Konten dari Pengguna

Eksil Palestina Menjadi Imigran di Eropa dalam Film Xenos

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
21 November 2023 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film Xenos rilis tahun 2014 dan disutradarai oleh Mahdi Fleifel. Film yang masih tayang di platform Netflix ini bercerita tentang kenaifan sejumlah eksil Palestina yang terdiri dari beberapa pemuda yang menetap di salah satu kota di Yunani. Mereka masuk secara ilegal ke Yunani pada tahun 2010 melalui Suriah dan Turki.
ADVERTISEMENT
Tentu, perjalanan memasuki benua Eropa yang identik dengan surga bagi kaum imigran tidaklah mudah dan mendapat perlawanan dari kaum konservatif di negara-negara Eropa seperti Prancis dan Belanda.
Dunia hari ini diwarnai dengan konflik dan perang yang mengakibatkan membludaknya pengungsi dan imigran yang hendak memasuki negara-negara kaya di Timur Tengah dan di negara-negara Barat. Foto: https://www.istockphoto.com/
Mereka awalnya meninggalkan kamp pengungsian "Ain el-Helweh" di Lebanon untuk mencari kehidupan yang layak di Eropa dan memenuhi imajinasi keindahan dan kebebasan di kepala mereka. Tetapi, ternyata mereka hanya bisa mencapai Yunani yang pada saat itu malah sedang dilanda krisis ekonomi, sosial dan politik sehingga membuat nasib mereka tak menentu dan harapan akan hidup yang lebih baik perlahan-lahan meredup dan akhirnya sirna.
Mereka bahkan hanya bisa tinggal bersama di suatu tempat yang berukuran sangat sempit dan terlihat kurang layak. Setiap hari mereka juga harus bertahan hidup demi mengisi perut dengan mengerjakan berbagai hal yang bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan.
Imigran dan pengungsi Palestina berkumpul untuk melintasi perbatasan di beberapa negara seperti Yordania, Mesir dan Libanon. Foto: https://www.istockphoto.com/
Mereka demi bertahan hidup terpaksa menjadi kriminal kecil sebagai tukang copet dan bahkan berperan sebagai gigolo di kota Athen,Yunani. Dalam kesulitan hidup yang mereka hadapi di Yunani, mereka sesungguhnya ingin kembali ke Lebanon atau Palestina. Tetapi, mereka hanya bisa menerima nasib dan menunggu waktu membawa mereka dalam ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
Alhasil, dampak keotik jangka panjang dari pengusiran bangsa Palestina oleh Zionisme Israel dari tanah suci Yerussalem adalah munculnya gelombang imigran yang mencoba melarikan diri dari zona konflik di Palestina untuk mencari kehidupan layak di negara-negara aman dan makmur Timur Tengah dan di negara-negara Barat.
Dalam perang Palestina versus Gaza dalam satu bulan terakhir ini tak hanya menewasakan ribuan orang, tetapi melahirkan potensi ribuan pengungsi dan imigran. Foto: https://www.istockphoto.com/
Seorang filsuf di Barat, Slavoj Zizek, juga melihat secara kritis fenomena membludaknya kaum imigran dan pengungsi di seluruh dunia termasuk yang memenuhi Timur Tengah, Amerika dan kota-kota maju di Eropa adalah problem kemanusiaan kontemporer yang harus diatasi bersama-sama oleh komunitas internasional.
Afrika adalah salah satu zona konflik yang melahirkan banyak imigran dan pengungsi. Foto: https://www.istockphoto.com/
Solusi dari persoalan ini kata Virtous Setyaka, akademisi HI Unand, adalah dengan mengatasi akar permasalahan yaitu perang, industri senjata dan kepentingan geo-politik Barat. Semoga semua manusia sejahtera, setara dan kedamaian segera tercipta di bumi manusia. Amin
ADVERTISEMENT