Konten dari Pengguna

Game Theory dan Peluang Pilpres Dua Putaran

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
31 Januari 2024 5:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi main catur. Foto: ArmadilloPhotograp/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi main catur. Foto: ArmadilloPhotograp/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Game theory dikemukakan oleh John Nash dalam film A Beautiful Mind dan semakin relevan ketika melihat pemilu presiden yang dikampanyekan satu putaran oleh tim sukses tertentu. Pertanyaannya kemudian adalah apakah rasional dan peluangnya besar terjadi satu putaran menurut game theory?
ADVERTISEMENT
Faktanya malah terbalik. Jika ketiga kandidat presiden bersama tim pemenangan aktif berkampanye maka peluang dua putaran lebih besar dan lebih rasional. Tak ada kandidat dan tim sukses yang mau kalah dalam permainan dengan mudah. Malah jika satu putaran maka sangat terlihat aneh di sektor politik elektoral yang bertumpu pada kerja-kerja politik nyata, money politics dan fanatisme.
Jika mengacu kepada survei terakhir Indikator Politik Indonesia pada 30 Desember 2023-6 Januari 2024 menunjukkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, memiliki elektabilitas di angka 45,79 persen, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di angka 25,47 persen dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di angka 22,96 persen.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, tidak ada kandidat yang melebihi 50 persen yang maka tentu ini berarti dua putaran potensial terjadi mengingat pergeseran suara relatif kecil terjadi dalam waktu tinggal hanya sebulan lebih. Setiap kandidat dan tim sukses akan sekuat tenaga mempertahankan posisi aman saat ini.
Adanya penggiringan opini satu putaran tak lebih dari psywar tim sukses saja. Paradoksnya adalah beberapa lembaga survei yang harusnya rasional dan saintifik malah cenderung memainkan bola panas satu putaran untuk kandidat yang membayarnya. Tentu ini adalah bagian dari permainan juga. Namun, lembaga survei terlihat semakin terdegradasi dan mulai merusak ekosistem demokrasi elektoral yang secara ideal ingin dibangun elegan dan fair.
Secara elektoral, ketiga kandidat memiliki basis massa yang sudah jelas di putaran pertama. Penentu perubahan preferensi pemilih akan terjadi di putaran kedua karena framing wacana dan isu politik yang berkembang. Di sinilah kita melihat watak sesungguhnya pemilih Indonesia dalam pemilu 2024 yang cenderung pragmatis tau program-oriented.
ADVERTISEMENT
Alhasil, game theory menunjukkan secara natural bahwa pemain yang terlibat dalam permainan cenderung berwatak rasional, berusaha untuk menang, dan pasti tidak ingin kalah dengan mudah. Tentu, mengkampanyekan pemilu satu putaran memiliki kesan ada upaya merusak permainan dengan cara menggunakan kekuasaan. Indonesia harus lebih baik dengan memberikan ruang kepada institusi pemilu untuk memperlihatkan permainan kompetitif yang fair untuk memutuskan siapa presiden terbaik negeri ini di tahun 2024.