Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
"Abah" Mukhtar Efendi dan Semangat Pembebasan
14 Agustus 2021 16:43 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Latief Mukhtar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika saya masih anak-anak yang baru mulai tumbuh, baru mengenal huruf dan baru belajar baca tulis, Pada saat itu seseorang yang saya teladani mengajarkan sebuah kisah yang sangat masyhur. Kisah ini tentang seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Bilal Bin Rabah. Momentum itulah awal mula saya mengenal apa yang disebut “Siroh Nabawiyyah”. rupanya, orang yang saya teladani itu ingin mengajarkan saya tentang sejarah Nabi SAW dan para pengikutnya.
ADVERTISEMENT
Orang yang saya teladani itu menuturkan ceritanya, bahwa Bilal bin Rabah pada mulanya adalah seorang budak lalu kemudian dimerdekakan dan setelah merdeka, Bilal menjadi salah satu di antara sekian banyak sahabat yang dicintai oleh Nabi SAW. Pada saat peristiwa “Fathu Makkah”, Bilal menemani Nabi SAW memimpin pasukan, berjalan di depan dan mulai memasuki Kota Makkah.
Walaupun diceritakan dengan penyampaian yang sederhana, cerita itu terekam kuat dan melekat dalam giliran. Kemudian setelah beranjak dewasa, saya mulai memikirkan kembali cerita itu, lalu terdorong untuk menggali dan mendalami kembali serta mencari makna yang terkandung di dalam ceritanya. Dan hasilnya saya menemukan satu nilai dasar, yaitu “Pembebasan dan Kemerdekaan”.
Bilal yang tadinya seorang budak, kemudian menjadi sangat terhormat bisa mendampingi Nabi SAW pada momen yang sangat penting dan monumental dalam agenda kenegaraan yang strategis ketika peristiwa Fathu Makkah. Di dalam peristiwa itu juga, Nabi SAW masuk ke dalam Ka’bah dan salah satu orang yang menemani beliau masuk adalah Bilal. Kemudian Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan azan di atas Ka’bah.
ADVERTISEMENT
Sekarang mari kita perhatikan bagaimana Nabi SAW memperlakukan Bilal yang tadinya seorang budak dan sering mengalami penyiksaan dan intimidasi yang dilakukan oleh elite-elite yang ada di pusaran kekuasaan Kota Makkah. Nabi SAW menjadikan Bilal sebagai garda depan dan sekaligus simbol juga pembawa pesan untuk menegaskan kepada elite-elite kekuasaan Kota Makkah bahwa Nabi SAW sedang mengajarkan satu ajaran yang dibawanya. Ajaran ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai persamaan kedudukan dalam sosial dan pembebasan serta kemerdekaan. Bilal menjadi simbol pembebasan dan kemerdekaan. Para pembesar Makkah yang dahulu mengusir, menyiksa, membunuh dan mengintimidasi, dibebaskan bahkan tidak ada sedikitpun diberi pembalasan dan tidak ada dendam, padahal Nabi SAW sedang dalam puncak kekuatan dan puncak determinasinya.
ADVERTISEMENT
Betapa dahsyatnya pencapaian yang didapat oleh Nabi SAW ketika sudah selesai membebaskan kota Makkah. Pengikut beliau bertambah banyak bahkan berbondong bondong dari seluruh Jazirah Arab. Ada nilai yang sangat fundamental dari cara Nabi SAW yang memilih untuk melakukan pembebasan dan memerdekakan orang orang Makkah dibanding memilih melalui pendekatan Hard Power. Orang akan lebih mudah mendekat kepada agama jika merasakan kebebasan dan tidak dalam situasi tertekan. Dan oleh karena itu, agama mengajarkan bahwa tidak ada paksaan di dalam agama. Rupanya itulah yang coba dijalankan oleh Nabi SAW sejak dari awal diangkat menjadi penyampai risalah. Yang paling pertama dilakukan oleh beliau adalah membebaskan dan memerdekakan, karena situasi di Makkah waktu itu penuh dengan tirani dan otoritarianisme, baik tirani sosial, tirani ekonomi dan tirani hukum.
ADVERTISEMENT
Tirani dengan segala bentuknya akan merampas kebebasan manusia. Dan inilah yang menjadi elemen utama yang menghambat manusia dan membuat sulit manusia untuk mendekat kepada agama. Oleh karenanya, tirani harus dihilangkan terlebih dahulu supaya ada kemerdekaan dan kebebasan. Kebebasan inilah yang nantinya akan membuat manusia akan lebih mudah dipersuasi untuk mendekat kepada agama. Sama halnya dengan para Nabi terdahulu, kisah mereka banyak diceritakan dalam kitab suci. Perjuangan para Nabi terdahulu juga berada di wilayah pembebasan manusia dari diktator kekuasaan dan tirani kekuasaan yang merampas kebebasan manusia untuk mendekat kepada agama yang dibawa para Nabi terdahulu.
Jika ditarik ke dalam konteks Indonesia, narasi pembebasan itu pulalah yang melandasi para pendiri bangsa memikirkan bagaimana caranya bangsa Indonesia bisa keluar dari penjajahan dan perampasan kebebasan yang dulu pernah dialami dalam waktu yang cukup panjang. Dan pada akhirnya para pendiri bangsa menemukan momentumnya, lalu kemudian bersepakat untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dan kemerdekaan Indonesia terwujud.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, bangsa Indonesia masih punya tantangan. Tantangannya yaitu pembebasan setelah merdeka. Itu artinya kendati bangsa Indonesia sudah merdeka, tetapi masih banyak masalah yang membelenggu bangsa Indonesia, yang menyebabkan bangsa Indonesia belum bisa menempatkan dirinya pada maqom Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar. Oleh karenanya, jika dicari alasan kenapa indonesia masih mengalami banyak persoalan walaupun secara eksistensial sudah merdeka, maka akan ditemukan setidak tidaknya ada tiga persoalan yang membelenggu Indonesia.
Pertama, belenggu kesejahteraan. kedua, persoalan yang membelenggu pengetahuan. Dan ketiga, feodalisme. sehingga ke depan, harus ada narasi baru yang bisa merespons semua tantangan tantangan tadi
Dan ide cerita yang diajarkan kepada saya oleh seseorang yang saya teladani itu, mudah mudahan bisa terus direnungi dan digali lebih mendalam untuk bisa menemukan ilham baru dan spirit-spirit baru yang bisa dijadikan jalan keluar dari berbagai macam persoalan yang membelenggu setiap kebebasan yang akan menghambat pertumbuhan negara Indonesia tercinta ini.
ADVERTISEMENT
Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada Almarhum Ayahanda ("Abah" Mukhtar Efendi) sebagai seseorang yang sangat saya teladani tentunya setelah Nabi SAW dan para sahabatnya, yang telah menuturkan cerita di atas dan bersusah payah mengajari dan mendidik saya. Kendati ayahanda sudah tiada namun spiritnya akan tetap hidup mengilhami saya dan akan mengilhami siapa pun yang punya agenda besar pembebasan. Membebaskan manusia Indonesia dari tirani ekonomi, dari tirani sosial dan tirani hukum. Dengan begitu, Indonesia akan menjadi tangguh dan akan tumbuh.
Dirgahayu Indonesia, HUT RI Ke 76
Penulis, Latief Muhtar
Founder Mukhtar Institute for Democracy and Civilization