Konten dari Pengguna

Hukum Hak Asasi Manusia dan Tata Kelola Global: Menuju Harmoni dan Kolaborasi

Teren Putri a
Mahasiswa Hubungan Internasional universitas Kristen Indonesia
16 Januari 2025 9:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teren Putri a tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masyarakat sedang menyuarakan hak-hak mereka di depan gedung pemerintahan (Dibuat oleh Teren Putri, 2025)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masyarakat sedang menyuarakan hak-hak mereka di depan gedung pemerintahan (Dibuat oleh Teren Putri, 2025)
ADVERTISEMENT
Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) dan tata kelola global merupakan dua pilar utama dalam upaya menciptakan keadilan internasional. Namun, hubungan antara keduanya seringkali diwarnai konflik akibat perbedaan prinsip, regulasi, serta tantangan globalisasi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan strategis untuk menyinkronkan keduanya demi menciptakan tata kelola global yang inklusif dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks konflik bersenjata, hukum HAM dan hukum humaniter internasional memainkan peran penting. Hukum humaniter, yang dikenal sebagai lex specialis, dirancang khusus untuk situasi konflik bersenjata, sementara hukum HAM memiliki cakupan yang lebih universal. Meski demikian, penerapan kedua bidang hukum ini tidak selalu harmonis. Pertentangan prinsip dapat muncul ketika hak-hak individu yang dijamin oleh hukum HAM bertabrakan dengan kebutuhan operasional di lapangan konflik yang diatur oleh hukum humaniter. Untuk menyelesaikan dilema ini, pendekatan yang menekankan pada lex specialis dapat digunakan guna memastikan bahwa hukum humaniter tetap menjadi pedoman utama tanpa mengabaikan perlindungan HAM. Hal ini menunjukkan pentingnya menciptakan kerangka hukum yang lebih komprehensif dan fleksibel.
Di sisi lain, implementasi nilai-nilai HAM dalam tata kelola global juga menghadapi tantangan besar. Globalisasi, meski membawa manfaat besar, sering kali memperparah ketidakadilan dalam pengambilan keputusan global. Negara-negara maju kerap mendominasi proses pengambilan keputusan, sementara negara berkembang terpinggirkan. Dalam kondisi seperti ini, nilai-nilai HAM dapat berfungsi sebagai alat untuk memastikan inklusivitas. Konvensi internasional, seperti Konvensi HAM PBB, harus diintegrasikan dalam sistem hukum nasional setiap negara dengan menyesuaikannya pada konteks lokal. Di Indonesia, misalnya, implementasi HAM harus selaras dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusional. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam tata kelola global, tetapi juga menciptakan peluang untuk sinkronisasi nilai HAM universal dengan norma lokal.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan terbesar dalam proses sinkronisasi ini terletak pada keberlanjutan dan relevansi sistem hukum global. Dalam era globalisasi, kebutuhan untuk menciptakan tata kelola global yang lebih adil dan inklusif semakin mendesak. Semua negara, baik maju maupun berkembang, harus memiliki suara yang setara dalam pengambilan keputusan internasional. Jika tidak, sistem yang ada hanya akan memperparah kesenjangan antara negara kaya dan miskin. Untuk itu, penguatan kerjasama internasional menjadi kunci dalam menciptakan tata kelola global yang benar-benar merepresentasikan nilai-nilai HAM universal.
Pada akhirnya, sinkronisasi hukum HAM dan tata kelola global adalah sebuah proses yang kompleks namun esensial. Sistem hukum global yang lebih adil harus dirancang dengan memperhatikan perbedaan lokal, sekaligus mengadopsi prinsip-prinsip HAM universal. Tantangan ini menuntut kerjasama erat antara negara-negara, organisasi internasional, serta masyarakat sipil. Jika dikelola dengan baik, sinkronisasi ini tidak hanya melindungi hak asasi manusia, tetapi juga memperkuat posisi negara-negara berkembang dalam dinamika global. Proses ini adalah langkah krusial untuk menciptakan dunia yang lebih adil, inklusif, dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT