Poligami yang Salah Kaprah

Thogu Ahmad Siregar
Mahasiswa Hukum
Konten dari Pengguna
25 Juni 2020 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Thogu Ahmad Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi poligami. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Poligami kembali ramai setelah ada beberapa peristiwa yang timbul di media sosial. Mulai dari poster pelatihan poligami yang tersebar di media sosial dan disambut dengan pembicaraan antara Puspo Wardoyo dengan Deddy Corbuzier mengenai poligami di channel Youtube milik Deddy Corbuzier.
ADVERTISEMENT
Poligami merupakan sebuah arti dari seorang suami yang memiliki istri lebih sari satu. Hukum Islam memberi batasan untuk laki-laki yang ingin berpoligami sebanyak 4 Istri. Namun hal ini di pertegas dengan kata adil.
Jika tidak dapat melaksanakan atau takut tidak akan dapat melakukan adil tersebut maka cukuplah dengan satu istri saja. Begitu menurut hukum Islam yang termaktub pada Surat An-nisa Ayat 3. Sayangnya, ayat ini sering dibaca sepotong saja atau hanya sampai bolehnya menikahi 4 wanita tapi lupa kalo ada pengecualiannya.
Indonesia sendiri telah mengatur secara ketat tentang poligami tersebut. Pembolehan poligami terdapat pada Pasal 3 Ayat 2 UU No.1/1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan). Hakikatnya perkawinan di Indonesia menganut asas monogami seperti yang dikatakan pada Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan.
ADVERTISEMENT
Namun ada catatan-catatan tertentu mengenai pengesampingan asas monogami. Pengesampingan tersebut pastinya bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Ada beberapa syarat yang harus terindikasi agar dapat menyampingkan asas monogami agar dapat izin untuk melakukan poligami.
Konsep Poligami UU Perkawinan
Hal tersebut di atur pada Pasal 4 dan 5 UU Perkawinan yang sejalan dengan izin poligami tersebut. Pada Pasal 4 Ayat 1 dikatakan jika seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Dapat dipahami bahwa poligami tidak hanya sekadar izin dari istri saja. Namun izin dari pengadilan juga diperlukan agar dapat melakukan poligami. Izin dari pengadilan merupakan instrumen yang penting untuk melakukan poligami. Jika tidak ada izin, maka perkawinan tersebut dilakukan tanpa adanya legalisasi atau perkawinan itu disebut dengan nikah di bawah tangan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Pasal 4 Ayat 2 menjelaskan syarat tertentu mengenai faktor apa saja seorang suami dapat melakukan poligami. Pertama, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Kedua, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Ketiga, isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, juga harus dipenuhi syarat-syarat yang di terdapat di dalam UU Perkawinan. Ialah adanya persetujuan dari istri, adanya kepastian jika suami mampu menjamin kesejahteraan istri-istri dan anak-anak mereka, dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Poligami Salah Kaprah
Kembali mengenai poster yang tersebar, hal ini menjadi tidak relevan mengenai “istri tidak menolak di poligami”. UU Perkawinan memberi batasan hal-hal apa saja yang membolehkan seorang suami untuk dapat berpoligami. Jelas dikatakan bahwa suami dapat berpoligami jika terdapat salah satu dari 3 faktor yang terdapat di dalam UU Perkawinan.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi pelatihan tersebut hanya membahas 3 faktor yang baru dijelaskan di atas. Diikuti oleh pesertanya yang rela membayar juta-jutaan hanya untuk mendengarkan 3 faktor yang “seharusnya” dibaca saja sudah bisa dimengerti. Bisa saja.
Mengenai konsep berpikir bapak Puspo Wardoyo tentang poligami juga harus diralat kembali. Memang beliau telah melakukan praktiknya, namun prinsip dalam melakukan poligami tersebut tidak sejalan dengan apa yang diatur oleh UU Perkawinan.
Menurut bapak Puspo, poligami bukan masalah bosan atau tidak. Justru karena cintanya dengan istri pertama makanya poligami. Beliau sudah menyakinkan pada istrinya, membuat istri beliau akhlaknya baik. Maka dari itu beliau harus berpindah pada perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya.
Jika saja ada pakar cinta, mungkin konsep cinta yang disebut oleh bapak puspo ini juga akan mengherankan para pakar-pakar cinta tersebut. Semakin cinta, maka semakin yakin untuk berpaling.
ADVERTISEMENT
Indonesia sama sekali tidak mengadopsi kerangka berfikir yang sebagaimana diucapkan oleh bapak puspo. Indonesia mengadopsi asas monogami dalam perkawinan dan dapat dikesampingkan dalam hal ini poligami jika ada faktor-faktor yang terdapat di dalam UU Perkawinan.
Jika tidak ada faktor-faktor yang terdapat dalam UU Perkawinan, maka seorang suami tidak dapat untuk berpoligami. Meski ada izin dari istri, namun tidak ada faktor-faktor yang mengharuskan poligami seharusnya hakim tidak mengizinkan. Idealnya, wanita baik-baik mana yang rela berbohong di depan hakim agar suaminya dapat berpoligami.
Menjadi sebuah pertanyaan, jika beliau mendapatkan izin untuk berpoligami oleh pengadilan. Kira-kira apa yang menjadi alasan kuat oleh hakim untuk mengizinkan beliau berpoligami? Apakah istri-istri beliau memiliki kekurangan sehingga termasuk di antara 3 faktor tersebut? Apa pun itu tetap saja bapak Puspo adalah seorang pengusaha yang piawai dalam menjalankan bisnisnya, wong solo salah satu restoran favorit penulis.
ADVERTISEMENT