Konten dari Pengguna

Pemilu 2024 dan Deliberasi Politik Keseharian

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
29 September 2023 19:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengunjuk rasa berusaha menerobos brikade polisi saat simulasi penanggulangan gangguan keamanan pemilu 2024 di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Senin (31/7/2023). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjuk rasa berusaha menerobos brikade polisi saat simulasi penanggulangan gangguan keamanan pemilu 2024 di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Senin (31/7/2023). Foto: Makna Zaezar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Deliberasi politik keseharian semakin intensif menjelang Pemilu 2024. Deliberasi politik keseharian ini bisa dilihat di kafe-kafe, warung makan, tempat ibadah, lapangan olahraga dan di tempat-tempat non-formal lainnya. Tempat-tempat semacam ini acapkali menjadi ruang untuk deliberasi politik keseharian di mana orang-orang terlibat percakapan politik untuk mempertimbangkan berbagai macam isu politik yang ada termasuk isu Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Deliberasi politik keseharian terkadang dilihat tak memiliki pengaruh signifikan. Padahal, beragam isu politik justru lebih sering dibicarakan di ruang-ruang politik keseharian mulai dari merumuskan institusi politik yang inklusif hingga memilih calon Presiden, calon Legislatif dan partai politik terbaik dalam pemilu.
Ilmuwan politik telah banyak meneliti tentang deliberasi politik keseharian. Menurut Boyte (2005), Mathews (2014), Bayat (2012), deliberasi politik keseharian dapat menawarkan wawasan penting tentang pemahaman politik yang lebih serius untuk memikirkan kehidupan bersama yang lebih baik dan bersifat jangka panjang. Partisipasi politik warga negara telah dimulai sejak dari ruang-ruang deliberasi politik keseharian dengan mendiskusikan beragam isu publik.
Secara teoretis, praktik deliberasi politik keseharian tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari gerakan feminis yang mendengungkan ungkapan the personal is political. Artinya, hal-hal yang bersifat personal keseharian sesungguhnya memiliki pengaruh politik (Davis dkk, 2023).
ADVERTISEMENT
The personal is political ini tentu masih masih relevan saat ini ketika banyak orang berjuang untuk memahami implikasi dari tindakan dan keputusan pribadinya dalam kehidupan yang bersifat deliberatif keseharian.
Deliberasi politik keseharian mendorong individu-individu untuk berdialog dan berdiskusi dalam merumuskan solusi terhadap permasalahan mereka sendiri. Mereka belajar bermusyawarah untuk mufakat dan mengkritik kebijakan politik dan kebijakan publik di luar sana. Tentu, salah satu keunggulan deliberasi politik keseharian adalah dalam proses deliberasinya alamiah dan tidak harus bergantung kepada para profesional (Lee dan Mason-Imbody, 2013).
Jika professional dilibatkan hanya untuk memberi pertimbangan saja terhadap solusi yang dirumuskan oleh individu-individu yang terlibat dalam proses deliberasi politik keseharian (Mansbridge dkk, 2013).
Deliberasi politik keseharian memberikan kesempatan kepada warga negara untuk berkumpul, berdiskusi, dan bahkan potensial untuk bertindak secara kolektif dalam mengatasi masalah atau isu-isu publik yang warga prioritaskan dan harapkan (Gibson 2006).
ADVERTISEMENT
Alhasil, deliberasi politik keseharian yang berlangsung alamiah sangat penting dalam mendorong demokratisasi yang lebih berkualitas dengan melibatkan partisipasi aktif setiap individu. Tentu, demokrasi yang baik dimulai dari partisipasi aktif semua warga negara untuk memikirkan demokrasi itu sendiri.