Terbunuh Senior di Sekolah Kedinasan

20 Mei 2017 8:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi para Akpol (Foto: Instagram/@akpol_indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi para Akpol (Foto: Instagram/@akpol_indonesia)
Sekali lagi nyawa putra terbaik bangsa di sekolah kedinasan harus hilang sia-sia. Penyebabnya masih sama, kekerasan oleh senior.
ADVERTISEMENT
Peristiwa serupa yang terjadi kepada Muhammad Adam, Taruna Akademi Kepolisian, bukan kali pertama. Sudah berkali-kali perundungan berujung maut di sekolah yang dibiayai penuh dengan uang rakyat.
Paling menggemparkan terjadi pada 2003 silam. Kala itu, Wahyu Hidayat, seorang Praja Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (sekarang bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri) tewas. Belakangan diketahui, Wahyu dianiaya hingga merenggang nyawa oleh kakak tingkatnya.
Kasus itu berujung ke pengadilan. 11 praja dinyatakan bersalah dengan hukuman beragam. Meski sebelum dihukum mereka masih sempat diwisuda dan menjadi pejabat di daerah masing-masing.
Kampus IPDN. (Foto: Menpan.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Kampus IPDN. (Foto: Menpan.go.id)
Seolah tidak belajar dari kesalahan, kasus yang sama kembali terjadi di IPDN. Pada 2007, praja bernama Cliff Muntu yang jadi korban. Dia juga tewas karena dianiaya senior.
ADVERTISEMENT
Saat Cliff tewas, diduga ada upaya menutupi penyebab tewasnya praja asal Sulawesi itu. Jenazahnya sempat disuntik formalin untuk mengaburkan bekas memar.
Kematian Cliff karena kekerasan dalam kampus baru terbongkar karena seorang dosen IPDN, Inu Kencana. Akibatnya, empat orang praja senior dipecat. Rektor IPDN, I Nyoman Sumaryadi, diberhentikan.
Dari pengakuan Inu pun terbongkar, tenyata korban penganiayaan yang tewas di sekolah calon birokrat itu bukan hanya Wahyu dan Cliff. Dalam bukunya yang berjudul "IPDN Undercover", Inu menyebut ada 17 kematian praja secara tidak wajar dalam rentang 1990 hingga 2007.
Salah satu lorong di STIP yang dijaga petugas (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu lorong di STIP yang dijaga petugas (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
Tidak hanya di IPDN, perpeloncoan berujung maut juga terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta. Korban terakhir adalah Amirullah Adityas Putra. Dia tewas di awal 2017, setelah menerima pukulan bertubi-tubi di perut, dada, dan ulu hati.
ADVERTISEMENT
Kasus serupa Amirullah sudah terjadi tiga kali di STIP. Padahal sudah ada ancaman sanksi drop out untuk pelaku kekerasan di sekolah calon pelaut ini.
Setelah rentetan kasus kakak tingkat bunuh adik di sekolah kedinasan, seolah tidak hilangkan kebiasaan buruk perpeloncoan. Buktinya, masih ada Muhammad Adam, calon perwira polisi yang menghembus nafas terakhir karena dihukum seniornya.