Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten dari Pengguna
Generasi Sandwich dan Karakter Ekologis
8 Juli 2023 13:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Agustian Ganda Putra Sihombing OFMCap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tengah ramai dibicarakan kembali tentang generasi sandwich. Istilah yang pertama kali dipopularkan oleh Dorothy A. Miller pada 1981 itu, dimengerti sebagai generasi yang menjadi tulang punggung keluarga.
ADVERTISEMENT
Mereka harus memikul kebutuhan keluarga, menopang kehidupan generasi atas, dan membantu memenuhi kebutuhan hidup saudara kandungnya dalam dimensi ekonomi.
Sebenarnya, bukan hanya di bidang ekonomi generasi sandwich—khususnya Indonesia—berperan, tetapi dalam bidang yang komprehensif. Salah satunya di bidang ekologi.
Dalam artikel Climate-Tech Startup Ecoxyztem Raih Pendanaan dari Sejumlah Investor (Media Indonesia, 3/10/2022), disampaikan bahwa pemuda Indonesia telah mengusahakan perhatian pada bidang lingkungan hidup.
Usaha tersebut menarik perhatian dan dukungan dari para investor untuk mengatasi masalah aktual lingkungan hidup. Semangat ini seharusnya diwartakan sembari diboboti dengan edukasi tentang karakter ekologis, agar gerakan yang muncul sungguh-sungguh komprehensif dan berdaya guna.
Memaknai Keber-ada-an
Martin Heidegger dalam Being and Time menguraikan bahwa, penyadaran karakter ekologis menjadi hal mendasar atas keber-ada-an manusia (Dasein) di dunia.
ADVERTISEMENT
Manusia hidup di antara banyak hal dengan cara mengada-nya dan bagaimana hal-hal itu mewahyukan diri kepada manusia. Hanya manusia yang memiliki kecakapan untuk menyadari itu, baik secara eksternal maupun internal. Sementara pengada lain tidak.
Walau demikian, manusia sendiri tidak akan bisa lepas dari hal-hal yang ada di dunia. Sebab, ada keterkaitan dan keterikatan ontologis.
Relasi yang dimaksud bukan berada pada status subjek dan objek. Manusia bukan menjadi tuan dan penguasa (Signore e Padrone). Paham antroposentrisme harus digeser dan diganti dengan biosentris dan ekosentris. Sebab, manusia ber-ada di dunia untuk terarah pada apa yang ada di luar dirinya.
Menegakkan Keadilan
Krisis lingkungan hidup—yang terkoneksi pada dimensi ekonomi, sosial, politik, dan moral—tidak terpisahkan dari ketidakadilan. Holmes Rolston III dalam The Environment and Christian Ethics menjelaskan bahwa terjadi penyalahgunaan dan ketidakadilan atas hak lingkungan dan sesama manusia dalam tiga hal.
ADVERTISEMENT
Pertama, manusia cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dalam lingkup sosial, ekonomi, dan budaya dengan mencari hal-hal yang menguntungkan (pragmatis).
Kedua, manusia menyalahgunakan dan menyeleweng dari norma-norma pengelolaan kekayaan alam.
Manusia menggunakan haknya secara berlebihan dengan menguras sumber daya alam tanpa rasa tanggung jawab dan adil. Lingkungan dan sesama manusia turut merasa rugi, terutama kelompok minor dan lemah.
Ketiga, muncul pengalihan tanggung jawab dari perusahaan kepada masyarakat. Orang-orang miskin dan lemah menjadi tulang punggung yang menyokong perusahaan.
Untuk itu, diminta dari pelbagai pihak terutama kaum muda (generasi sandwich) untuk bertindak adil pada proporsi dan komposisi yang tepat. Patut dihindari penindasan terhadap makhluk lemah dan orang-orang terpinggirkan, lemah, dan miskin.
Sikap Etis dan Bermoral
Karakter yang dituntut dari generasi sandwich adalah hidup dalam etika dan moral ekologis. Dua hal ini menjadi penuntun dan alarm, ketika seseorang lupa untuk bersikap tidak adil.
ADVERTISEMENT
Thomas Berry dalam The Great Work menyatakan bahwa kepedulian terhadap bumi sebagai komunitas etis dan moril harus diperbarui dalam perspektif yang lebih terpadu.
Kalau tidak, penghancuran akan semakin nyata. Sistem kehidupan akan musnah, terjadi biosida dan geosida yang mengerikan!
Hal penting yang dapat dilakukan adalah mengubah cara pandang dimana manusia dijadikan ukuran segala sesuatu. Kedua, memperbarui cara manusia memanfaatkan teknologi secara bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Gaya hidup konsumeristis dan egois harus diperbaiki juga, karena membuat manusia jauh dari lingkungan. Nilai intrinsik dari lingkungan harus semakin diperjuangkan.
Diperlukan usaha untuk move on dari manusia modern menuju manusia pontifikal (pontifical human). Manusia pontifikal hidup dalam tatanan etis.
Manusia pontifikal juga memainkan peran sebagai wakil Tuhan di bumi (representative of God on earth). Lalu, dengan ini manusia pontitikal menghormati lingkungan sebagai cerminan Wujud Ilahi (Divine Being).
ADVERTISEMENT
Potensi Generasi Sandwich
Mengapa kepada generasi sandwich harapan-harapan di atas digantungkan? Penulis sendiri menilai bahwa, generasi sandwich sungguh potensial melakukan pewarataan karakter ekologis dan transisi pola hidup menuju kedekatan dengan alam.
Kedua, generasi sandwich memiliki mobilitas, kecakapan ide, dan kemampuan fisik untuk membuat perubahan ekologis. Ketiga, di tangan generasi sandwich, pewarisan nilai dan karakter ekologis yang masif berada.
Akhirulkalam, penulis berharap agar usaha memperjuangkan teknologi yang ramah lingkungan semakin meluas di tangan generasi sandwich. Terlebih, semoga karakter ekologis semakin dikenal, dihayati, dan dihidupi oleh banyak generasi terutama di Indonesia.
Sic fiat!