Dispensasi Kawin Pasca UU No.16/2019

Thogu Ahmad Siregar
Mahasiswa Hukum
Konten dari Pengguna
18 Mei 2020 13:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Thogu Ahmad Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Magdalene.co/penghentian perkawinan anak terkendala kelonggaran dispensasi kawin
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Magdalene.co/penghentian perkawinan anak terkendala kelonggaran dispensasi kawin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Oktober 2019 dan mulai berlaku setelah diundangkan Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 15 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
UU No. 16/2019 dengan pandangan yang berbeda datang untuk merubah UU No. 1/1974. Perubahan hanya terjadi pada syarat perkawinan tentang pengaturan batas usia minimal seseorang dapat menikah. Pada awalnya batas usia minimal menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan namun diubah menjadi 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
Berawal dari judicial review yang di ajukan oleh KPAI. Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 22/PUU-XV/2017 memutuskan bahwa Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “16 tahun”. UU Perkawinan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Judicial review tehadap Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan yang telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, dikarenakan pasal tersebut diskriminatif dan tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 terkait kesamaan hak di depan hukum serta UU Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai hak dasar yang sama.
ADVERTISEMENT
Ada dua poin penting yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi. Pertama, menyatakan batas pernikahan anak perempuan 16 tahun adalah inkonstitusional dan pelanggaran hak asasi manusia, serta merupakan bentuk eksploitasi pada anak. Kedua, memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap UU Perkawinan, khususnya yang berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan.
Dispensasi Kawin
Dengan berubahnya batas usia minimum untuk dapat melangsungkan perkawinan, tentu akan berdampak terhadap permohonan dispensasi kawin.
Dispensasi kawin merupakan sebuah permohonan yang dimintakan oleh pihak calon pasangan ke pengadilan setempat bagi yang belum mencukupi batas umur minimum untuk melangsungkan perkawinan.
Pada awalnya, dispensasi kawin mayoritas dimohonkan oleh pihak laki-laki karena umur yang belum sampai pada batas usia minimum untuk melangsungkan perkawinan. Sekarang, pihak perempuan dengan batas usia minimum yang sama, juga memiliki peluang yang sama untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin akibat tidak mencukupi batas umur minimum untuk melangsungkan perkawinan.
ADVERTISEMENT
Data pengajuan permohonan dispensasi kawin pada Pengadilan Agama se-Jawa Tengah misalnya, dilansir melalui alamat web PTA Semarang bahwa permohonan dispensasi kawin meningkat sebesar 286,2% atau penambahan sebanyak 1016 permohonan dengan perbandingan data dari bulan Oktober 2019 sebanyak 355 perkara dan pada akhir November 2019 terdapat sebanyak 1371 perkara.
Tidak hanya di Jawa Tengah, Mahkamah Syar’iyah Blangpidie dan Sigli juga merasakan dampak dari penerapan UU No.16/2019 ini. Melalui alamat web Mahkamah Agung, MS Blangpidie pada januari-oktober 2019 sama sekali belum pernah menerima permohonan dispensasi kawin. Namun sejak November (mulai berlaku UU No.16/2019), MS Blangpidie sudah menerima 6 perkara permohonan dispensasi kawin. Dari angka tersebut, meskipun relatif sedikit namun dapat dinilai jika terjadi kenaikan yang signifikan atas pemberlakuan UU No.16/2019.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya di Mahkamah Syar’iyah Sigli, mulai dari bulan Oktober sampai dengan Desember berjalan, MS Sigli sudah menerima dan telah memeriksa 22 permohonan dispensasi kawin. Jumlah tersebut mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan sejak bulan Januari sampai dengan September dimana permohonan dispensasi kawin yang diterima MS Sigli hanya 3 permohonan saja.
Solusinya apa?
Menurut penulis, secara hukum sampai sekarang belum ada solusi pasti yang dapat diberikan terhadap fenomena dispensasi kawin. Aturan turunan setelah UU No.16/2019 ialah Perma No.9/2019 yang juga tidak memberikan eksplanasi dari kalimat “alasan yang mendesak” pada Pasal 7 ayat 2 UU No.16/2019.
Kembali ke-semangat UU No.16/2019 di awal. Jika hanya sekedar untuk menaikkan batas umur minimum saja, maka dispensasi kawin merupakan sebuah problem yang diberikan begitu saja oleh UU No.16/2019 kepada pengadilan. Pro maupun kontra terhadap dispensasi kawin juga terus bergulir. Mulai dari penghapusan dispensasi kawin karena dinilai sebagai upaya legalisasi perkawinan anak sampai perlunya dipertahankan dispensasi kawin dengan tujuan menyelamatkan kepentingan anak dari mara bahaya.
ADVERTISEMENT
-----
Thogu Ahmad Siregar, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Perdata, Universitas Gadjah Mada.