Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Jambo Kenya, Jambo Afrika (I)
8 Maret 2020 14:48 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Theo Waluyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masih jelas dalam ingatan saya, tepatnya empat tahun silam ketika di suatu siang, bos saya, Direktur Protokol Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan bahwa penugasan luar negeri pertama saya sebagai diplomat adalah di KBRI Nairobi, Kenya.
ADVERTISEMENT
Kebetulan siang itu saya berada dalam satu kendaraan Kijang Innova bersama iring-iringan protokol kehormatan kendaraan VVIP sedan limusin bermerk Mercedes Benz yang ditumpangi oleh Wapres Swiss selama kunjungan kerjanya di Jakarta. Selama beberapa hari di bulan Maret 2016 Wapres Swiss Yang Mulia Doris Leuthard bersama delegasinya melakukan kunjungan kerja ke Jakarta untuk bertemu dengan pihak pemerintah Indonesia dan pihak swasta guna meningkatkan hubungan dan kerja sama bilateral antara Swiss dan Indonesia.
Sebagaimana kelaziman protokol di Indonesia, maka Pemri memberikan fasilitas keprotokoleran kepada pejabat asing sesuai dengan level jabatannya. Dan saya mendapat tugas protokol dalam kunjungan tersebut. Ketika iringan kendaraan beranjak dari sebuah hotel di bilangan Bundaran Hotel Indonesia menuju tempat pertemuan Wapres Swiss berikutnya, saat itulah saya yang duduk di kursi depan Innova mendengar suara dari arah belakang di mana Direktur saya duduk, berkata,“Theo, kamu dapat Nairobi, ada PBB di sana, cocok buat kamu.”
ADVERTISEMENT
Rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran saat mendengar tempat penugasan saya bukan tak beralasan. Sebagaimana umumnya, orang akan langsung teringat kata panas, miskin dan bahaya ketika mendengar kata Afrika. Saya pun demikian. Dua rasa ini tetap menggelayuti pikiran saya meski saya sudah mulai mengikuti orientasi keberangkatan penugasan yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) di bulan Mei sampai Juli 2016.
Kemlu selalu melaksanakan orientasi bagi pejabatnya yang akan ditempatkan ke luar negeri. Terdapat tiga kategori pejabat di Kemlu, yaitu Pejabat Diplomatik dan Konsuler (PDK), Petugas Komunikasi (PK) dan Bendaharawan dan Penata Rumah Tangga Perwakilan (BPKRT) atau ketiganya seringkali disebut home staff di Perwakilan RI di luar negeri (KBRI). Pejabat PDK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas diplomatik dan konsuler, PK bertugas sebagai pejabat yang mengirim dan menerima komunikasi antara Perwakilan RI dan Pemerintah Pusat (Kemlu), termasuk di dalamnya berita faksimil biasa dan rahasia serta persandian, sedangkan BPKRT sesuai dengan namanya bertanggung jawab atas urusan keuangan dan rumah tangga perwakilan.
ADVERTISEMENT
Orientasi yang diberikan kepada tiga kategori pejabat ini tentunya berbeda. Untuk saya yang masuk dalam kategori PDK, orientasi berisi pelaksanaan politik luar negeri (polugri) Indonesia di Afrika, masalah-masalah perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia (perlindungan WNI BHI) serta isu-isu lain yang terkait yang ditangani secara khusus oleh KBRI Nairobi. Sebut saja diantaranya seperti isu lingkungan hidup, perumahan dan urbanisasi serta pembajakan di laut (Somalia). Selain polugri, pengetahuan terkait pengelolaan keuangan dan kepegawaian juga menjadi bagian materi orientasi. Sedangkan untuk kedua kategori pejabat yang lain, materi orientasi lebih bersifat pengetahuan dan isu-isu teknis yang terkait dengan nature fungsi kedua pejabat tersebut.
