Konten dari Pengguna

Harap Indonesia dan Jokowi Jadi Juru Damai Palestina-Israel

Tengku Muhammad Rusydi DR
Dosen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pengamat Politik dan Politik Internasional S1 Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala S1 Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia S2 Ilmu Hubungan Internasional S3 Ilmu Politik Universitas Nasional
14 November 2023 11:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tengku Muhammad Rusydi DR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Jokowi dalam Sidang Majelis Umum PBB. (ANTARA FOTO/KEMENLU)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi dalam Sidang Majelis Umum PBB. (ANTARA FOTO/KEMENLU)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jokowi akan menyampaikan pesan hasil Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dan Liga Arab kepada Presiden Joe Biden untuk menekan Israel agar berhenti menyerang warga sipil Palestina di Gaza. Penyampaian pesan ini pun ia lakukan dengan langsung menemuinya di Amerika Serikat dan direncanakan segera bertemu di Gedung Putih sesuai jadwal yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Upaya ini tentu mendapat respon baik bagi masyarakat dunia. Banyak terjadi aksi demonstrasi dipelbagai belahan dunia seperti di Perancis, Amerika, Inggris, Jerman, Turki, Kanada termasuk Indonesia. Mereka tumpah ruah turun kejalan bak lautan manusia menolak keras atas apa yang telah dilakukan oleh Israel ditanah Palestina.
Berdalih sebagai bentuk self-defence hingga menyatakan perang adalah hal yang sangat keliru. Sebab Israel dengan jelas melakukan pelangaran terhadap International Law dengan melakukan pembangkangan pada hukum humaniter internasional, genosida dan kejahatan perang hingga negara Spanyol dan Turki akan menyeret Israel ke Mahkalan Pidana Internasional
Foto: Korban Serangan Israel yang terjadi di Gaza, Palestina REUTERS/STRINGER
Hingga hari ini, penyerangan yang terjadi selama 38 hari telah tercatat memakan korban sipil tidak bersalah lebih dari 11.200 orang yang didominasi oleh lansia, perempuan dan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Meskipun terkesan terlambat karena sudah banyak menelan korban, namun keinginan akan adanya penghentian penyerangan terhadap warga sipil Palestina selalu ada, disamping upaya-upaya damai harus segera terwujud.
Saya menyarankan agar PBB kali ini lebih menunjukkan tajinya sebagai organisasi seluruh negara dunia dengan membawa akar masalah ini kedalam meja perundingan dengan tidak menegasikan pentingnya pengadilan internasional bila terbukti terjadi pelanggaran terhadap International law, seperti pembangkangan pada hukum humaniter internasional, genosida dan kejahatan perang oleh Israel kepada warga Palestina khususnya di Gaza.
Akar masalahnya tentu status Israel di Tanah Palestina yang harus dibuktikan dengan penelitian dan kaidah yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa siapa sebenarnya yang pertama sekali ada di tanah Palestina atau siapakah lebih dulu ada penyebutan kata antara Palestina atau Israel sebagai sebuah wilayah yang berdaulat.
ADVERTISEMENT
Pembuktian tersebut dapat dilakukan dengan uji arkeologi atau mencari informasi valid dari kitab-kitab suci semua agama yang ada atau dokumen-dokumen kuno yang menyebutkan lebih dulu kata Palestina ataukah Israel sebagai sebuah wilayah. Pembuktian ini tentu menjadi jalan tengah karena tidak ada pihak yang dirugikan atas fakta-fakta yang ada.
Presiden Joko Widodo saat membuka The 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit (P20). (dok.Sekretariat Presiden)
Namun demikan, apa yang saya usulkan sebenarnya sangat mudah dilakukan jika semua pihak mengenyampingkan ego dan kepentingan lain dibelakang masalah ini. Indonesia melalui PBB bisa menjadi fasilitator dalam upaya ini bila memang PBB bisa lebih tegas dan memiliki netralitas yang jelas.
Penunjukkan Indonesia sebagai Fasilitator tersebut bukan tanpa alasan, pertama Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi kemerdekaan sebuah bangsa sehingga penyelesaian konflik ini tentu menjadi national interest bagi Indonesia. Kedua, Indonesia punya konstitusi politik luar negeri yang paling cocok dengan keadaan saat ini yakni bebas aktif sehingga bisa dianggap lebih adil dan tidak memihak.
ADVERTISEMENT
Ketiga Indonesia meskipun menjadi salah satu negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia namun bukan menjadi negara muslim, sehingga bebas dari kepentingan agama yang selama ini menjadi stigma yang kurang tepat memandang konflik antara Palestina-Israel yang disebabkan oleh agama. Keempat, secara geografis posisi Indonesia jauh dari Palestina-Israel, tentu dengan jarak yang jauh ini Indonesia akan bisa melihat konflik tersebut lebih luas dan jernih. Terakhir Indonesia sebagai negara yang bukan hegemon. Hal ini tentu menegasikan adanya keberpihakan terhadap pengaruh dua atau tiga kutub dunia.
Palestina mengakui kedaulatan Indonesia pada 1944. Kini hubungan Indonesia-Palestina terus terjalin erat (Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Upaya penyelesaian Koflik ini (Palestina-Israel) tentu menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa bagi kita masyarakat dunia. Akan tetapi terlepas dari itu, untuk saat ini keberadaan Jokowi sebagai utusan OKI dan Liga Arab bisa menjadi juru damai antara Palestina dan Israel dengan harapan akan ada kabar yang menggembirakan bagi masyarkat dunia khususnya warga Gaza di Palestina.
ADVERTISEMENT