Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Rumah Aisyah yang Rubuh Menagih Janji Keadilan
9 April 2017 7:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
,
ADVERTISEMENT
32 tahun sudah tragedi berdarah Tanjung Priok berlalu. Aisyah, istri dari Wahyudi korban baku tembak peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, kini seorang diri harus bertahan diatas teriknya matahari jakarta dan dinginnya hujan di malam hari.
Bagaimana tidak, rumah yang seharusnya menjadi tempat hunian yang menaungi seluruh keluarga kini kondisinya amat memprihatinkan.
Aisyah mengaku keadaan rumahnya sudah tak mendapatkan perhatian lagi. Sejak sang suami sibuk memperjuangkan tuntutannya yang tak kunjung terpenuhi dalam persidangan peristiwa 1984. Bahkan membuat kejiwaan sang suami terganggu hingga kini.
"Kemarin tuh (atap) sudah pendek banget tiba-tiba bunyi 'gruk-gruk' kami panik dong. Anak saya ketiban kayu dan terkena paku. Pakunya berkarat, (saya) bawa aja ke rumah sakit," kata Aisyah kepada kumparan (kumparan.com) saat di rumahnya, Jalan Sungai Bambu, Jakarta Utara, Sabtu (8/4).
ADVERTISEMENT
Dia mengaku sempat ingin pindah ke rusunawa terdekat. Namun, melihat kondisi rumah yang berantakan, anak yang masih sekolah dan sang ayah yang tak memiliki rekomendasi untuk mengajukan tempat tinggal disana, dirinya harus mengurungkan niatnya tersebut.
Berbagai pekerjaan telah digelutinya. Menjadi guru di Taman Kanak-Kanak, hingga supir ojek daring yang saat ini dilakukannya untuk anak-anaknya. Aisyah harus menjalaninya sendiri tanpa kehadiran suami.
Kekhawatiran rubuhnya rumah sewaktu-waktu sudah menjadi makanan sehari hari Aisyah dan Zakiah. Aisyah menempati rumah semi-permanen seluas kurang lebih 5x5 meter.
"Bayangkan, kami enggak punya pintu. Kami sudah beberapa tahun tinggal di rumah enggak punya pintu," sesalnya.
Terpuruknya keadaan tak membuat Aisyah menyerah. Saat ini dirinya tengah membangun kembali rumahnya. Aisyah yang seorang diri saat ini hanya mengandalkan pekerjaannya saat ini dan uluran dari rekan-rekannya diluar.
ADVERTISEMENT
Tak mampu membayar Tukang, Aisyah memutuskan merenovasi rumahnya bersama sama saling bahu membahu dengan sanak saudaranya. Mulai dari mengaduk semen hingga memasang kayu dilakukannya bersama sama dengan anak dan keponakannya.
"Pintu, atap, genteng dan tembok, tripleknya kalau dipegang dikit itu goyang mas. Ya paling sedih kalau banjir, semuanya sudah begini keadaannya. Cuma 'tambal-sulam' saja," tuturnya.