Konten dari Pengguna

September Hitam Yang Tak Kunjung Padam

Atthoriq Chairul Hakim
Peneliti Antropologi Budaya Institut Seni Indonesia Padang Panjang Jurnalisme
18 September 2024 19:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Atthoriq Chairul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto 1. Gambar Burung Garuda dengan Latar Hitam, yang Menyimbolkan Kelamnya Pelanggaran Ham di Indonesia. Ilustrator: Atthoriq Chairul Hakim
zoom-in-whitePerbesar
Foto 1. Gambar Burung Garuda dengan Latar Hitam, yang Menyimbolkan Kelamnya Pelanggaran Ham di Indonesia. Ilustrator: Atthoriq Chairul Hakim
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
OPINI - September hitam merupakan sebuah istilah yang tidak asing lagi bagi beberapa kalangan masyarakat di Indonesia. Bulan september merupakan bulan yang kelam di Indonesia, karena berbagai kejadian pelanggaran HAM berat terjadi pada bulan ini.
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya telah dilakukan oleh lapisan masyarakat terkait dalam upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, namun sejak dahulu sampai sekarang belum ada penyelesaian tuntas dari pemerintah. Seakan-akan janji birokrasi pemerintah terhadap masyarakat, membuat terdoktrin, sehingga masyarakat percaya namun belum menemukan titik terang hingga sekarang.
September hitam menjadi momentum yang tidak terlupakan oleh bangsa Indonesia. Banyak orang-orang yang memperjuangkan hak-hak nya, namun dibungkam, dipukuli, ditahan, hingga meregang nyawa, tanpa pertanggung jawaban yang berarti. Namun bayang-bayang kekelaman itu masih terjadi hingga sekarang, bahkan tetap mendapat tindakan represif dari oknum aparat negara yang perlahan-lahan menjadi mayoritas.
Awalnya September Hitam merupakan sebagai upaya untuk mengenang peristiwa G30S/PKI dan berbagai peristiwa lainya. Istilah ini menggambarkan bahwa kelamnya peristiwa-peristiwa yang terjadi di bulan September, yang membuktikan tidak tegasnya hukum juga penjaminan hak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Seharusnya negara sendiri melindungi hak-hak warganya seperti sebagai manusia, serta untuk mendapatkan keadilan dalam kehidupan bernegara. Hal ini dikuatkan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 pasal 28I ayat 4 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Begitupun juga dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM UU ini mengatur tentang HAM di Indonesia secara khusus di Indonesia pasal 71 UU Nomor 39 tahun 1999 yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM.
Pernyataan di atas merupakan bentuk bahwa negara sendiri telah menjamin hak-hak warga negaranya yang disahkan oleh pemerintah sendiri, berdasarkan hakikat anggota masyarakatnya. Namun realitanya pemerintah sangat apatis dalam penegakan hukum di Indonesia, sehingga kasus-kasus pelanggaran HAM sangat subur terjadi di Indonesia, bahkan tak kunjung terselesaikan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Saat ini telah dilakukan berbagai macam aksi untuk mengawal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, salah satunya seperti aksi kamisan. Aksi kamisan dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat sipil untuk mengawal pelanggaran HAM berat yang telah terjadi. Mereka berdiri di depan Istana Negara, aksi ini dilakukan juga di berbagai daerah, dengan harapan pemerintah bisa menuntaskan kasus-kasus HAM berat di Indonesia.
Beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum terselesaikan hingga saat ini di antaranya; 1965-1966: Gerakan 30 September dan Genosida Pasca-1965, 1985: Peristiwa Tanjung Priok, 1999: Tragedi Semanggi II, 2004: Pembunuhan Munir, 2015: Pembunuhan Salim Kancil, 2019: Brutalitas Aparat di Aksi #ReformasiDikorupsi, 2020: Pembunuhan Pendeta Yeremia, dan 2023: Penggusuran Represif di Rempang.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini meskipun telah dilakukan aksi yang sedemikiannya, belum ada titik terang dalam penyelesaian kasus ini. Bahkan pemerintah pun "mengiyakan", namun pergerakan yang signifikan belum terlihat.
Penulis: Atthoriq Chairul Hakim