Konten dari Pengguna

Review - 'Lagi-Lagi Ateng' Is A Special Tribute To Our Legends

The Shonet
The Shonet adalah platform lifestyle untuk perempuan dan millenials di Indonesia. Yuk kenal lebih dekat di theshonet.com
12 Januari 2019 14:10 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari The Shonet tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Review - 'Lagi-Lagi Ateng' Is A Special Tribute To Our Legends
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Lagi-Lagi Ateng merupakan korban dari marketing lemah. Kaum muda sekarang tidak terlalu mengenal sosok Ateng dan Iskak, karena film-film mereka yang “meledak” di era 70-an seperti Ateng Minta Kawin (1974), Ateng Sok Tahu (1976), dan lain sebagainya, semakin jarang diputar di layar kaca. Melihat poster serta trailer, saya meragukan kemampuannya memikat penonton baru. Sebelum menontonnya, jika ada yang menyebut Lagi-Lagi Ateng layak menjadi kandidat awal film Indonesia terbaik 2019, saya hanya akan tertawa tak percaya.
ADVERTISEMENT
Tapi begitulah kenyataannya. Saya bisa melihat karya terbaru Monty Tiwa (Rompis, Critical Eleven, Kapan Kawin?) ini bertengger di beberapa daftar film terbaik akhir tahun nanti. Para pembuatnya sadar, untuk memenangkan penggemar baru, komedi beraroma nostalgia saja tidak cukup, sehingga dihembuskanlah drama keluarga kaya rasa. Elemen yang sayangnya gagal dipresentasikan materi promosinya, yang berakibat banyak berkurangnya jumlah layar di hari kedua penayangan.
Sekitar 30-45 menit pertama memang murni komedi, memperlihatkan kehidupan Ateng (Augie Fantinus), pria 26 tahun dengan tingkah bak bocah karena amat dimanjakan oleh ayahnya, Budiman (Surya Saputra), yang juga seorang bangsawan. Sebagai kado ulang tahun, Ateng meminta diperbolehkan berlibur ke Jakarta. Walau awalnya menolak, Budiman akhirnya mengizinkan, selama Iskak (Soleh Solihun) turut serta demi menjaga puteranya.
ADVERTISEMENT
Cukup melihat bagaimana semua lelucon disatukan, jelas bahwa Lagi-Lagi Ateng bukan komedi sembarangan. Naskah buatan Monty tidak asal mengumpulkan materi-materi humor acak guna disatukan paksa ibarat sketsa. Lucu, ditambah penghantaran sempurna dari kedua pemeran utama, tersajilah kumpulan humor yang bergerak mulus sebagai narasi utuh berstruktur rapi.
Satu detail menarik lain terletak pada kemasan bagi kamar Budiman. Tata artistik garapan sutradara video klip veteran Tepan Cobain (Mau Jadi Apa?, Reuni Z) serta bagaimana sinematografer Anggi Frisca (Night Bus, Sekala Niskala, Negeri Dongeng) memainkan pencahayaan adalah sesuatu yang jarang kita temui di komedi-komedi dalam negeri kebanyakan.
Sesampainya di Jakarta, Ateng bertemu Agung (Augie Fantinus), motivator dengan slogan “Masa lalu ditambah masa sekarang sama dengan masalah” yang rupanya adalah saudara kembarnya. Mereka berdua terpisah seiring perpisahan Budiman dengan sang istri, Ratna (Unique Priscilla). Didorong ide dari asisten Agung, Cemplon (Julie Estelle), reuni kakak-beradik ini segera berubah menjadi rencana gila: Ateng dan Agung bertukar posisi guna bertemu orang tua yang belum pernah mereka kenal.
ADVERTISEMENT
Di dalam cerita ala The Parent Trap ini, mengasyikkan mengamati Augie silih berganti memainkan dua tokoh dengan sifat berkebalikan, walau di beberapa kesempatan, ia sendiri bagai kebingungan tengah memerankan siapa. Ateng? Agung? Ateng yang menjadi Agung? Atau sebaliknya? Tapi di samping itu, Augie bersama Soleh Solihun terbukti merupakan duet maut perihal melontarkan lawakan khas Ateng-Iskak yang efektif mengocok perut. Tidak kalah menghibur tentu saja Julie Estelle lewat peran paling komedik sepanjang karirnya.
Begitu rencana Cemplon dieksekusi, Lagi-Lagi Ateng mulai merambah jalur drama, di mana humor berdaya bunuh tinggi tetap menyeruak di sana-sini. Berkat kemahiran Monty Tiwa menyusun momen emosional, dramanya sukses mencuri hati. Monty bak tengah “panas” di sini. Kita bisa mengambil adegan dramatik mana pun dari Lagi-Lagi Ateng, lalu menjadikannya titik puncak emosi di film lain. Selaku penulis naskah pun, Monty terbukti piawai merangkai kata. Dia tahu cara memancing rasa dari kata-kata singkat, sederhana, namun bermakna, sebutlah saat Budiman bertanya kepada Ratna, “Di mana istriku?”.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan dramanya turut dilatari penampilan apik dua pemeran orang tua. Surya Saputra selalu menyentuh hati tiap Budiman mengenang masa indah bersama Ratna, kemudian mulai bicara sambil menahan air mata. Demikian pula Unique Priscilla, yang “ketiban sial” karena harus mendapati momen unscripted kala Surya Saputra “mengunjungi” masa lalunya sebagai personel boy band.
Jikalau elemen melodrama film ini memiliki kelemahan, itu tak lain kuantitas yang agak terlalu banyak. Beberapa titik jelang akhir mungkin takkan lagi memancing haru, sebab adegan-adegan yang hadir sebelumnya telah menempatkan standar tinggi. Tidak peduli seberapa berkualitas, ketika suatu hal diulang terus-menerus, cepat atau lambat, niscaya kekuatannya bakal melemah.
Saya mendorong anda untuk menonton film ini segera, sembari berharap Lagi-Lagi Ateng akan mendapat sedikit tambahan layar yang mana layak didapatkan. This movie will give you big laughs and also (surprisingly) has a big heart too. Pada akhir film, tampak foto Ateng dan Iskak tersenyum lebar. Mungkin itu reaksi mereka tatkala menyaksikan tribute ini dari surga.
ADVERTISEMENT
RATING: 4/5
Artikel ini telah dipublikasikan di: https://movfreak.blogspot.com/2019/01/lagi-lagi-ateng-2019.html