Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Euthanasia: Kontroversi Etik yang Masih Diperdebatkan di Berbagai Negara
1 November 2024 12:12 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Tiara Aprilia Riyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Euthanasia menjadi perbincangan yang sering dibahas di berbagai belahan dunia seperti di negara belanda, belgia, kanada, maupun Indonesia. Seringkali euthanasia ini menjadi perdebatan yang hangat dalam lingkup perawatan paliatif. Dikarenakan euthanasia memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan pasien dalam mengakhiri hidupnya (Qolby et al, 2024).
ADVERTISEMENT
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu Eu dan Thanatos. Kata Eu berarti baik dan Thanatos berarti mati. Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan menurut John Suryadi dan S. Koentjoro mengartikan euthanasia sebagai obat untuk mati dengan tenang (Siregar, 2023). Sehingga dapat disimpulkan bahwa euthanasia merupakan tindakan yang digunakan untuk mengurangi penderitaan seseorang akibat penyakit dengan cara mengakhiri kehidupannya. Atau dengan kata lain euthanasia merupakan bantuan untuk bunuh diri.
Euthanasia sering kali terjadi pada pasien yang mengalami penyakit terminal sehingga tidak bisa diabaikan. Mereka sering mengalami penderitaan fisik dan emosional yang luar biasa sehingga muncul keinginan untuk mengakhiri kehidupannya (Qolby et al, 2024). Euthanasia pada perawatan paliatif merupakan suatu tindakan mengakhiri hidup yang berguna untuk meringankan beban penderita pasien, terutama pada pasien yang penyakitnya tidak mungkin bisa disembuhkan. Perawat harus memberikan perawatan paliatif dengan pendekatan holistik pada pasien dan keluarga pasien. Memberikan dukungan pada pasien dan menganggap kematian sebagai proses yang normal (Siagian et al, 2020).
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, pertanyaan seputar euthanasia akan sering muncul. Apakah euthanasia merupakan bagian dari perawatan paliatif yang bertujuan untuk menghentikan penderitaan pasien? Ataukah euthanasia ini justru bertentangan dengan perspektif etik medis yang ada? Oleh karena itu, artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai euthanasia dalam perawatan paliatif, perspektif etik, hasil penelitian euthanasia terkini, serta pandangan pribadi mengenai euthanasia pada perawatan paliatif.
Euthanasia Dalam Perawatan Paliatif: Gambaran Umum
Euthanasia atau bantuan bunuh diri masih menjadi permasalah yang cukup dilematik. Ada beberapa yang menyetujui tentang euthanasia namun ada juga yang tidak menyetujuinya. Alasan beberapa orang menyetujuinya karena kondisi pasien tidak memiliki kemungkinan lagi untuk sembuh bahkan untuk hidup. Sedangkan berdasarkan pandangan lain, euthanasia ini dianggap keputusan yang tidak baik. Karena manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri kehidupannya, hanya tuhan yang punya kekuasaan mutlak (Warjiyati, 2020).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penggolongannya, euthanasia dibagi menjadi 2 kategori yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif merupakan kegiatan mengakhiri hidup atas persetujuan atau permintaan dari pasien. Dimana dokter akan secara sadar memberikan senyawa obat mematikan dengan cara disuntik untuk mengakhiri kehidupan pasien. Sedangkan untuk euthanasia pasif merupakan kegiatan mengakhiri hidup dengan memberhentikan tindakan pemberian perawatan paliatif seperti penarikan ventilator atau menghentikan pemberian makanan pada pasien (Bernheim et al., 2014). Hal ini dikarenakan pasien tidak memiliki harapan untuk sembuh. Bahkan pihak medis, pasien, atau keluarga sudah menyerah terhadap kondisi yang dialami oleh pasien (Krisnalita, 2021).
Perawatan paliatif diberikan untuk menghilangkan penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien. Perawatan ini bukan untuk mempercepat atau memperlambat kematian (Sepulveda et al., 2020). Namun berdasarkan beberapa kasus pasien dengan penyakit terminal seperti kanker. Mereka memilih untuk melakukan euthanasia agar penderitaan yang dialaminya menghilang. Di beberapa negara euthanasia legal dilakukan dengan beberapa syarat pasien harus menyetujuinya. Negara tersebut termasuk belanda, belgia dan kanada (Dierickx et al., 2022). Namun di negara Indonesia euthanasia masih dianggap ilegal karena bertentangan dengan norma agama dan sosial.
