Konten dari Pengguna

Solusi Sosialisme Ekologis terhadap Kerusakan Lingkungan

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
29 Agustus 2023 8:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan. Dok. Shutterstock/Sepp photography.
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan. Dok. Shutterstock/Sepp photography.
ADVERTISEMENT
Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang semakin padat, perlahan namun pasti, kita menyaksikan ekosistem lingkungan terganggu oleh polusi kendaraan, pabrik, dan segala hal terkait industrialisme. Hal ini adalah hasil dari perkembangan kota dan kapitalisme mutakhir yang tak terkendali yang akhirnya memicu pemanasan global dan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Pemanasan global tak dapat disangkal lagi. Laporan Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), yang dirilis pada November 2007, menyatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim terlihat dari peningkatan suhu rata-rata global udara dan laut, melelehnya salju dan es secara luas, dan peningkatan rata-rata permukaan air laut secara global (Williams, 2010).
Tentu saja, saatnya semua pihak dari pemerintah, masyarakat sipil, swasta dan institusi media berpikir lebih serius untuk terlibat penuh merawat bumi ini, menjaga dari polusi industri dan kerusakan lingkungan yang memperparah pemanasan global dan perubahan iklim. Kita harus memulai dari tempat masing-masing.

Dampak Kapitalisme pada Lingkungan

Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
Sistem kapitalisme memberikan dampak yang mendalam, bukan hanya pada hubungan ekonomi tetapi juga pada ekosistem alam (Saito, 2021). Kapitalisme, dengan karakteristiknya yang mengedepankan akumulasi kekayaan dan pertumbuhan ekonomi tanpa henti, telah memisahkan kita dari identitas diri kita sebagai bagian dari alam.
ADVERTISEMENT
Bumi, yang dulunya adalah rumah bagi beragam kehidupan, sekarang diubah menjadi mesin produksi tak terhenti untuk menghasilkan keuntungan semata bagi sebagian orang dan menciptakan ketimpangan ekonomi yang tinggi (Williams, 2010; Oxfam, 2017)).
Dengan kata lain, dampaknya lebih jauh daripada sekadar ketimpangan ekonomi dan pemisahan dari alam yang membuat manusia mulai perlahan terasing dari alam (Saito, 2021). Bahan mentah, energi, dan tenaga manusia dieksploitasi secara berlebihan untuk memenuhi kepentingan sekelompok kecil elite kaya di dunia ini.
Akibatnya, terjadi pemborosan sumber daya yang menghasilkan limbah besar dan polusi atmosfer. Meskipun teknologi baru muncul, dalam konteks kapitalisme, teknologi tersebut lebih berfungsi untuk mempercepat eksploitasi daripada menciptakan keseimbangan (Williams, 2010).
Tantangan utama lainnya yang dihadapi di era kapitalisme mutakhir ini adalah pemborosan sumber daya. Statistik yang menggambarkan pemborosan makanan yang merugikan di Amerika Serikat dan Uni Eropa adalah contoh nyata.
ADVERTISEMENT
Jutaan ton makanan dibuang setiap tahun, padahal miliaran orang di dunia mengalami kelaparan. Pemborosan ini tidak hanya merugikan manusia yang kelaparan tetapi juga merusak pasokan air yang semakin langka.
Dengan kata lain, jika total pemborosan makanan di Amerika Serikat dan Uni Eropa digabungkan, itu akan mampu memberi makan penduduknya tiga hingga tujuh kali lipat. Pembuangan 25 persen makanan di seluruh dunia sebenarnya menghabiskan 675 triliun liter air yang sebelumnya digunakan untuk pertanian.
Jumlah ini cukup besar untuk memenuhi kebutuhan air untuk sembilan miliar orang dalam rumah tangga yang mengonsumsi sekitar 200 liter per hari (Williams, 2010).
