Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Cixi: Tokoh Perempuan Tiongkok yang Terlupakan
14 Maret 2020 15:45 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Theofilus Harefa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibu Suri Cixi (Empress Dowager Cixi) adalah sosok yang tidak banyak diketahui dalam sejarah Tiongkok. Selama puluhan tahun ia kerap dituding sebagai biang keladi merosotnya Dinasti Qing.
ADVERTISEMENT
Jung Chang melalui bukunya, “Empress Dowager Cixi: the Concubine Who Launched Modern China” mencoba menghadirkan kisah perempuan yang berupaya memimpin bangsanya bertahan di tengah ancaman imperialisme barat.
Figur Cixi
Cixi (baca: Tzu Hsi) terlahir tahun 1835 dari keluarga yang cukup terpandang di jaman Dinasti Qing. Secara turun-temurun keluarganya telah menjadi abdi negara dan hidup serba berkecukupan. Namun, tidak lama keadaan berbalik 180 derajat saat Cixi berusia 7 tahun. Kala itu Tiongkok baru saja kalah dalam Perang Opium sehingga menanggung beban perang yang sangat berat. Kaisar Daoguang bahkan sampai harus menjual hadiah-hadiah pernikahan putra mahkota.
Sayangnya, upaya pribadi kaisar tidak cukup sehingga ia memerintahkan untuk menutup kekurangannya melalui persediaan perak negara. Barulah diketahui ternyata dana tersebut sudah berkurang, diduga karena digelapkan atau dicuri. Seluruh pejabat yang bertanggungjawab pun dihukum harus mengganti kerugian negara atau dihukum penjara. Sialnya, kakek Cixi sebagai salah seorang pejabat yang terkena hukuman ini sudah lebih dulu meninggal. Ayah Cixi pun dipenjarakan sampai bagian dendanya dibayarkan.
ADVERTISEMENT
Inilah salah satu peristiwa kehidupan yang membentuk Cixi menjadi sosok yang kuat. Harta keluarga habis, utang masih belum terlunasi. Ia pun terpaksa bekerja untuk mencari tambahan penghidupan keluarga. Namun, berkat gagasannya ia dapat menolong keluarganya untuk mengumpulkan uang hingga utang keluarganya lunas dan ayahnya bisa dibebaskan. Sejak itu, oleh ayahnya, Cixi dipandang lebih berharga daripada anak laki-lakinya.
Reformasi Cixi
Takdir mengantarkan Cixi sebagai salah satu selir Kaisar Xianfeng, yang naik tahta menggantikan ayahnya yang telah mangkat. Pada 1852, di usianya yang belum 17 tahun, Cixi memulai hidup baru di lingkungan kekaisaran. Di tengah ketatnya ritual ia menyaksikan dunia yang berubah.
Selama ribuan tahun, Tiongkok bergeming karena merasa superior di antara bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa Barat yang hendak berdagang dengan Tiongkok dianggap tidak layak berada di hadapan kaisar sang ‘Anak Langit’. Teknologi yang dibawa bangsa-bangsa barat hanyalah mainan. Tiongkok sudah punya segalanya dan justru harus ditiru oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
ADVERTISEMENT
Paradigma ini akhirnya menyebabkan Tiongkok zaman itu keteteran menghadapi imperialisme Barat. Sentimen anti asing yang menguat di lingkungan kekaisaran mendorong para elite Tiongkok menolak kemajuan zaman. Namun, Cixi sadar negaranya harus berubah agar dapat bertahan.
Saatnya tiba ketika sang suami wafat. Cixi sadar ia tidak dapat bertindak sendiri karena bagaimanapun ia hanya seorang selir. Namun, ia dapat meyakinkan Permaisuri Zhen dan Pangeran Gong untuk mendukungnya menyingkirkan Dewan Wali (regent). Walaupun Kaisar Tongzhi, anaknya, naik takhta, secara de facto Cixi-lah penguasa Tiongkok hingga nantinya kaisar sudah cukup umur.
