Konten dari Pengguna

Film Lee Kuan Yew dan Pelajaran untuk Politisi Indonesia

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
22 Oktober 2023 14:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Museum Seni Singapura. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Museum Seni Singapura. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Singapura dibangun di atas air mata dan ijtihad politik Lee Kuan Yew. Inilah point utama dalam film Lee Kua Yew: In His Own Word yang rilis tahun 2023 dan masih ditayangkan di platform Netflix minggu ini.
ADVERTISEMENT
Lee Kuan Yew direpresentasikan hadir dalam momen-momen kritis untuk mengawal berdirinya Singapura hingga pencapaian Singapura sebagai salah satu negara paling maju di dunia dengan indeks pembangunan manusia nomor 9 (sembilan) di dunia saat ini dan ketimpangan ekonomi yang relatif terkontrol.
Lee Kuan Yew sejak awal mengawal pemisahan Singapura dari Malaysia yang hanya berusia seumur jagung yaitu hampir dua tahun. Singapura bergabung dengan Malaysia pada tahun 1963 dan harus berpisah dari Malaysia pada tahun 1965 karena tekanan ekonomi dan politik yang melanda Malaysia yang dibumbui dengan konflik rasial Melayu versus Tionghoa pada saat itu.
Paska pemisahan Singapura dari Malaysia, Lee Kuan Yew meneteskan air mata dan mulai menguatkan tekad untuk membangun Singapura dengan visi yang sangat jauh ke depan untuk memajukan Singapura. Singapura yang berbeda dan tidak tergantung secara ekonomi dan politik kepada satu negara.
ADVERTISEMENT
Lee Kuan Yew mengatakan bahwa Singapura harus bisa membangun kesetaraan ekonomi dan politik dengan semua negara dan akan bekerja sama dengan semua negara. Kata Lee Kuan Yew, Singapura bahkan sejak awal berniat membangun kerja sama ekonomi dengan Korea Selatan dan Korea Utara.
Lee Kuan Yew adalah seorang orator ulung. Ia berbicara begitu meyakinkan dan menyentuh nalar dan semangat. Ia berpidato begitu lantang dan visioner. Untuk maju kata Lee Kuan Yew maka Singapura tak hanya harus memiliki visi yang sangat futuristik tetapi sumber daya manusia (SDM) Singapura yang harus sangat unggul, disiplin dan tangguh.
Ilustrasi Singapura Foto: Shutterstock
Mental SDM Singapura harus seperti durian yang tak mudah diremas dan berisi protein yang enak. Mentalitas Singapura bukan jeruk yang mudah diremas. Oleh karena itu, SDM Singapura harus menguasai sains dan teknologi untuk menyatukan mesin dan manusia dalam mendorong produktivitas ekonomi Singapura.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Lee Kuan Yew juga berhasil memfasilitasi upah/gaji yang layak bagi semua manusia/pekerja di Singapura di segala sektor di mana hal ini juga berkontribusi kepada kontrol korupsi di negara ini sejak ia membangun negaranya dari tahun 1965 sampai hari ini. Lee Kuan Yew adalah pemikir yang rasional dan humanis. Machiavellian, tetapi rasional dan visioner.
Lee Kuan Yew benar-benar memegang kata-katanya dan mencetak manusia Singapura dan negara Singapura seperti yang ada dalam pikirannya. Negaranya membangun secara terintegrasi di semua sektor ala Jepang.
Singapura secara serentak mendorong sains dan teknologi, memperbaiki ekosistem perekonomian, membangun infrastruktur, berdiplomasi politik di level internasional dan mengubah Singapura menjadi kota Pariwisata dan perdagangan yang dihuni oleh 4 juta manusia saat itu di mana satu juta adalah pekerja asing.
ADVERTISEMENT
Singapura yang terlihat sekarang adalah mimpi yang dibangun oleh Lee Kuan Yew. Tak sekalipun Lee Kuan Yew mengkhianati pikirannya. Ia tak pernah picik dan rasialis dalam berpikir. Ia memegang teguh kata-katanya untuk menjadikan Singapura sebagai negara maju yang multirasial. Ia mendidik warga Singapura untuk menjadi warga negara yang kosmopolit, disiplin dalam bekerja dan unggul dalam indeks pembangunan manusia.
Simbol kota Singapura, Merlion. Foto : https://www.pexels.com/
Lee Kuan Yew telah meletakkan orientasi utama Singapura membangun manusia yang berkualitas dan dilanjutkan oleh Goh Chok Tong dan Lee Hsien Loong. Hasilnya luar biasa di mana Singapura menjadi negara nomor 2 peringkat PISA tertinggi di dunia.
PISA adalah kependekan dari Program for International Student Assessment yang mengukur nilai tes membaca, matematika, dan sains dari ribuan siswa secara global. Pada tahun 2018, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menerbitkan hasil PISA tiga tahunan yang membandingkan 600 ribu siswa dari 79 negara di dunia di mana Singapura menempati posisi nomor dua dengan skor PISA: 549, 569, 551 di bawah China dengan skor PISA: 555, 591, 590.
ADVERTISEMENT
Singapura kini menjadi negara dengan income rata-rata paling tinggi per bulan yaitu US$4.985 per bulan atau sekitar 79 juta rupiah per bulan. Perguruan tingginya yaitu NUS (National University of Singapore) menjadi nomor 1 di Asia Tenggara dan nomor 11 di level global.
Sementara itu, sistem kesehatan Singapura mengikuti sistem kesehatan negara maju. Sistem pelayanan kesehatan universal di Singapura menggunakan kombinasi tabungan wajib melalui potongan gaji (payroll tax) yang didanai perusahaan dan pekerja. Ini adalah skema asuransi kesehatan nasional yang disubsidi oleh pemerintah dan dikenal sebagai Medisave.
Marina Bay Sands Singapura Foto: Shutterstock
Alhasil, Singapura mengajarkan kita bahwa sebuah negara bisa dibangun hanya dari satu mimpi di kepala elite politik sekaligus negarawan yang benar-benar meneteskan air mata melihat penderitaan, berpikir serius, futuristik, jujur dan mau bekerja tanpa pamrih dengan sekuat tenaga.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya dalam konteks Indonesia adalah mampukah dan maukah elite politik kita di Indonesia menjadi negarawan secara kolektif untuk membangun Indonesia dengan jujur dan kerja keras? Semoga!