Konten dari Pengguna

Rokok Sebagai Kapalo Baso Dalam Kebudayaan Laki-laki Desa Sikucur Sumatera Barat

Atthoriq Chairul Hakim
Peneliti Antropologi Budaya Institut Seni Indonesia Padang Panjang Jurnalisme
15 September 2024 9:32 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Atthoriq Chairul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. Aktivitas Merokok bagian dari Rokok sebagai Kapalo Baso.                               Sumber: Atthoriq Chairul Hakim (27/08/23)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. Aktivitas Merokok bagian dari Rokok sebagai Kapalo Baso. Sumber: Atthoriq Chairul Hakim (27/08/23)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rokok sebagai Kapalo Baso dipahami secara sederhana sebagai bentuk kegiatan menawarkan rokok terhadap sesama perokok. Hal ini umum terjadi di seluruh Indonesia sebagai sesama perokok, karena budaya rokok melekat erat di seluruh bagian wilayah Indonesia, seperti di Jawa penamaan rokok sebagai Udut, di Mentawai dinamakan dengan Ube. Penamaan dan pola-pola dari budaya rokok di Indonesia secara garis besar memang sama, namun dilihat secara kelokalan dari suatu daerah, bahwa budaya rokok yang terjadi di Nagari Sikucur memiliki kekhususan, serta ciri khas tersendiri. Ciri khas dari budaya rokok di Desa Sikucur adalah rokok sebagai kapalo baso, budaya rokok ini dapat dimaknai bahwa rokok adalah pangkal atau hal utama dalam basa-basi antara sesama lelaki perokok, hal ini menandakan bahwa setiap pendatang maupun masyarakat Sikucur dalam memulai interaksi, acara adat, dan musyawarah kaum, maka harus menawarkan rokok terlebih dahulu, hal ini sebagai simbol keeratan hubungan sosial, bentuk menghargai sesama, dan kesakralan atas adat yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Noval sebagai masyarakat Sikucur mengungkapkan bahwa "Sebenarnya tidak apa-apa jika rokok tidak ditawarkan kepada sesama, atau dilakukan pada acara-acara adat, yang tampak dalam ekspresi masyarakat, namun ada konsekuensi yang akan didapat oleh orang tersebut secara tidak langsung, yaitu berupa sangsi sosial, penilaian orang bahwa dia tidak berjiwa sosial, serta kurangnya soliditas dalam masyarakat". Dapat dimaknai bahwa masyarakat Sikucur khususnya memandang bahwa seorang laki-laki perokok dilihat kehidupan sosialnya dari membasa-basikan rokok. Pandangan terhadap orang-orang yang melakukan rokok sebagai kapalo baso, dinilai sebagai suatu individu atau kolektif yang peduli sosial, konservativ terhadap sosial budaya yang berlaku di masyarakat. Kenapa budaya rokok ini menjadi pegangan kuat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sikucur ?, hal ini dikarenakan bahwa masyarakat Sikucur mayoritas laki-lakinya adalah perokok, sehingga pola-pola hubungan sosial yang terjadi disetiap tempat, pola-pola kebudayaan makin terintegrasi. Sehingga berpengaruh besar terhadap kesakralan adat, keharmonisan budaya di Sikucur. Begitupun rokok sebagai kapalo baso ini sering terjadi di Lapau, yang mana tempat berkumpulnya mayoritas para laki-laki perokok, menyebabkan kuatnya rokok sebagai kapalo baso budaya laki-laki Desa Sikucur.
Gambar 2. Budaya Rokok sebagai Kapalo Baso yang terjadi di Lapau. Sumber: Atthoriq Chairul Hakim (27/08/23)
Lapau dan Rokok merupakan dua budaya yang saling berkaitan, dengan manusia sendiri sebagai pelaku utama dalam dua bentuk budaya ini. Lapau sendiri merupakan tempat yang sentral untuk melakukan berbagai macam aktivitas, hal utama, dan awal yang dilakukan disini adalah rokok sebagai kapalo baso, dimaksudkan merokok itu sendiri, bahwa laki-laki di Lapau mayoritas perokok, maka merokok menjadi pemantik segala bentuk pola aktivitas di Lapau, mulai dari mereka memulai pembicaraan bersifat ringan, hingga permasalahan berat, bahkan sambilan merokok di Lapaupun mereka melakukan musyawarah, berdiskusi, gosip, duduk santai sambil meminum kopi. Budaya rokok yang dilakukan oleh masyarakat Sikucur yang ada di Lapau, terjadi secara terus-menerus. Maka oleh karena itu budaya rokok sebagai kapalo baso tidak akan pernah hilang pada ranah sosial dan budaya di Nagari Sikucur, khususnya laki-laki. Setiap kegiatan yang terjadi selalu ada rokok, dan ada budaya rokok sebagai Kapalo Baso.
