Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Inovasi Kedokteran Nuklir: Apakah Nuklir Bisa Melawan Virus HIV?
1 Desember 2024 12:36 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Thomas Kaleb Mayori Wanggai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekilas Radiasi Nuklir
ADVERTISEMENT
Stigma negatif nuklir tidak pernah terlepas dari potensi kehancuran skala besar yang seringkali disebabkan oleh egoisme aktor internasional alias perang antar negara. Nuklir dianggap memicu kemusnahan massal dimana memiliki efek destruktif yang tidak main-main parahnya bagi lingkungan dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Uji coba nuklir menimbulkan konsekuensi berat pada kesehatan publik, lingkungan, juga termasuk warisan budaya, ketahanan pangan, ketahanan air, masyarakat adat, serta masalah kompleks yaitu perpindahan penduduk (Galindo,2022). Di tataran hubungan internasional kontemporer, eksistensi nuklir diikat melalui Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) sebagai wujud mitigasi pengembangan senjata nuklir untuk tujuan destabilisasi tatanan.
Lebih jauh mengenal nuklir, sebenarnya terdapat fakta positif dari peran nuklir di pelbagai bidang. Menurut International Atomic Energy Agency (2022), sejumlah riset menemukan manfaat baik radiasi nuklir di bidang lingkungan sebagai pengolah air limbah dan pada bidang energi melalui penghasil listrik energi matahari atau energi nuklir. Dalam situasi manfaat yang sama, sumbangsih radiasi nuklir juga berkontribusi bagi prosedur medis.
Kebermanfaatan radiasi nuklir dalam persoalan medis cenderung memiliki kemajuan di persoalan kemanusiaan, seperti adanya penemuan progresif bidang kedokteran nuklir dalam perawatan kanker dan metode diagnostik. Menariknya, pengobatan kanker melalui radioterapi (nuklir) dapat menghancurkan atau merusak sel kanker sehingga menghambat pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh. Menyambung kondisi yang serupa, apakah nuklir juga dapat membunuh virus berbahaya lainnya, seperti HIV/AIDS? Bagaimana perkembangan disiplin ini dari masa ke masa?
ADVERTISEMENT
Rentetan Sejarah Inovasi dan Tren Riset Kontemporer
Perkembangan inovasi kedokteran nuklir dapat dirangkum dalam empat fase besar. Fase pertama adalah penemuan awal dan elemen radioaktif (1896-1930) yang ditandai oleh penemuan sifat-sifat unsur radioaktif yang bisa diterapkan dalam bidang medis. Fase ini dipelopori oleh Henri Becquerel dan Marie Curie. Fase kedua adalah kemajuan teknologi aplikasi terapi (1930-1950) yang menyaksikan pengembangan lebih lanjut dari alat dan metode kedokteran nuklir dalam proses diagnostik maupun pengobatannya. Proyek Manhattan menjadi sains project yang menandai pengembangan spektakuler reaksi nuklir terjadi saat Perang Dunia II, serta keterikatan historisnya dengan sejarah atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Selanjutnya, fase ketiga yaitu pertumbuhan teknik diagnostik dan terapi (1950-1970) yang menunjukkan era transformatif dalam kedokteran nuklir melalui kemajuan signifikan diagnostik dan pengenalan radionuklida. Kemajuan di fase ini meningkatkan akurasi dalam metode diagnostik kedokteran nuklir sehingga melandasi terbentuknya fase keempat yaitu ekspansi dan diversifikasi (1970-sekarang). Kemajuan luar biasa bidang kedokteran nuklir di awal abad ke-21 ditandai dengan peningkatan fungsi teknologi dan aplikasi terapeutik, utamanya pengobatan kanker.
Eksperimen saintifik kedokteran nuklir telah berevolusi selama satu abad ini, hingga pada kasus pengobatan kanker yang punya konotasi “mematikan”. Memantau evolusi bidang ini yang memiliki kemajuan eksponensial menyiratkan tren pengembangan yang akan jauh mendalam dan mengerucut pada masalah-masalah mutakhir medis. Salah satu masalah medis sekaligus urusan kemanusiaan adalah eksistensi virus HIV/AIDS. Apakah menjadi suatu kemungkinan jika radioaktif yang terdapat di dalam nuklir mampu membersihkan virus HIV/AIDS?
