Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Budaya Pop Bukan Sampah
19 September 2023 9:47 WIB
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Raymond Williams salah seorang pelopor teori cultural studies di sekitar tahun 60-an risau dengan lemahnya analisis terhadap budaya pop yang lagi menjamur di Inggris. Ia ingin kajian yang canggih dan menarik terhadap budaya pop. Budaya pop bukan sampah.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, koleganya Richard Hoggart akhirnya mendirikan Pusat Kajian Cultural Studies di Universitas Birmingham. Williams dan Hoggart pun menjadi pelopor teori budaya pop dan tentu saja pencetus mazhab cultural studies Birmingham.

Dalam peresmian Pusat Kajian Cultural Studies di Universitas Birmingham tersebut, Hoggart (1970) menyatakan bahwa lagu-lagu pop bukan sampah kebudayaan. Mendengarkan lagu pop adalah pengalaman yang sangat subjektif bagi setiap orang. Mendengarkan lagu-lagu The Beatles misalnya adalah sesuatu yang membahagiakan bagi anak muda hari ini.
Richard Hoggart mendengarkan musik pop dengan antusias. Hoggart menolak pandangan esensialis dalam kebudayaan bahwa ada budaya sampah dan ada budaya agung. Pandangan Hoggart ini banyak diikuti oleh peneliti budaya pop.
Hoggart lebih melihat budaya pop sebagai teks subjektif yang memungkinkan melihat identitas, sikap dan bahkan perlawawan budaya.
ADVERTISEMENT
Budaya pop dilihat sebagai teks-teks dan praktik-praktik budaya untuk membaca pengalaman, nilai-nilai, struktur perasaan kelompok atau kelas tertentu atau masyarakat secara keseluruhan. Budaya pop dilihat sebagai pintu untuk memahami kehidupan individu, komunitas atau masyarakat yang hidup dalam budaya tersebut.
Kajian budaya pop terkait agama, ras, kelas, seksualisme, dan gender. Budaya pop sangat penting dipelajari dan sangat terkait dengan sosiologi, sejarah, sastra, filsafat dan politik. Bahkan, budaya pop dapat dianalisis dari perpektif kritis Antonio Gramsci.
Alhasil, budaya pop bukan sampah, tetapi budaya yang sarat dengan makna ideologis. Budaya pop harus dipelajari untuk membaca dan memahami pergulatan masyarakat kontomporer. Budaya pop adalah jantung peradaban masyarakat kapitalisme hari ini.
ADVERTISEMENT