai dan tubuh yang sehat tumbuh dari lingkungan sosial yang penuh cinta.
ADVERTISEMENT
Pesan ini bersifat universal – siapapun Anda, apapun kepercayaannya, semua bisa merasakan manfaat silaturahmi. Maka, jangan ragu untuk membuka diri dan hati kepada sesama.
Mari renungkan: siapa saja dalam hidup kita yang perlu kita hampiri kembali? Mungkin seorang kerabat yang sudah lama tak ditelepon, tetangga yang luput disapa, atau teman lama yang hubungannya merenggang karena kesalahpahaman. Ulurkan tangan, sapa dan tersenyumlah. Tidak perlu menunggu momen Lebaran untuk meminta maaf atau mengucapkan rindu. Dengan langkah-langkah kecil ini, kita tengah menenun benang-benang kasih sayang yang membuat hidup lebih berarti.
Menghidupkan silaturahmi ibarat menyalakan lentera-lentera dalam jiwa kita – ia akan menerangi jalan kehidupan yang kadang gelap oleh cobaan. Saat hubungan dengan sesama harmonis, kita lebih kuat menghadapi segala badai. Ada tempat berbagi cerita, ada pundak untuk bersandar, ada tawa untuk kembali menyemangati. Hidup pun terasa lebih panjang dan lebih bermakna karena setiap harinya diisi cinta.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, umur di tangan Tuhan. Namun, kita bisa berikhtiar mengisinya dengan hal-hal yang memperpanjang “usia” kebahagiaan kita. Silaturahmi adalah salah satu ikhtiar terbaik itu. Jalinlah terus persaudaraan, tebarkan kebaikan hati kepada keluarga, sahabat, tetangga, juga rekan kerja. Rasakan bedanya: hidup lebih sehat, lebih bahagia, dan siapa tahu – benar-benar lebih panjang.
Semoga kita semua dimampukan untuk senantiasa memperbanyak silaturahmi, merajut kasih sayang di mana pun berada. Karena pada akhirnya, panjangnya umur bukan diukur dari angka tahun, melainkan dari seberapa besar cinta yang kita bagi dan kita terima. Silaturahmi mengajarkan kita bahwa hidup yang terhubung dengan orang lain adalah hidup yang penuh berkah dan panjang umur – di dunia maupun di akhirat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, silaturahmi adalah anugerah sederhana yang dampaknya luar biasa. Mulai hari ini, mari perbanyak silaturahmi dalam hidup kita. Sambung kembali setiap tali yang sempat terputus, perkuat ikatan yang sudah ada, dan luaskan jaringan persaudaraan tanpa sekat. Dengan hati yang tulus, kita bangun dunia kecil di sekitar kita yang sarat kehangatan dan kepedulian.
Percayalah, setiap langkah kecil menuju orang lain akan membukakan pintu-pintu rezeki, kebahagiaan, dan mungkin umur panjang yang diberkahi. Silaturahmi memperpanjang umur – semoga tidak hanya menjadi slogan, tetapi kita rasakan kebenarannya dalam kehidupan kita sehari-hari.