ADVERTISEMENT
Menggali Posibilitas Nuklir versus HIV/AIDS
Menelisik penyakit HIV/AIDS dalam urusan medis merupakan perjalanan panjang yang pada kenyataannya adalah perihal kemanusiaan dan solidaritas permanen, termasuk juga penyakit kanker. Apabila radioaktif nuklir disinyalir mampu melawan sel kanker, maka seharusnya “ilahi sains” nuklir dapat memproyeksikan pengobatan melawan HIV/AIDS. Akan menjadi suatu mukjizat sains jika penelitian dan pengembangan nuklir yang diarahkan kepada pembersihan virus HIV/AIDS. Bukan tidak bisa dipelajari, namun sangat possible dilakukan riset mendalam.
Mencari jejak penelitian nuklir terdahulu, utamanya suatu studi tentang kemungkinan bom radioaktif dapat membantu pembersihan sisa-sisa virus AIDS yang tersembunyi di tubuh pasien, bahkan hingga ke otak (Fox, 2013). Penelitian ini dipimpin oleh Ekaterina Dadachova dari Albert Einsten College of Medicine di Yeshiva University di New York dan rekannya. Menurut penelitian Ekatarina dkk (2013), penemuan mengenai sel kanker yang dapat dilawan menggunakan radiasi radioimunoterapi, juga berpotensi digunakan untuk membersihkan tubuh dari virus HIV (Fiske, 2013).
Ini bukanlah pengobatan permanen, namun setidaknya telah muncul kemajuan besar dalam pengobatan HIV di dunia. Jenis penemuan ini mengindikasikan perawatan antibodi monoklonal yang artinya terjadi rekayasa virus sistem kekebalan tubuh manusia, yang diikat dengan sedikit bahan radioaktif bismuth-213 (Fox, 2013). Antibodi tipe ini dirancang untuk mengenali HIV, dan menargetkan sel yang terinfeksi, serta berujung pada pemberian dosis radiasi yang mematikan. Ringkasnya, antibodi tersebut berperang melawan virus HIV di dalam tubuh manusia tanpa merusak sel-sel lain di dekatnya.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian ini dibenarkan dalam tinjauan sejawat oleh Dr. Clyde Crumpacker dari Beth Israel Deaconess Medical Centre dan Harvard Medical School di Boston bahwasanya salah satu masalah dalam upaya pemberantasan HIV adalah virus bersembunyi di dalam sel, maka mustahil untuk terdeteksi oleh sistem kekebalan tubuh (Fox, 2013). Sehingga, pendekatan antibodi monoklonal radioaktif secara eksperimental dapat menargetkan dan menghancurkan sel-sel yang terdeteksi HIV di dalam tubuh.
Menciptakan Dunia yang lebih baik
Persepsi awam tentang nuklir punya korelasi negatif dengan konflik geopolitik dan peperangan di masa lalu. Lebih mudah orang mengingat diksi “senjata nuklir” ketimbang “kedokteran nuklir”. Padahal, dalam urusan sains tingkat tinggi, nuklir mungkin bisa menjadi solusi konkret yang terus berevolusi dalam pesimisme sains menjawab masalah human security. Perihal keamanan manusia universal, eksperimen sains perlu diarahkan dan direlevansikan pada usaha-usaha menemukan solusi atas masalah kritis manusia. Seperti halnya, perjalanan panjang sains–dalam hal ini nuklir–memecahkan gap pengobatan kanker dan termasuk juga pemberantasan virus HIV/AIDS.
ADVERTISEMENT
Referensi
Fiske, G. (2024). Yeshiva University researchers show radiation can kill HIV. Timesofisrael.com. https://www.timesofisrael.com/yeshiva-university-team-shows-radiation-can-elimi nate-hiv/
Fox, M. (2013, December 3). Targeted radioactive bomb might clean out AIDS virus, study finds. NBC News. https://www.nbcnews.com/healthmain/targeted-radioactive-bomb-might-clean-out-aids-virus-study-finds-2d11689347
Galindo, A. (2023, January 25). What is Radiation? IAEA. https://www.iaea.org/newscenter/news/what-is-radiation
Medscience, O. (2024, January 4). History of Nuclear Medicine: A Century of Innovation and Impact. Open Medscience. https://openmedscience.com/history-of-nuclear-medicine-a-century-of-innovationand-impact/