Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Revolusi Kopi Arabika Sipirok
22 Juli 2020 20:32 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Thogu Ahmad Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kopi Arabika Sipirok di era industri kopi saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kopi Arabika Sipirok mempunyai cita rasa unik dan khas yang secara rasa dapat bersaing dengan hasil kopi di daerah lainnya. Namun dibalik cita rasa yang khas tersebut, ada sebuah cerita mengenai pemahaman kopi arabika sipirok dengan masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Kopi Arabika Sipirok mulai eksis kembali beberapa tahun belakangan. Hal tersebut berbanding lurus dengan masifnya penanaman dan pembukaan lahan baru untuk pohon kopi di Sipirok yang terkenal dengan di perbukitan yang tinggi. Sipirok merupakan sebuah daerah yang berdataran tinggi, sehingga opsi untuk menanam kopi adalah pilihan yang sangat tepat dilakukan masyarakat disana.
Pada masa lampau, kopi arabika sipirok tidak begitu dikenal oleh masyarakatnya. Pada waktu yang bersamaan, kopi arabika sipirok tersebut telah ada dan bisnisnya terus berjalan. Suatu hal yang mengganjal, apa yang sebenarnya terjadi sehingga pada masa dahulu masyarakat tidak tahu atau tidak ingin menanam kopi?
Hal tersebut terkait pada saat era penjajahan dan peluang bisnis kopi arabika di masa tersebut. Pada masa penjajahan, bisnis kopi arabika di eropa sangat menjanjikan (Max Havelaar, Multatuli). Hal tersebut bisa dilihat bagaimana belanda sangat masif menanam kopi arabika di setiap dataran tinggi sumatera. Salah satunya ialah dataran tinggi di daerah sipirok.
ADVERTISEMENT
Daerah Tabek Patah contohnya, yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Pada masa penjajahan, masyarakatnya sama sekali tidak beri jatah untuk mencicipi biji kopi sehingga masyarakat disana membuat ramuan teh dari daun kopi yang sekarang disebut dengan “kawa daun”.
Hal tersebut terjadi karena belanda sama sekali tidak memberi celah agar masyarakat disana dapat mencicipi kopi arabika yang ditanam tepat pada tanah masyarakat itu sendiri dan pohon kopi yang mereka tanam sendiri. Cerita ini penulis ketahui ketika sedang berkunjung ke Tabek Patah sekaligus mencicipi kawa daunnya.
Jika di Tabek Patah belanda tidak memberi peluang sama sekali untuk masyarakat lokal mencicipi, beda halnya dengan masyarakat sipirok. Belanda menggunakan metode lain agar masyarakat sipirok tidak ikut campur soal kopi arabika ini.
ADVERTISEMENT
Entah siapa yang menggaungkan pertama kali, ada sebuah statement bahwa kopi arabika merupakan salah satu bahan dasar dari mesiu. Sekali lagi, di Sipirok ada anggapan bahwa kopi arabika merupakan salah satu bahan dasar mesiu.
Pada saat itu, mesiu dikenal dengan salah satu bahan peledak dan sampai sekarang memang mesiu digunakan untuk bahan peledak. Seperti mercon dan kawan-kawannya.
Mengubah suatu pola pikir untuk menguntungkan beberapa pihak. Salah satu strategi yang sangat bagus dari belanda untuk mengelabui orang yang dianggapnya sebagai ancaman yaitu masyarakat sipirok. Pada era penjajahan, belanda berhasil untuk mengelabui masyarakat sipirok bahwa kopi arabika merupakan salah satu bahan dasar untuk membuat mesiu.
Mulai saat itu, masyarakat sipirok beranggapan bahwa menanam kopi arabika adalah sebuah hal yang sangat sia-sia. Untuk apa menanam tumbuhan yang pada akhirnya dijadikan bahan peledak. Pada saat yang bersamaan, belanda terus mempertahankan kopi arabika yang ada dan terus menambah lahan di daerah sipirok tersebut tanpa ada hambatan yang berarti.
ADVERTISEMENT
Pemahaman mengenai kopi arabika merupakan mesiu adalah sebuah kerugian yang besar bagi masyarakat disana. Hal ini dapat dijadikan sebuah pelajaran di masa sekarang, bagaimana bahayanya menyebarkan sebuah berita hoaks atau yang belum pasti akan kebenarannya.
Tidak mudah untuk cepat sadar kembali, itulah kenapa bahannya jika ideologi sudah dirusak. Perlu bertahun-tahun lamanya bagi masyarakat sipirok untuk mencoba mengubah pola pikir bahwa kopi arabika itu bukan mesiu.
Penulis mengetahui hal ini ketika menyusuri kota sipirok yang kebetulan adalah kampung halaman dari orang tua penulis sendiri. Orang-orang tua yang berada di sipirok masih ingat betul jika pada saat dahulu ia diberi wejangan jika kopi arabika merupakan mesiu.
Namun pemahaman keliru tersebut sudah berangsur hilang. Dahulunya sipirok dipenuhi dengan persawahan, kolang-kaling, dan sayuran. Sekarang pohon kopi arabika sudah dapat dilihat di mana-mana. Hal ini cukup menjadi tanda, jika masyarakat lokal sudah sadar betul akan peluang bisnis kopi di masa sekarang ini. Hal ini juga tidak luput dari berkembangnya bisnis kopi diseluruh tanah air.
ADVERTISEMENT
Revolusi kopi arabika sipirok telah terjadi. Anggapan mengenai kopi arabika merupakan mesiu sudah tak dihiraukan kembali alias sudah menjelma menjadi histori. Adapun yang menjadi tantangan ke depan, bagaimana masyarakat sipirok dapat mengolah kopi arabika sipirok menjadi lebih baik dari hari ke hari.
---
Thogu Ahmad Siregar (Owner Sebuah Kopi)