Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Percikan Revolusi Dari Kota Padang
22 Agustus 2024 17:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kamis (22/08/2024) ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil di Kota Padang berkumpul di depan Kantor DPRD Sumbar untuk menyelamatkan demokrasi yang coba dibajak kembali oleh elit politik licik di negeri ini. Watak elit politik di negeri ini persis seperti digambarkan oleh Winters (2011) dalam karya tentang oligarki sebagai sekumpulan elit politik kriminal yang selalu menjual isu dan platform demokrasi.
Elit politik dari partai politik penguasa tidak rela dan ikhlas untuk menerima keputusan revolusioner dari MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang hanya mensyaratkan PILGUB 10% suara sah untuk DPT dua juta, 8,5% suara sah untuk DPT lebih dari dua juta hingga enam juta, 7,5% suara sah untuk DPT lebih dari enam juta hingga dua belas juta dan 6,5% suara sah untuk DPT lebih dari dua belas juta. Sedang untuk PILBUP/PILWAKOT hanya mensyaratkan ambang batas 10% suara sah untuk DPT hingga dua ratus lima puluh ribu, 8,5% suara sah untuk DPT lebih dari dua ratus lima puluh ribu hingga lima ratus ribu, 7,5% suara sah untuk DPT lebih dari lima ratus ribu hingga satu juta, dan 6,5% suara sah untuk DPT lebih dari satu juta.
ADVERTISEMENT
Keputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ini berdampak pada hancur dan tidak berlakunya praktik kartel partai politik mayoritas hari ini yang mensyaratkan ambang batas paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara dalam pemilu anggota DPRD di daerah tertentu. Hal ini termaktub dalam pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang digugat di MK.
Keputusan MK ini tentu saja angin segar bagi rakyat dan partai politik marjinal hari ini. Keputusan MK ini membuat partai tanpa kursi bukan lagi sebagai penonton, dominasi partai besar yang punya kursi tidak berlaku lagi, potensi kecurangan berkurang karena banyak calon yang menjadi kontestan, tak ada lagi hirarki partai pengusung dan partai pendukung, cost politik semakin rendah untuk menjadi kandidat, cost politik yang rendah menyebabkan potensi korupsi setelah menjabat semakin rendah, calon independen lebih mudah tercipta, potensi kotak kosong semakin minimal, dominasi kekuatan uang melemah, potensi money politik menurun, calon-calon potensial bermunculan, dan partisipasi masyarakat tentu lebih baik untuk demokrasi elektoral di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keputusan MK lainnya adalah penolakan MK untuk batas usia calon kepala daerah-wakil kepala daerah minimal 30 tahun saat dilantik. MK memutuskan bahwa batas usia calon kepala daerah-wakil kepala daerah minimal 30 tahun saat ditetapkan.
Dua keputusan MK ini langsung membuat aliansi rezim Jokowi dan partai politik besar meradang dan bereaksi untuk melawan MK dan merencanakan untuk membatalkan keputusan MK di dalam rapat paripurna Baleg (Badan Legislatif) DPR RI yang diasumsikan berlangsung secara rahasia dan sembunyi-sembunyi hari ini, Kamis (22/08/2024). Baleg ingin menganulir keputusan MK demi menguntungkan parpol dan anak Jokowi, Kaesang Pangarep (Ketua Partai Solidaritas Indonesia) yang kebetulan masih berumur 29 tahun dan berniat maju sebagai kontestan pilgub/wagub di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, ada dua perbedaan utama mindset hukum antara MK dan Baleg DPR RI di mana MK ingin membela keadilan sedangkan Baleg ingin membela Jokowi dan partai politik besar. MK menyatakan ambang batas adalah sekitar 6,5%-10% berlaku untuk semua parpol, sementara Baleg DPR menyatakan 6,5%-10% berlaku hanya untuk parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara MK ingin batas usia calon kepala daerah-wakil kepala daerah minimal 30 tahun saat ditetapkan, sementara Baleg DPR ingin minimal 30 tahun saat dilantik yang artinya membuka peluang untuk Kaesang Pangarep berkontestasi di Jawa Tengah.
Alhasil, gerakan mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil Sumatera Barat telah bersatu padu dan berjalan seiring dengan gerakan mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil yang bergerak revolusioner hari ini di seluruh Indonesia dengan turun ke jalan dan melakukan aksi protes di depan kantor DPR RI dan DPRD di setiap provinsi untuk menyuarakan keprihatinan dan perlawanan terhadap upaya elit menghancurkan sistem hukum dan demokrasi kita. Panjang umur perlawanan. Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT