Esensi Perkawinan dan Membungkam Pertanyaan “Kapan Kawin?”

Thogu Ahmad Siregar
Mahasiswa Hukum
Konten dari Pengguna
22 Juni 2020 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Thogu Ahmad Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber foto: Ibtimes.id/Problem Pernikahan Dini yang Tak Kunjung Usai
Ada sesuatu yang berbeda di tahun ini terkait dengan “nikah atau kawin”. Tidak ada resepsi pernikahan karena kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk menggelar acara tersebut. Kondisi tersebut merupakan ujian bagi kita semua, ialah pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak ada resepsi pernikahan, namun proses pernikahan tetap dapat dijalankan walaupun hanya dengan menggelar prosesi akad nikah saja. Tidak ada yang salah, hanya saja ada yang mengganjal. Erat kaitannya dengan kebiasaan, jika ada prosesi akad nikah maka biasanya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan.
Namun hal ini telah diluruskan oleh keadaan. Menyadarkan masyarakat jika resepsi pernikahan bukan sebuah keharusan. Meskipun tidak sedikit pula yang mengambil kesempatan untuk menyegerakan, agar terhindar dari resepsi pernikahan yang biayanya juta-jutaan.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting bagi manusia. Suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sepasang insan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Selanjutnya disebut UU Perkawinan) menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Esensi Perkawinan
Perkawinan yang UU Perkawinan maksud, bukanlah perkawinan yang buru-buru atau diniatkan agar terhindar dari omongan-omongan saudara maupun tetangga. Salah besar jika memahami perkawinan seperti itu.
Perkawinan merupakan “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita”. UU perkawinan mengatakan jika perkawinan itu didasarkan pada ikatan lahir batin antara pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan.
Ikatan lahir batin tersebut sangat tergantung dari pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan. Maka dari itu, pertanyan “kapan kawin?” bukan pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan. Karena hal tersebut bersifat pribadi dari dua insan yang akan melangsungkan perkawinan.
Selanjutnya UU Perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga. Perlu diingatkan kembali kepada para pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan, salah besar jika anda melangsungkan perkawinan dengan tujuan terhindar dari pertanyaan-pertanyaan orang terdekat anda.
ADVERTISEMENT
Perkawinan juga bukan persoalan musim-musiman. Biasanya hal tersebut dapat ditemukan setelah hari-hari besar. Salah besar jika laki-laki dan perempuan berangkat untuk melangsungkan perkawinan dengan alasan musim kawin atau alasan aneh lainnya.
Telah dijelaskan bahwa perkawinan tersebut berangkat dari niat yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal dan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Maka dari itu sebuah keharusan bagi pasangan untuk merenungkan kembali sebelum mengambil keputusan melangsungkan perkawinan. Karena harapannya perkawinan yang diinginkan hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup.
Bahwasanya perkawinan dilangsungkan bukan karena adanya paksaan atau agar terhindar dari omongan-omongan. Tetapi perkawinan dilangsungkan karena adanya ikatan lahir batin antara dua insan dan bertujuan untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Sebagai ilustrasi, bagaimana mungkin jika rumah tangga akan bahagia jika perkawinan didasarkan atas terhindarkan pertanyaan “kapan kawin?”. Secara tidak langsung mengabaikan sebuah ikatan lahir dan batin dari pasangan itu sendiri yang seharusnya menjadi pondasi awal dalam sebuah ikatan perkawinan.
Tidak hanya itu, esensi pernikahan juga bergeser dari yang seharusnya. Seharusnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, malah berganti menjadi berdasarkan terhindarnya pertanyaan “kapan kawin?”.
Jika ingin melangsungkan perkawinan, perlu memaknai terlebih dahulu apa esensi dari perkawinan seperti yang disebut oleh UU Perkawinan.
Selanjutnya teruntuk kepada saudara, tentangga dan siapapun. Sebaiknya perlu mencari pertanyaan alternatif lain yang digunakan untuk basa-basi dan pertanyaan tersebut juga tidak mengganggu lawan bicara anda.
ADVERTISEMENT