Adapun KBRI Nairobi sebagai fokus orientasi penugasan saya merupakan perwakilan RI berkedudukan di Kenya dan terakreditasi untuk Pemerintah Kenya. Namun, tidak hanya untuk Kenya, KBRI Nairobi juga terakreditasi kepada lima negara lain, yaitu Republik Demokratik Kongo (RDK), Mauritius, Seychelles, Somalia, Uganda serta dua badan PBB, yaitu United Nations Environment Programme (UNEP) - atau lebih sering disebut UN Environment sekarang - dan United Nations Human Settlements Programme (UN Habitat). UN Environment merupakan badan PBB yang menangani isu lingkungan hidup dunia sedangkan UN Habitat menangani isu perumahan dan urbanisasi dunia. Untuk badan yang terakhir disebut ini pernah melakukan konferensi besar di Indonesia pada tahun 2015 di Surabaya, sementara UN Environment akan mengadakan konferensi Oktober tahun 2018 ini di Bali. Kedua badan ini bermarkas di Nairobi (sebagai pembanding, badan PBB yang menangani isu pendidikan UNESCO bermarkas di Paris, Prancis). Fakta bahwa Nairobi adalah rumah bagi dua badan tersebut terus terang membuat salah satu bagian di hati saya menjadi antusias (excited) untuk berangkat ke Afrika, meski rasa kurang percaya diri dan khawatir masih tetap di sana.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, merupakan kesempatan yang baik bagi diplomat bahkan tidak jarang disebut sebagai keistimewaan (privilege) jika bisa ditugaskan di Perwakilan RI yang terakreditasi kepada organisasi multilateral PBB (atau badannya) seperti di New York, Jenewa dan Nairobi (markas-markas utama PBB). Dan orientasi saya pun selesai di bulan Juli 2016.
Dan Petualangan Pun Dimulai
Akhirnya 16 Agustus 2016 datang. Hari pertama saya menginjakkan kaki di benua yang belum pernah saya injak sebelumnya, jangankan menginjakkan kaki, terpikir untuk datang pun belum pernah muncul sebelumnya. Ya, 16 Agustus tepat satu hari sebelum upacara memperingati Hari Kemerdekaan RI. Pesawat yang membawa saya dari bandara Suvarnabhumi, Bangkok, selama kurang lebih 9 jam – setelah transit kurang lebih 4 jam dari penerbangan sebelumnya dari bandara Soekarno-Hatta - akhirnya mendarat di bandara Jomo Kenyatta International Airport, Nairobi dengan disambut udara dingin Nairobi nan segar.
ADVERTISEMENT
Semua indera saya langsung bekerja, menghirup udara baru, membaca kata-kata baru, melihat lingkungan baru, orang-orang baru yang semuanya berkulit hitam di seputaran bandara yang mulai beraktivitas pagi itu. Wow! I am in Africa. Rasa khawatir mulai sedikit memudar, diganti rasa ingin berpetualang, belajar dan mencari tahu segala hal tentang habitat baru saya. Jambo Kenya, artinya halo Kenya.
Tunggu dulu! Udara dingin di Afrika? Benar, Anda tidak salah, saya pun kaget saat mengalaminya. Rupanya ini disebabkan faktor geologi kota Nairobi sendiri di mana Nairobi ternyata berada di dataran tinggi sekitar 1700 meter di atas permukaan laut dan bulan Juni-September merupakan musim dingin di Nairobi dengan puncak level dingin terjadi di bulan Juli yang bisa saja menunjukkan angka satu digit celsius.
ADVERTISEMENT
Masa yang juga tepat untuk melihat migrasi ribuan wildebeest, binatang bertanduk serupa bison tapi berukuran kecil, yang menyeberang dari Taman Nasional Serengeti di Tanzania menuju Taman Nasional Masai Mara di Kenya dengan tidak jarang melalui pertaruhan hidup mati di tengah perjalanan karena dimakan oleh buaya saat melintasi sungai atau bertemu predator seperti singa sebagaimana sering kita tonton di tayangan-tayangan dokumenter produksi kanal National Geographic. Banyak ide muncul untuk berpetualang, tapi banyak tugas baru pun menunggu dengan rasa tidak sabar bagi saya untuk melakukan keduanya.
Diawali dengan mengerjakan tugas persiapan upacara Hari Kemerdekaan di KBRI langsung dari bandara di hari pertama kedatangan saya, dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara dan perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di hari kedua, tugas-tugas saya pun berlanjut sampai sekarang. Selama sekitar tiga tahun bertugas di KBRI Nairobi saya mendapat banyak kesempatan untuk melakukan tugas-tugas yang diembankan negara kepada saya. Mulai dari tugas protokol, kekonsuleran seperti penerbitan paspor dan visa, sampai pada tugas perlindungan WNI BHI di masa kritis menjelang pelaksanaan pemilu di Kenya tahun 2018 lalu. Tak semua bisa dituang, namun berikut ini di antaranya.
ADVERTISEMENT
(bagian berikutnya akan dimuat minggu depan)