ADVERTISEMENT
Jika ada beberapa aktivitas di Lapau, seperti musyawarah, atau aktivitas bakoa, maka disini peran rokok sebagai penyatu, pengerat antar sesama. Bahkan di Sikucurpun rokok pernah digunakan sebagai alat untuk mengundanng. Bagaimana maksud untuk mengundang ?, jika ada informasi mengenai acara-acara adat, atau kegiatan masyarakat Sikucur yang akan diadakan maka lewat rokoklah disampaikan. Seperti yang mereka katakan "Iko Awak Mambaok Kaba aa, Isoklah Rokok ko Sabatang lu". Maka jika rokok sudah dihisap, maka si pemberi rokok akan memberikan informasi. Baik itu undangan mengenai acara adat, aktivitas-aktivitas umum di Nagari Sikucur.
Norma-normapun ditanamkan dalam rokok sebagai kapalo baso, seperti dalam petatah-petitih "Indah Baso Dek Rokok, Baiak Budi Dek Siriah". Dapat diartikan bahwa orang yang membasa-basikan rokok, membuat komunikasi dan suatu hubungan sosial menjadi indah/baik, serta siriah dalam adatpun diartikan sebagai kebaikan budi seseorang atau kelompok. Rokok sendiri menjadi sebuah simbol bagi laki-laki Nagari Sikucur, bahwa dengan berjalannya rokok sebagai kapalo baso, terjadinya keharmonisan hubungan sosial sesama masyarakat. Namun ada beberapa petatah-petitih yang mengatur etika antar sesama perokok yang melaksanakan budaya rokok ini, "Isoklah Rokok Nan Tahidang, Labiah dari Sabatang Makolah Hanguih". Diartikan bahwa hisaplah rokok yang ditawarkan, namun jika lebih dari satu, maka si penerima rokok tidak ada raso pareso (rasa menghargai). Maka perlu diperhatikan bahwa nilai yang terdapat dalam rokok bagi masyarakat Sikucur selain menjadi simbol, juga terikat oleh norma dalam melaksanakan rokok sebagai kapalo baso, bahwa pemilik rokok perlu dihargai baik itu secara kepemilikan rokok, atau latar belakang si pemilik rokok.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana keberadaan rokok sebagai kapalo baso sekarang di Nagari Sikucur ?, membasa-basikan rokok adalah hal yang lumrah antar sesama perokok. Hal ini tidak hanya terjadi pada budaya Indonesia saja, namun diberbagai belahan dunia, seperti yang telah dipaparkan di atas tadi. Namun keberadaan rokok sebagai kapalo baso dari dahulu sampai sekarang tetap eksis, demikian, karena penyesuaian kebudayaan khusus berupa adat moral. keterikatan sosial budaya, dan kekerabatan, terhadap kebiasaan umum masyarakat Sikucur sebagai perokok, bahkan secara luas diseluruh dunia. Maka rokok dalam kebudayaan khusus manapun bisa bertahan, ada beberapa faktor dimasa sekarang seperti pajak rokok dalam memasok pendapatan negara, keterikatan psikologis atau kesehatan masyarakat, serangan nikotin terhadap saraf otak, yang membuat ketergantungan, sehingga pola-pola aktivitasnya selalu bersangkutan dengan rokok, termasuk aktivitas sosial dan kebudayaannya.
ADVERTISEMENT
Pemahaman-pemahaman masyarakat Sikucur mengenai rokok sebagai kapalo baso secara adat, diketahui secara sederhana oleh para perokok di Nagari Sikucur. Namun pengetahuan para datuak, budayawan di Sikucur, mereka menginterpretasikan dalam perspektif adat dan budaya. Budaya rokok yang terjadi secara adat, serta hubungan sosial masyarakatnya. Lalu bagaimana mereka menggunakan rokok sebagai simbol dalam kehidupan sosial budaya, termasuk di Lapau.
Penulis: Atthoriq Chairul Hakim