Konten dari Pengguna

Konsumsi Digital Pemain Game Online

Terri Sutansyah
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta
14 September 2024 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Terri Sutansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada era ini barang maupun objek yang dikonsumsi tidak selalu dilihat fungsinya semata. Peralihan tujuan dari sekedar mencari fungsi dari barang menjadi fungsi tanda merupakan efek diseminasi pesan yang ditransmisikan melalui iklan. Hal ini dapat dikatakan munculnya hasrat ingin mengkonsumsi suatu obyek merupakan konstruksi sosial pihak lain (the other) yang memiliki tujuan semata-mata demi perputaran arus kapital.
Sumber: Freepik.com
Kini konsumsi masyarakat tidak hanya berbasis ruang sosial yang nyata. Tetapi juga mulai merambah ke ranah virtual, berkembangnya berbagai produk media baru. Katakanlah, game online berbasis mobile maupun computer telah membuka ruang kontestasi konsumsi yang baru. Betapa tidak, sebelumnya di era 90an permainan berbasis arcade dimainkan secara langsung dan bayar sesuai akumulasi mesin dimainkan. Sekarang dengan mudah kita mengunduh melalui Playstore, Appstore, Steam, Epic Games dan lain-lain. Beberapa game yang gratis untuk dimainkan seperti Free Fire, PUBG, Mobile Legends: Bang Bang dan Genshin Impact merupakan beberapa contoh permainan populer yang sering dimainkan beberapa waktu belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Permainan dengan unduhan yang gratis tentu memerlukan strategi lain dalam memutar modal yang telah ditanam. Jawaban atas hal ini ialah permainan-permainan tersebut menawarkan berbagai atribut virtual yang dapat dikonsumsi oleh para pemain sehingga dapat menunjukan antusiasme pemain terhadap game yang dipilih.
Sebut saja Mobile Legends yang kemudian disebut ML, sering menawarkan skin hero dengan berbagai variasi harga dan kesulitan tertentu untuk memperolehnya. Bahkan game seperti Genshin Impact memiliki sebutan khusus kepada pemain yang gemar mengkonsumsi produk game dalam jumlah besar yaitu whaler sementara itu pemain yang hanya sekedar bermain tanpa pernah mengkonsumsi produk didalam hanya disebut F2P atau Free to Play. Dengan demikian, konsumsi dalam ranah virtual kini telah membentuk distingsi kelas antar pemain.
ADVERTISEMENT
Mode konsumsi yang marak terjadi pada ranah virtual ini dapat disebut dengan istilah dari Jean Baudrillard sebagai simulacrum yaitu tidak pernah bisa ditukar dengan realitas, tetapi saling menukar dengan dirinya sendiri, dalam suatu lingkaran tak terputus yang tidak membutuhkan acuan (Baudrillard dalam Haryatmoko, 2016:79). Simulacrum secara sederhana sebagai sesuatu yang tidak menyembunyikan kebenaran, serta tidak menyembunyikan sesuatu didalamnya. Sehingga dengan derasnya akumulasi konsumsi ranah virtual game pada dasarnya merupakan sekadar konsumsi tanda tanpa adanya esensi didalamnya.
Meskipun simulacrum yang dibangun oleh perusahaan game begitu hampa akan esensi dan fungsi. Para pemain, selayaknya tetap antusias untuk mengkonsumsi produk didalamnya baik itu saat event game berlangsung maupun saat memiliki uang yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Logika konsumsi seperti ini semata-mata dibangun oleh berbagai faktor yang kompleks. Hal pertama yang mendasari ialah tentu dengan mulainya diseminasi pesan melalui iklan dalam game. Katakanlah ketika Genshin Impact ingin mengeluarkan karakter baru, sebelum peluncuran terjadi tentu dari berbagai kanal yang mereka miliki baik itu X, Youtube, Facebook, dan Website sudah mulai menampilkan spesifikasi dan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh pemain. Tidak main-main, bahkan melalui kanal Youtube Official Genshin Impact juga membuat trailer serta soundtrack untuk tiap karakter, wow!
Gencarnya pergerakan udara Genshin Impact dalam menebarkan info karakter terbarunya tentu meningkatkan hasrat konsumsi pemainnya demi memperoleh karakter tersebut. Strategi yang digunakan pemain dalam memenuhi hasrat konsumsi tersebut pada akhirnya dilandaskan pada kelas sosial pemain tersebut. Untuk kelas Whaler, tentu tanpa ragu mengkonversi kapital ekonominya menuju kapital simbolik secara langsung. Sementara bagi kelas F2P perlu memikirkan secara mendalam berbagai potensi yang tepat untuk memperolehnya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, arena virtual pada akhirnya dapat menjadi kajian yang menarik untuk diperhatikan karena didalamnya terdapat berbagai elemen realitas seperti halnya dunia nyata.