ADVERTISEMENT
Pandangan Euthanasia Dalam Perspektif Etik
Berdasarkan gambaran tadi, kita mengetahui bahwa euthanasia masih belum legal di beberapa negara dan masih menjadi perdebatan khususnya di negara Indonesia. Topik ini sering dibicarakan oleh kalangan tenaga medis dikarenakan euthanasia berkaitan erat dengan isu-isu etik seperti autonomi pasien, non-maleficence, dan beneficence.
Prinsip otonomi pasien mengatakan bahwa pasien memiliki hak untuk membuat keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya. Hal ini termasuk kedalam keputusan pasien dalam memilih euthanasia sebagai keputusan akhir hidup apabila mereka sudah tidak tahan dengan sakit yang dialaminya (Rarung et al., 2024). Berikutnya yaitu prinsip Non maleficence atau tidak membahayakan pasien. Prinsip ini sudah bertentangan dengan etika medis yang ada. Perawatan paliatif tujuannya yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hal ini serupa dengan prinsip beneficence. Perawatan paliatif diterapkan demi kebaikan pasien dengan meningkatkan kualitas hidup pasien. Mungkin beberapa orang menganggap euthanasia merupakan tindakan terbaik untuk mengakhiri penderitaan yang tidak tertahankan oleh pasien (Cohen et al., 2020).
ADVERTISEMENT
Hasil Penelitian Euthanasia dalam Perawatan Paliatif di Berbagai Negara
Beberapa studi dari berbagai negara menunjukan adanya hubungan kualitas perawatan paliatif dengan kejadian euthanasia. Beberapa negara sudah melegalkan praktik ini seperti negara Belanda, Belgia, dan Kanada. Hasil studi di negara belanda mengatakan bahwa Euthanasia sudah aja sejak tahun 2002. Negara belanda negara yang sangat individualis, sehingga menyatakan toleransi atas pilihan hidup orang lain (Gorp et al., 2021). Banyak pasien kondisi terminal tetap memilih melakukan euthanasia meskipun perawatan paliatif telah diberikan secara maksimal. Faktor yang mendorong hal tersebut yaitu penderitaan penyakit yang tidak tertahankan (Rietjens et al., 2021). Namun hal ini bisa dicegah jika perawatan paliatif lebih komprehensif dan dapat mengurangi gejala yang dialami oleh pasien.
ADVERTISEMENT
Di belgia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dierickx et al. (2022) menunjukan hasil bahwa negara belgia legal untuk dilakukan euthanasia. Akan tetap pasien akan diprioritaskan untuk diberikan perawatan paliatif. Sedangkan di kanada sama seperti masa belanda dan belgia yaitu Euthanasia legal dilakukan. Pasien memilih melakukan euthanasia akibat rasa takut terhadap penderitaan penyakit yang dialaminya. Penelitian di kanada ini perlu diberikan komunikasi yang jelas dan efektif kepada pasien maupun keluarga (Wiebe et al., 2021).
Beberapa negara diatas melegalkan euthanasia, namun ada juga yang tidak melegalkannya seperti amerika serikat, jepang dan Indonesia. Di Indonesia, euthanasia masih menjadi permasalahan terutama di kalangan tenaga medis, hukum, maupun agama. Sebagai tenaga medis kita harus meringankan penderitaan pasien dan tidak mempercepat atau memperlambat kematiannya. Hal ini telah tercantum di pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebabkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun” (Nugroho, 2020). Selain berdasarkan hukum, agama juga melarangnya. Karena hidup dan mati berada ditangan tuhan dan merupakan sebuah karunia dari tuhan. Islam sangat melarang adanya pembunuhan (Kusumaningrum, 2019).
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan saya, euthanasia dalam perawatan paliatif perlu dilakukan pendekatan secara hati-hati. Harus mempertimbangan kondisi pasien terminal dengan baik. Saya menghargai hak pasien dalam membuat keputusan untuk kehidupan mereka sendiri terutama saat menghadapi penyakit yang dideritanya. Saya juga dapat memahami beberapa pasien mungkin merasa bahwa euthanasia menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi penderitaan yang tak tertahankan. Dalam situasi ini, penting untuk menghormati hak otonom pasien dengan syarat pasien membuat keputusan tersebut secara penuh kesadaran tanpa adanya paksaan setelah diberikan penjelasan yang jelas oleh pihak medis. Namun sebagai pihak medis, perawatan paliatif perlu di prioritaskan. Melakukan pendekatan perawatan paliatif secara komprehensif yang dapat mengatasi gejala pasien baik secara fisik, psikologis, maupun sosialnya. Dengan adanya perawatan paliatif yang berkualitas, saya percaya bahwa permintaan euthanasia pada pasien menurun.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Euthanasia pada perawatan paliatif merupakan suatu tindakan mengakhiri hidup yang berguna untuk meringankan beban penderita pasien, terutama pada pasien yang penyakitnya tidak mungkin bisa disembuhkan. Euthanasia ini masih menjadi perdebatan di berbagai negara, ada negara yang menganggap euthanasia legal dan ada juga yang illegal. Di Indonesia, euthanasia masih menjadi permasalahan terutama di kalangan tenaga medis, hukum, maupun agama sehingga euthanasia ini dianggap illegal. Terdapat prinsip etik yang bertentangan terhadap euthanasia. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan perawatan komprehensif dan berkualitas agar penderitaan yang dialami oleh pasien terminal berkurang sehingga permintaan adanya euthanasia menurun.
Tiara Aprilia Riyanti, Mahasiswa Universitas Jember
Daftar Pustaka
Bernheim, J. L., Deschepper, R., Distelmans, W., Mullie, A., Bilsen, J., & Deliens, L. (2014). Development of palliative care and legalisation of euthanasia: antagonism or synergy? British Medical Journal (BMJ), 349, g5174
ADVERTISEMENT
Cohen, J., van Wesemael, Y., Smets, T., Bilsen, J., & Deliens, L. (2020). Cultural differences affecting euthanasia practice in Belgium and the Netherlands. Palliative Medicine, 34(7), 906-914.
Dierickx, S., Cohen, J., & Chambaere, K. (2022). Euthanasia in Belgium: Trends in frequency, reasons and characteristics of patients requesting euthanasia over a 15-year period (2003-2017). BMC Palliative Care. 21(1), 1-8
Gorp, B. V., Olthuis, G., Vandekeybus, A., & Grup, J. V. (2021). Frames and counter-frames givingmeaning to palliative care and euthanasia in the Netherlands. BMC Palliative Care. 20 (79): 1-11
Krisnalita, L. Y. (2021). Euthanasia Dalam Hukum Pidana Indonesiadan Kode Etik Kedokteran. Jurnal Binamuia Hukum. 10(2): 171-186
ADVERTISEMENT
Kusumaningrum, A. E. (2019). Pergulatan Hukum Dan Etik Terhadap Euthanasia Di Rumah Sakit. Jurnal Spektrum Hukum. 16(1): 37-59
Nugroho, I. B. (2020). Euthanasia dan Bunuh DiriDitinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum yang Berlaku di Indonesia. Jurnal Studi Islam dan Sosial. 13(2): 77-90
Qolby, R. N., Dzakirah, S. D., & Babelinda, A. P. (2024). Pandangan Hukum Islam terhadap Euthanasia atau Bantuan Bunuh Diri dalam Kasus Penyakit Terminal. Jurnal Studi Pendidikan Agama Islam. 1(3): 79-88
Rarung, O. K., Tomuka, D., & Siwu, J. F. (2024). Eutanasia Ditinjau dari Etika Kedokteran di Indonesia. Medical Scope Journal. 6(2). 250-256
Rietjens, J. A., Korfage, I. J., & van der Heide, A. (2021). Euthanasia and physician-assisted suicide: A challenge for palliative care? Current Opinion in Supportive and Palliative Care, 15(2), 167-173
ADVERTISEMENT
Siagian, E., Perangin-angin, M. (2020). Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Perawatan Paliatif di Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia. 10(3): 125-132
Sepulveda, C., Marlin, A., Yoshida, T., & Ullrich, A. (2020). Palliative care: The World Health Organization’s global perspective. Journal of Pain and Symptom Management. 39(2), 243-247
Siregar, R. A. (2023). Hukum Kesehatan. Jakarta: Sinar Grafika
Warjiyati, S. (2020). Implementasi Euthanasia Dalam Perspektif Ulama Dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Al-Jinayah. 6(1). 257-284
Wiebe, E., Shaw, J., Green, S., & Trouton, K. (2021). Reasons for requesting medical assistance in dying. Canadian Family Physician, 67(5), 333-339