Sebagai Ibu Suri, Cixi memanfaatkan kesempatan ini dengan baik untuk menjalankan visi pribadinya. Salah satu tokoh yang sangat penting dalam pemerintahan Cixi yaitu Li Hongzhang alias Earl Li. Bila Permaisuri Zhen dan Pangeran Gong adalah sekutunya di lingkar istana, Earl Li bertugas sebagai ujung tombak diplomasi Cixi. Li kerap dipercaya oleh Cixi untuk berunding dengan pihak asing serta membawa pengaruh modern ke Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Bukti keinginan Sang Ibu Suri untuk memodernisasi Tiongkok terlihat di berbagai bidang. Ia tidak segan menggunakan jasa westerner seperti Robert Hart, untuk memimpin kepabeanan yang selama berabad-abad menjadi sarang korupsi dan inefisiensi. Cixi juga menginisiasi sekolah bagi penerjemah yang kemudian diubah menjadi pendidikan tinggi yang mengajarkan sains. Tongwen College bertahan walaupun dipandang kaum anti barat sebagai pintu masuk ‘setan asing’. Dalam era Cixi kebiasaan-kebiasaan yang tidak manusiawi seperti membebat kaki perempuan pun perlahan ditiadakan.
Ironi Cixi
Chang sebagai penulis tidak menyembunyikan sosok Cixi yang juga punya kelemahan. Salah satu kejadian yang cukup merusak kredibilitas dirinya yaitu kekalahan Angkatan Laut Tiongkok dari Angkatan Laut Jepang. Cixi dituding telah mengambil dana peremajaan armada Tiongkok untuk kepentingan pribadinya.
ADVERTISEMENT
Hubungan dengan bangsa Barat juga tidak selalu mulus. Ketika kekesalannya memuncak, Cixi berjudi dengan mendukung Pemberontakan Boxer. Langkah ini justru makin membuat Tiongkok terpuruk. Tiongkok kalah dan Cixi-pun terusir dari Kota Terlarang.
Kelemahan-kelemahan ini kerap dimanfaatkan oleh lawan-lawannya untuk menjatuhkannya dari tampuk kekuasaan. Menjelang berakhirnya Dinasti Qing, tokoh radikal seperti Kang Yu Wei menggunakan kebebasan pers, yang didorong oleh Cixi, untuk menyebarkan propaganda anti Cixi. Bahkan Kang juga berkomplot untuk melakukan upaya pembunuhan Cixi. Walaupun upaya ini gagal, reputasi Cixi terlanjur rusak.
Penutup
Lewat buku ini Jung Chang berupaya menghadirkan sosok Cixi yang terlupakan dalam sejarah panjang Tiongkok. Chang menggunakan sumber-sumber yang tidak dipublikasikan selama masa Mao Tzetung, korespondensi diplomatik, catatan-catatan tokoh pada jaman itu dan sumber lainnya.
Chang ingin menghadirkan sosok perempuan yang memiliki visi dan ambisi untuk membawa pembaharuan bagi bangsanya. Di tengah dominasi budaya patriarki yang kuat, Cixi membuktikan kemampuannya untuk mendorong perubahan. Banyak upayanya yang berhasil, namun pasang surut sejarah sempat menenggelamkan warisannya.
ADVERTISEMENT
Buku ini dapat menjadi pembanding sejarah mainstream Tiongkok yang masih menganggap kecil peranan Cixi. Tidak sedikit juga yang justru sekedar melihat Cixi sebagai aktor yang mendorong jatuhnya Dinasti Qing. Menyejajarkan Cixi dengan pemimpin-pemimpin perempuan lainnya biarlah menjadi perdebatan para sejarawan. Yang jelas Cixi dengan segala pencapaian dan kelemahannya merupakan sosok yang menarik untuk dipelajari.