Pertanian terindustrialisasi, bagian integral dari sistem kapitalis, juga berkontribusi pada kerusakan ekosistem. Lahan yang seharusnya bisa digunakan untuk melestarikan hutan dan mengurangi emisi karbon, justru digunakan untuk industri pertanian yang merusak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kesenjangan dalam kepemilikan kekayaan yang ekstrem menciptakan ketidaksetaraan yang merugikan alam dan masyarakat. Kesenjangan dalam kepemilikan kekayaan yang ekstrem, terutama yang dimiliki oleh segelintir orang paling kaya di dunia, menciptakan kekacauan dan ketidaksetaraan yang merugikan alam serta masyarakat.
Fakta bahwa hanya terdapat 147 orang kaya di dunia ini memiliki total kekayaan lebih dari $1 triliun, sementara sebagian besar populasi bumi hidup dalam kondisi yang jauh lebih sederhana, mencerminkan masalah mendasar dalam sistem kapitalis. Kapitalisme secara intrinsik menciptakan kelangkaan untuk mendorong persaingan dan profitabilitas, yang seringkali menghasilkan kerusakan ekologis di berbagai belahan dunia (Williams, 2010; Oxfam, 2017).
Ilustrasi kerusakan lingkungan. Foto: flyingv3/shutterstock
Dalam upaya mengatasi kerusakan lingkungan, perubahan mendasar diperlukan. Kapitalisme yang bertentangan dengan alam perlu digantikan dengan sistem yang lebih berkelanjutan dan adil. Solusi ini dikenal sebagai sosialisme ekologis, yang menggabungkan perjuangan sosial dengan perjuangan ekologi (Williams, 2010).
ADVERTISEMENT
Gerakan ekologi harus mengintegrasikan perjuangan sosial dan ekologi untuk menciptakan dampak yang berarti. Pembangunan berkelanjutan harus menjadi fokus, bersama dengan keadilan sosial. Dalam sejarah sosialisme, terdapat kontribusi positif dari pemikiran ekologis yang dapat digunakan untuk membentuk solusi yang lebih baik.
Dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan semakin mendesak, tindakan efektif dan sistemik diperlukan. Gerakan buruh dan petani, sebagai tulang punggung ekonomi, memiliki peran penting dalam perubahan ini. Melalui usaha terorganisir dan perjuangan yang berdasarkan pada kepentingan kelas, masa depan yang lebih baik bagi planet dan semua makhluk hidup di dalamnya dapat diwujudkan.
Ketika kita bersama-sama bergerak menuju sosialisme ekologis, kita memilih untuk merawat bumi kita dengan tindakan konkret. Kita meneguhkan komitmen untuk menjaga lingkungan, memulihkan ekosistem, dan membangun masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Dalam usaha ini, kita menyatukan langkah untuk mewarisi bumi yang lebih baik bagi generasi mendatang (Williams, 2010).
ADVERTISEMENT
Mengembalikan koneksi metabolisme menjadi sangat penting. Tujuannya adalah memperbaiki jurang yang telah dibuat oleh kapitalisme dalam jaringan interaksi antara manusia dan lingkungan. Ini membutuhkan perubahan fundamental dalam pendekatan terhadap produksi.
Fokus harus berubah dari model kapitalisme yang didorong oleh keuntungan dan eksploitasi menuju hubungan yang berkelanjutan dan harmonis antara kerja, masyarakat, dan alam.
Prinsip-prinsip Sosialisme ekologis menekankan pentingnya mengintegrasikan manusia kembali ke dalam proses metabolisme alam. Ini memerlukan transformasi dalam pemahaman tentang kerja dan perannya dalam memediasi hubungan antara manusia dan lingkungan.
Dengan mengakui pentingnya pertukaran metabolisme ini dan dampak putusnya dalam konteks kapitalisme, kaum sosialis ekologis berusaha mengembalikan hubungan yang terputus dan membuka jalan menuju masa depan di mana keberlanjutan, kesetaraan, dan harmoni ekologis menjadi prioritas utama (Saito, 2021).
ADVERTISEMENT
Alhasil, konsep metabolisme menjadi elemen sentral dalam kritik yang diajukan oleh sosialisme ekologis terhadap kapitalisme. Dampak putusnya hubungan metabolisme akibat munculnya kapitalisme telah membawa tantangan ekologis yang mendalam.
Perlu mendorong perubahan paradigma dalam produksi dan kerja, untuk mengutamakan restorasi hubungan metabolisme dan penciptaan masa depan yang adil dan berkelanjutan. Ummat manusia tak boleh teralineasi dari alam. Alam pun tak boleh dieksploitasi oleh ummat manusia.